Ekspresionline.com–Aksi Sejagad yang diinisiasi oleh Jaringan Gugat Demokrasi (JAGAD) mengangkat tema “30 Hari Matinya Demokrasi di Rezim Jokowi” bertempat di Gedung Agung pada Kamis (14/03/2024). Aksi ini menyuarakan rusaknya demokrasi yang dibunuh melalui praktik-praktik culas untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran dalam pemilihan Presiden 2024.
Aksi dilaksanakan mulai pukul 16.30 WIB di tengah hujan deras berpetir yang diikuti oleh puluhan massa aksi. Massa aksi terus bertambah meski dalam kondisi hujan. Mereka bertahan dalam barisan menggunakan jas hujan atau payung, bahkan ada yang tidak menggunakan pelindung.
Massa aksi melakukan orasi-orasi mengutuk pembunuhan demokrasi yang dilakukan rezim Jokowi dengan politik dinastinya. Spanduk dan poster turut dibentangkan sebagai media menyampaikan ekspresi menuntut penegakan demokrasi.
Adi, jaringan kerja JAGAD menyampaikan pemilihan Gedung Agung sebagai tempat aksi untuk merepresentasikan simbol negara. “[Gedung Agung] salah satu simbol negara yang kemudian juga dimaknai simbolnya oligarki,” jelasnya.
“Kita memaknai tanggal 14 [Februari] kemarin adalah tahun pemilu yang penuh kecurangan, dan sebagai ajang penghancuran demokrasi yang selama ini sudah kita bangun pascareformasi. Hari ini, kita tahu siapa yang berkuasa dan siapa yang melakukan kecurangan-kecurangan,” lanjutnya.
JAGAD akan menggelar aksi serupa pada tanggal 14 setiap bulannya. Aksi ini merupakan pengingat bahwa tanggal 14 Februari 2024 ada momen usaha penghancuran demokrasi yang ditandai dengan adanya pemilu. Aksi ini dimaknai sebagai titik tolak kebangkitan kekuatan rakyat.
Harapannya aksi ini akan meluas kemudian banyak rakyat sipil yang mau bergabung untuk memperkuat diri. Menurut Adi, sudah tidak ada cara lain selain memperkuat jaringan rakyat. Adi menegaskan, “Kita tentu tidak mau hanya menitipkan demokrasi, nasib rakyat, dan nasib kita sendiri bahkan ke tangan elit-elit tadi.”
Talabudin, warga Wadas, menyampaikan, “Kita [warga Wadas] menyampaikan keresahan [atas] kebijakan demokrasi dan kebijakan-kebijakan pemerintah [yang] sama sekali tidak pernah memihak ke masyarakat.”
Talabudin melanjutkan bahwa dalam aksi ini ia ingin menyampaikan kekhawatiran akan rusaknya kedaulatan dan keadilan negara hari ini. Ia menyatakan sebagai masyarakat sama sekali tidak merasakan keadilan sampai hari ini. Menurutnya, keamanan di area publik pun sulit didapatkan, untuk aksi saja dalam sehari bisa berpindah-pindah tempat karena tidak diberi izin untuk menyampaikan aspirasi.
“Salah satu alasan kita menyampaikan aspirasi agar tuntutan-tuntutan kita itu diterima menjadi pertimbangan mereka [pemerintah] mengambil keputusan kebijakan agar tidak pernah semena-mena,” harap Talabudin.
Dalam aksi Sejagad “30 Hari Matinya Demokrasi di Rezim Jokowi” terdapat enam tuntutan, yaitu:
- Revisi UU Pemilu dan Partai Politik oleh badan independen
- Adili Jokowi dan kroni-kroninya
- Cabut UU Cipta Kerja dan Minerba
- Lawan politik dinasti
- Bangun oposisi permanen atau “Oposisi Rakyat”
- Seruan aksi setiap tanggal 14
Fenita Istiqomah
Reporter: Fenita Istiqomah dan Ikrar Hatta
Editor: Rosmitha Juanitasari