Judul film: Blade Runner 2049
Tahun rilis: 2017
Genre: Fiksi ilmiah, aksi, drama
Asal negara: Amerika Serikat
Sutradara: Denis Villeneuve
Distributor: Warner Bros. Pictures
Ekspresionline.com–Pernahkah kalian berpikir tentang peradaban umat manusia di masa depan? Ya, di mana teknologi semakin maju dan kebanyakan aktivitas manusia dibantu oleh kecerdasan buatan. Sebagian orang berpikir bahwa masa depan umat manusia pasti akan menjadi lebih baik, dengan adanya teknologi masa depan yang lebih canggih daripada teknologi yang kita punya sekarang.
Tak dapat dihindari bahwa terdapat dampak positif juga negatif, dengan adanya teknologi yang maju. Dampak positif yang dapat dirasakan berupa kemudahan aktivitas sehari-hari dan interaksi sesama manusia yang menjadi mudah. Akan tetapi, manusia dapat menyalahgunakan kemajuan teknologi tersebut. Manusia cenderung menerima sebuah godaan untuk merusak ketika dia memiliki kekuatan teknologi di tangannya.
Hal ini direpresentasikan di dalam film yang berjudul “Blade Runner: 2049” oleh Denis Villeneuve. Mulai dari penyimpangan norma, kerusakan lingkungan, dan pembunuhan, semua tergambarkan dalam film ini. Film ini memperlihatkan pada kita, tentang gambaran peradaban umat manusia di tahun 2049. Pada tahun itu, manusia dengan ide gilanya dapat menciptakan makhluk tiruan dari manusia dan dijadikan pekerja. Sangat gila, bukan?
Film yang disutradarai oleh Denis Villeneuve ini menjadi sekuel dari film Blade Runner, rilis pada tahun 1982 dan disutradarai oleh Ridley Scott. Selain itu, terdapat 3 prekuel video pendek sebelum film Blade Runner 2049. Prekuel-prekuel tersebut berjudul Blade Runner Black Out 2022, 2036: Nexus Dawn, dan 2048: Nowhere to Run yang dapat disaksikan di kanal YouTube Warner Bros. Pictures.
Mengambil latar pada tahun 2049, Blade Runner 2049 bercerita tentang perburuan replicants atau manusia buatan yang menjadi masalah. Mereka diburu karena memberontak untuk dijadikan sebagai budak oleh Tyrell Corporation, sebuah perusahaan pembuat replicants yang hancur karena banyaknya replicants yang memberontak. Mereka yang memburu para replicants disebut dengan julukan blade runner.
Film Blade Runner 2049 mengisahkan tentang Opsir K atau K (Ryan Gosling), seorang blade runner sekaligus replicant buatan Wallace Corporation, yang bekerja untuk Los Angeles Police Department. Opsir K menemukan rahasia dibalik kisah Rick Deckard (Harrison Ford), seorang blade runner di film Blade Runner tahun 1982. Hal ini membuat Opsir K akhirnya melacak keberadaan Rick Deckard yang sudah menghilang selama 30 tahun.
Masa Depan Peradaban Manusia di Era Cyberpunk
Di dalam film, kita disajikan pemandangan futuristik Kota Los Angeles yang kental akan teknologi canggih dan gaya hidup menengah-kebawah dengan nuansa cyberpunk. Menurut Neon Dystopia, cyberpunk adalah subgenre dari cerita fiksi ilmiah yang menampilkan sains dan teknologi canggih di masa depan dengan unsur distopia perkotaan. Menurut merriam-webster.com, istilah cyberpunk pertama kali ditemukan oleh seorang penulis bernama Bruce Bethke yang menulis buku Cyberpunk pada tahun 1980.
Genre cyberpunk dapat diidentifikasi dengan adanya perusahaan-perusahaan besar dengan teknologi canggih dan dunia gelap yang penuh dengan prostitusi, geng, kejahatan, dan narkoba secara bersamaan. Selain itu, warna ungu cyan, latar perkotaan, dan suasana malam hari menjadi ciri khas dari cyberpunk. Genre ini juga menggunakan musik elektronik, synthwave, dan ambient sebagai ciri-cirinya dalam teks multimodal, seperti film. Istilah ini menjadi lebih populer dengan adanya film Blade Runner tahun 1982 dan Blade Runner 2049 yang menggunakan unsur cyberpunk.
Namun, kalau kamu mendambakan masa depan umat manusia akan menjadi seperti utopia, hal semacam itu tidak berlaku di Blade Runner 2049. Film ini menggambarkan bahwa masa depan tidaklah seindah seperti yang kita bayangkan. Hal ini dapat terjadi karena adanya kombinasi antara teknologi canggih dan kualitas hidup yang rendah (high tech vs low life). Dapat dikatakan bahwa dunia dalam Blade Runner 2049 adalah kebalikan dari utopia, yaitu distopia.
Di sisi lain, Blade Runner 2049 juga menggambarkan ekosistem dan kota yang telah rusak, ditunjukkan dengan satu pohon yang sudah mati dengan setangkai bunga kuning. Hal ini diperkuat oleh tokoh Mariette (Mackenzie Davis) yang berkata kalau dia belum pernah melihat pohon selama hidupnya. Selanjutnya, Kota Las Vegas yang seharusnya penuh dengan gemerlapnya lampu-lampu kasino, di dalam film hanyalah daerah tak berpenghuni yang beradiasi dan dipenuhi kabut oranye. Selain itu, tempat pembuangan sampah dijadikan panti asuhan dan tempat pengolahan rongsokan oleh masyarakat kecil.
Batasan antara Manusia dan Replicants
Di dalam film, kita diperlihatkan replicants buatan Wallace Corporation yang tunduk pada “majikannya” seolah-olah mereka tidak memiliki kehendak bebas. Terlebih, mereka tidak diperbolehkan untuk mempunyai emosi. Mereka hanya menjalankan perintah tuannya tanpa mengkhawatirkan apa yang akan terjadi pada mereka.
Namun, pada beberapa adegan, kita diperlihatkan bahwa Opsir K (Ryan Gosling) dan Luv (Sylvia Hoeks), 2 replicants buatan Wallace Corporation, memperlihatkan sisi emosional mereka. K dapat merasakan cinta dari kekasih hologramnya, Joi (Ana de Armas), dan dia dapat menangis ketika terluka parah. Di sisi lain, Luv dapat menangis karena telah melanggar sifat seorang replicant, yaitu tidak pernah berbohong.
Dari peristiwa tersebut, apakah ini berarti bahwa replicants merasakan apa yang manusia tulen rasakan? Bukankah perasaan jatuh cinta dan sedih itu juga dirasakan manusia yang “dilahirkan”? Kalau para replicants merasakan apa yang manusia asli rasakan, bukankah mereka seharusnya pantas disebut manusia?
Sayang sekali, terdapat batasan yang digunakan masyarakat untuk membedakan manusia asli dengan replicants. Batasan tersebut yaitu “dilahirkan” dan “tidak dilahirkan”. Batasan inilah yang digunakan para manusia asli untuk menempatkan posisi mereka pada posisi yang lebih tinggi di masyarakat.
Diskriminasi dalam Blade Runner 2049 sudah bukan tentang ras dan etnis, namun tentang siapa yang dilahirkan dan tidak dilahirkan. Masyarakat dalam film ini diperlihatkan sering mendiskriminasi Opsir K dengan kata-kata kasar. Bahkan, satu-satunya entitas yang peduli dan menyayangi K hanyalah Joi, kekasih hologram dengan kecerdasan buatan.
Di sepanjang film, kita diperlihatkan bagaimana sang tokoh utama menjalani kehidupannya yang penuh dengan kesepian dan diskriminasi. Hal tersebut menunjukkan betapa depresifnya dunia di Blade Runner 2049. Mungkin, gambaran inilah yang ingin ditunjukkan oleh sang sutradara kepada para penonton.
Eksistensi Jiwa dan Arti Menjadi Manusia
Blade Runner 2049 berhasil membuat indera penglihatan mengalami kesulitan dalam membedakan manusia dan replicants. Di sepanjang film ini, anatomi tubuh dan perilaku para replicants sangatlah persis dengan manusia. Sangat sulit bagi para penonton film untuk membedakan antara manusia dan replicants.
Berbicara tentang replicants di dalam film, terdapat dua pertanyaan yang layak untuk dibahas, yaitu: apakah replicants merupakan makhluk yang memiliki jiwa selayaknya manusia? Lantas, apa arti sebuah jiwa? Setidaknya, pertanyaan inilah yang terngiang di kepala setelah beberapa kali menonton film ini. Hal ini terpikirkan karena sang tokoh utama, K, berkata “To be born is to have a soul, I guess.”
Salah satu teori yang terkenal terkait jiwa adalah teori dari Aristoteles. Aristoteles dalam faculty.washington.edu berkata: “The soul is the first actuality of a natural body that has life potentially.” Dapat disimpulkan bahwa jiwa manusia tidak dilihat dari bentuk tubuh manusia, tetapi dari aktualitasnya, yang substansinya merupakan bagian dari tubuh manusia, yang bersifat abstrak dan non-material.
Selain itu, menurut philosophynow.org, jiwa dapat diartikan sebagai kesadaran. Menurut Thomas Nagel, kesadaran suatu makhluk adalah bagaimana rasanya menjadi makhluk tersebut. Dalam artikelnya “What Is It Like to Be a Bat?” (1974), Nagel menjelaskan bahwa terdapat dunia yang bersifat subjektif dari sudut pandang suatu makhluk jika makhluk tersebut menjadi seekor kelelawar. Dengan demikian, kesadaran dapat didefinisikan sebagai pengalaman subjektif yang berbeda pada setiap makhluk.
Di dalam film, Opsir K dan replicants lainnya menunjukkan tanda kalau mereka mempunyai kriteria dari jiwa berdasarkan teori-teori di atas. Mereka mempunyai substansi non-material yang ada eksistensinya dan mengendalikan substansi material mereka, yaitu tubuh. Mereka juga sadar bahwa mereka itu sejatinya eksis dan memiliki sudut pandang tentang bagaimana menjadi diri mereka sendiri di dalam dunia subjektif mereka.
Dengan adanya alasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa replicants benar-benar memiliki jiwa. Lalu, kalau mereka memiliki jiwa, apa yang membuat jiwa “buatan” tersebut berarti?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, emosi dan kehendak bebas adalah dua hal yang menjadikan mereka manusia. Hal ini terlihat ketika replicants mengekspresikan emosi mereka. Sebagai contoh, K dapat merasakan kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan.
Selain itu, arti dari menjadi manusia ditegaskan oleh seorang replicant bernama Freysa (Hiam Abbass). Freysa berkata: “Dying for the right cause is the most human thing we can do.” Kutipan ini menegaskan bahwa mati demi tujuan yang benar dapat menjadikan replicants sebagai manusia. Fakta bahwa mereka memiliki tujuan hidup dan mampu menjadi “manusia” daripada manusia asli menjadi arti tersendiri dari eksistensi jiwa para replicants.
Tentang Blade Runner 2049
Blade Runner 2049 memberi pengalaman menonton film yang mengesankan. Film ini menyajikan alur cerita, latar tempat, dan aspek-aspek filosofis yang kental. Aspek-aspek filosofis inilah yang membuat para penonton bertanya-tanya tentang jiwa dan arti menjadi manusia.
Di samping itu, para aktor dan aktris tampil impresif di dalam film ini, terutama Ryan Gosling. Ryan Gosling memerankan tokoh Opsir K dengan sangat baik. Dia memerankan Opsir K dengan perasaan mati rasa terhadap dunia, sebagaimana tokoh Opsir K ditampilkan sebagai seorang replicant yang dipandang rendah di masyarakat.
Selain itu, penggambaran dunia pada tahun 2049 yang depresif memberi kesan tersendiri di dalam film. Extreme wide shot yang memperlihatkan latar tempat di film ini memberi kesan tersendiri bagi para penonton saat menonton film ini. Dengan teknik inilah pemandangan dunia futuristik yang suram dapat tergambarkan.
Penggunaan CGI (Computer Generated Imagery) dalam menampilkan wajah Rachael (Sean Young), tokoh replicant lama di Blade Runner tahun 1982 sangatlah keren. Tokoh lama diperankan oleh actor yang bertambah usia dapat ditampilkan sesuai dengan wajahnya di Blade Runner tahun 1982. Selain itu, persis dengan film fiksi ilmiah populer lainnya, CGI dalam Blade Runner 2049 terlihat realistis tanpa detail yang rusak.
Dengan durasi 2 jam 44 menit, Blade Runner 2049 menyuguhkan alur cerita menarik yang lumayan mudah dipahami. Penonton dapat mengerti keseluruhan cerita tanpa menonton film Blade Runner tahun 1982 dan sekuel-sekuel sebelumnya. Bagi kalian yang berharap akan ada banyak adegan aksi di dalam film, jangan meninggikan ekspektasi kalian karena hanya akan ada sedikit adegan aksi. Hal ini selaras dengan cerita film ini yang lebih menekankan aspek-aspek filosofis.
Film ini menghadirkan simbol-simbol yang mempunyai makna tersendiri, yaitu simbol mata. Pada awal film, kita diperlihatkan extreme close-up mata seseorang. Simbol mata seringkali dianggap sebagai jendela jiwa. Arti ini meluas di dalam Blade Runner 2049 menjadi persepsi dalam membedakan sesuatu yang nyata dan tidak nyata. Fakta bahwa Niander Wallace (Jared Leto), pemilik Wallace Corporation, merupakan orang buta menjadi ironi tersendiri karena replicants buatannya tidak buta.
Selain mata, tone warna kuning dan oranye pada beberapa adegan juga menjadi simbol dan memiliki makna tersendiri. Warna kuning menyimbolkan informasi baru pada film. Setiap terdapat informasi baru yang berpengaruh terhadap jalannya cerita, tone warna kuning akan muncul. Warna oranye di dalam film menyimbolkan kewaspadaan dan misteri. Tone warna oranye muncul ketika tokoh utama, K, tiba di Las Vegas untuk mencari informasi.
Mungkin, beberapa orang menganggap Blade Runner 2049 ini sebagai film gagal. Durasi yang cukup panjang dan sedikitnya adegan aksi mungkin akan membuat kita bosan. Namun, terlepas dari hal tersebut, Blade Runner 2049 merupakan film yang layak ditonton. Film ini memberikan kesan tersendiri yang tidak didapatkan ketika menonton film lain.
Sang sutradara film, Denis Villeneuve, menyajikan pengalaman yang mengesankan dalam film ini. Mulai dari sinematografi, CGI, alur cerita, dan aspek-aspek filosofis, semua disajikan dengan luar biasa. Tak heran kalau Blade Runner 2049 ini mendapat rating 8/10 di IMDb dan skor 88% di Rotten Tomatoes.
Erwin Tri Bawono
Editor: Rizqy Saiful Amar