Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Resensi Buku

Bara Revolusi Raja Kretek

by Muhammad Akhlal
Minggu, 3 Mei 2020
in Buku, Resensi
0
Bara Revolusi Raja Kretek

Ilustrasi oleh Haryaldi/EKSPRESI

Share on FacebookShare on Twitter
Judul: Sang Raja
Penulis: Iksaka Banu
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan: 1, September 2017
Tebal: 383 hlm

“Kita mendirikan negara Indonesia yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoessoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, semua buat semua.”

Ekspresionline.com—Bunyi secuplik kutipan pidato Bung Karno saat Sidang Badan Persiapan Usaha-usaha Penyelidik Kemerdekaan (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. Kutipan tersebut setidaknya menggambarkan kekayaan Nitisemito yang begitu besar. Nama Nitisemito mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, meskipun bisa dibilang Nitisemito adalah salah satu pribumi yang sukses pada era Hindia Belanda. Bahkan, tidak berlebihan nampaknya jika beliau dibilang sebagai pribumi terkaya pada era Hindia Belanda. Di saat kaum pribumi dijadikan kelas terendah pada era Hindia Belanda, Nitisemito bisa membangun “Kerajaan Kretek” dan mempekerjakan ribuan karyawan.

Novel ini dibuka dengan prosesi pemakaman Nitisemito yang penuh sesak dipadati para peziarah. Maklum saja, Nitisemito adalah orang yang sangat berpengaruh di Kudus pada saat itu, terlebih lagi ada desas-desus bahwa prosesi pemakaman akan dihadiri oleh Soekarno. Bahkan, sangking berpengaruhnya Nitisemito bagi masyarakat Kudus, ada orang yang berkata  “Kamu orang Kudus atau bukan? Mengantarkan Pak Nitisemito tidak mau”. Tidak hanya masyarakat biasa yang berziarah, pemilik usaha rokok di Kudus yang bersaing dengan Nitisemito dan para pejabat daerah pun juga ikut mengantarkan jenazah sang “Raja Kretek”.

Penggambaran Alur Cerita melalui Wirosoeseno dan Filipus

Pada novel Sang Raja, alih-alih disuguhkan sudut pandang Nitisemito, kita dikejutkan dengan penggambaran seorang wartawan yang mencoba menulis ulang kisah Nitisemito. Dari sinilah Iksaka Banu mencoba menyediakan sudut pandang lain melalui hasil tulisan wartawan Bardiman Sapari. Iksaka Banu juga mencoba menulis kisah Nitisemito melalui sudut pandang karyawannya, Wirosoeseno dan Filipus Techterhand.

Novel ini sangat kaya dalam hal penggambaran cerita. Kita tak hanya disuguhkan penggambaran kondisi pabrik N.V Nitisemito (nama perusahaan Nitisemito) pada saat itu. Kita juga disuguhkan kehidupan Wirosoeseno, seorang priayi dari lereng Gunung Merapi dan Filipus Techterhand, seorang Belanda totok dari Batavia yang membuat kita tahu bagaimana kondisi kehidupan seorang priayi dan seorang Belanda pada saat itu. Setidaknya kita mengetahui kondisi sosial hingga kondisi politik pada masa itu yang tergambar jelas dari kisah kehidupan Wirosoeseno dan Filipus. Meskipun begitu, novel ini tidak kehilangan fokus untuk membahas sang “Raja Kretek”. Mereka berdua menceritakan bagaimana bisa bekerja di tempat Nitisemito dan bagaimana pandangan pribadi mereka berdua tentang Nitisemito.

Mereka disatukan sebagai kawan yang sama-sama bekerja di bawah komando sang “Raja Kretek”. Mereka berdua dibuat kagum dengan pribumi yang konon buta huruf ini, pribumi yang bisa membangun sebuah “gebrakan” perekonomian.

Menjamurnya industri rokok di Kudus tidak menggentarkan Nitisemito dalam menjalankan usahanya. Karena dengan banyaknya pesaing rokok di Kudus, Nitisemito sangat menjaga betul mutu Rokok Bal Tiga. Nitisemito pun langsung mengimpor cengkeh dari Afrika. Bukan hanya menjaga mutu rokok, Nitisemito juga mengimpor bungkus rokok Bal Tiga dari Jepang untuk menghindari pemalsuan rokok Bal Tiga.

Beruntungnya, dengan kualitas rokok yang baik, hal ini juga dibarengi dengan pengiklanan yang baik. Nitisemito pun tidak enggan mengucurkan dana untuk iklan, sebut saja dia mensponsori kelompok teater, membangun bioskop dan siaran radio untuk iklan. Walaupun dunia sedang dilanda krisis ekonomi tahun 1929 yang dikenal sebagai Black Tuesday, Nitisemito malah semakin gila-gilaan dalam pengiklanan. Puncaknya di Bandung dan Jakarta di mana Nitisemito menyewa pesawat untuk mempromosikan Rokok Bal Tiga.

Meskipun Nitisemito sangat piawai dalam menjalankan roda perusahaan, Filipus mengatakan bahwa Nitisemito terlalu boros. Nitisemito sangat sembrono dalam menggunakan uang perusahaan. Tidak jarang uang perusahaan dipakai untuk kepentingan pribadi. Namun, Wirosoeseno dan Filipus tetap kagum dengan Nitisemito yang pantang menyerah dan selalu konsisten dalam menjamin mutu Rokok Bal Tiga.

Pribumi tetaplah pribumi, tokoh yang dikagumi oleh Filipus itu tetap duduk dilantai ketika persidangan. Sangat miris ketika majikannya yang telah memberi Filipus penghidupan harus duduk lebih rendah darinya.

Sudut pandang dari dua karyawan ini sangat membantu kita dalam membayangkan kondisi jalannya usaha N.V Nitisemito. Mulai dari desas-desus wanita simpanan Nitisemito, desas-desus keikutsertaannya di pergerakan nasional, kondisi ketika Pabrik Nitisememito ditutup, sampai pergantian tonggak kepemimpinan “Kerajaan Kretek”.

Nitisemito dalam Revolusi Indonesia

Selain menyelamatkan perekonomian penduduk pribumi yang ada di Kudus, Nitisemito juga dikenal aktif dalam pergerakan Nasional. Nitisemito seringkali mendonasikan uangnya guna mendukung pergerakan nasional. Nitisemito pun pernah mengundang Soekarno dan tokoh-tokoh pergerakan ke vilanya di Salatiga guna mendukung pergerakan nasional. Puncaknya saat agresi militer Belanda 1947-1949 di mana Nitisemito menawarkan pabriknya sebagai markas militer dan dapur umum guna mendukung para pejuang kemerdekaan.

Wirosoeseno sangat kagum ketika melihat Pabrik N.V Nitisemito, dia hampir tak percaya ada seorang pribumi yang bisa mendirikan bagunan yang megah dan mempekerjakan ribuan karyawan. Nitisemito adalah seorang revolusioner bagi pribumi, darinya para pribumi terinspirasi untuk bangkit dan mandiri. Nitisemito membuktikan bahwa seorang pribumi tidak hanya bisa menjadi jongos.

Muhammad Akhlal

Editor: Galih Gesang Sejati

Tags: bukuKudusNitisemitoResensi
Previous Post

Merayakan Hari Pendidikan dari Rumah

Next Post

Dear Desainer, Jangan Ada Kesembronoan Lagi di Antara Kita

Next Post
Dear Desainer, Jangan Ada Kesembronoan Lagi di Antara Kita

Dear Desainer, Jangan Ada Kesembronoan Lagi di Antara Kita

Ekspresionline.com

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • BLOG
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY