Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Resensi Buku

Cantik itu Luka: Kecantikan Membawa Malapetaka

by Selvia Era Rahayu
Monday, 18 July 2022
4 min read
0
Cantik itu Luka: Kecantikan Membawa Malapetaka

Ilustrasi buku Cantik itu Luka/Oleh Shafa Salsabilla.

Share on FacebookShare on Twitter

Judul: Cantik itu Luka

Penulis: Eka Kurniawan

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama: Mei 2004

Tebal: 537 halaman

ISBN: 978-602-03-1258-3

“Tak ada kutukan yang lebih mengerikan daripada mengeluarkan bayi-bayi perempuan cantik di dunia laki-laki yang mesum seperti anjing di musim kawin.”

Ekspresionline.com–Bak sebuah aib, kutipan di atas menunjukkan kejengkelan Dewi Ayu atas bayi perempuan keempatnya yang lahir ke dunia. Dewi Ayu, si pelacur yang mati untuk hidup kembali. Rasanya menarik memikirkan bahwa Dewi Ayu mungkin bukan manusia. Tetapi pada kenyataannya, Dewi Ayu adalah manusia. Manusia yang kecantikannya mampu menyihir lelaki manapun untuk naik ke atas ranjangnya. Namun meskipun kecantikannya terkenal di penjuru Halimunda, sebuah kota kecil di mana ia tumbuh tanpa ayah dan ibu, Dewi Ayu hidup dalam silsilah kutukan yang memaksanya bangkit dari kuburan.

Kutukan Dewi Ayu sudah tumbuh kuat dan jahat bahkan sebelum dirinya menjadi seorang pelacur. Ini bermula dari tragedi kakeknya yang menyebabkan Dewi Ayu harus menanggung kutukan mengerikan tersebut. Bahkan secara tragis, kutukan itu masih terus berlanjut ketika Dewi Ayu sudah mati dalam balutan kain kafan yang ia persiapkan sendiri.

Sebelum mati, tentu saja, Dewi Ayu sang pelacur yang sudah tidur dengan 172 lelaki melahirkan empat anak. Ketiga anak perempuannya cantik bak dewi. Alamanda si anak sulung menikah dengan Shodancho yang menaklukannya dengan obat tidur di atas ranjang, Adinda menikah dengan komunis Kamerad Kliwon yang pernah tidur dengan Alamanda, dan si cantik Maya Dewi yang paling mirip Dewi Ayu kemudian menikah dengan si preman Halimunda bernama Maman Gendeng yang juga pernah meniduri Dewi Ayu selaku mertuanya sendiri.

Tak sampai di sana saja, tak kalah tragisnya, si bungsu yang dinamai Cantik oleh Dewi Ayu namun mempunyai paras seburuk-buruknya manusia itu juga harus terikat dalam lingkaran setan buatan ibunya. Si Cantik buruk rupa yang bercinta dengan pamannya sendiri dan berakhir dalam ironi mengenaskan. Tak ada yang lepas dari kutukan mengerikan tersebut. Mulai dari bagaimana mereka hidup untuk lelaki kemudian ditinggal mati sendirian dan kesepian.

Seolah mewakili masa yang kelam akan peradaban perempuan, Eka Kurniawan mengambil latar belakang sejarah dari masa kolonialisme hingga pasca-kemerdekaan. Di mana posisi perempuan pada masa itu, tak lebihnya selalu terkungkung dalam kamar lelaki. Melihat awal mula Dewi Ayu yang cantik jelita menjadi tokoh sentral sebagai pelacur dengan ideologi realistisnya, kita diajak untuk memaklumi pilihan hidup Dewi Ayu pada saat itu dan dibuat takjub akan segala pemikiran-pemikirannya. Kemudian ketika anak keempatnya lahir ke dunia dan Dewi Ayu menginginkan anak bungsunya itu mati saja, kita juga turut lebur pada keinginannya dan tidak dapat menampiknya.

Seolah-olah, Eka Kurniawan menciptakan Dewi Ayu dari semua bumbu yang dimiliki wanita. Dengan racikan tersebut, Dewi Ayu menjadi hidangan lezat bagi kita semua terutama perempuan yang membacanya. Kita tak dapat menyalahkan Dewi Ayu karena sebagai perempuan, kita paham betul apa yang hidup dalam benak-benak ajaibnya. Demikian juga ketika kita melihat bagaimana sisi tak masuk akal dari Dewi Ayu yang bangkit dari kuburan, namun kita akan tetap memakluminya seiring membaca lembar demi lembar novel ini.

Tak hanya menghadirkan tokoh Dewi Ayu yang memiliki pemikiran logis dalam hidupnya, kita akan dihadapkan pada tokoh-tokoh lain yang membangun keseluruhan cerita dengan porsi yang pas dan mengguggah keingintahuan pembaca. Alur yang maju-mundur menjadi daya tarik novel ini. Kadang-kadang kita akan dibuat bertanya-tanya apakah tokoh ini sudah ada di halaman sebelumnya atau tokoh ini adalah tokoh yang tadinya hanya kita kira sebagai tokoh sampingan saja. Novel ini berhasil membuat pembaca untuk berputar arah demi mengetahui kemunculan tokoh tersebut di lembar sebelumnya.

Membaca novel Cantik itu Luka membutuhkan konsentrasi yang tidak main-main, sekali kehilangan arah dari plot cerita, kita akan dihadapkan kebingungan tentang peran tokoh tersebut. Meskipun Dewi Ayu dianggap tokoh sentral dalam Cantik itu Luka, namun kita akan diajak untuk berkelana pada tiap kisah manusia lain yang diciptakan Eka Kurniawan. Bahkan di beberapa plotnya, Eka Kurniawan menghadirkan humor ironi yang mengajak pembaca untuk tertawa sarkas. Seperti pada kebangkitan hantu komunis pasca pembantaian massal orang-orang komunis di Halimunda, kita akan diajak berpikir, benarkah itu hantu komunis atau hanya gambaran hantu propaganda yang ada?

Infografik Mengenal Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan/Oleh Shafa Salsabilla.

Tak terlepas dari semua premis yang coba dibangkitkan oleh Eka Kuniawan, pada dasarnya novel ini bermakna tunggal. Dewi Ayu sang Dewi Aprodhite yang terkenal sepenjuru Halimunda menjadi kunci utama dari hadirnya semua tokoh dalam novel. Dari Dewi Ayu yang harus menjadi pelacur itu kita akan membuka mata, bagaimana wanita cantik selalu menjadi objek seksual empuk bagi lelaki.

Juga dari ketiga anak Dewi Ayu yang sama rupawannya, kita juga tak bisa menampik bahwa pada dasarnya perempuan akan selalu dijadikan alat pemuas nafsu lelaki dalam keadaan lajang maupun sudah menikah. Di akhir cerita, oleh anak bungsunya yang buruk rupa, kita dibuat sadar pada kenyataannya lelaki mulai tak memedulikan paras wanita. Ketika kecantikan menjadi luka, yang ada akhirnya adalah kebutuhan akan kelamin pria saja. Entah cantik atau tidak, perempuan mana saja bisa dikawini tanpa harus memiliki rupa menawan. Seperti kutipan Eka Kurniawan dalam novelnya,

“Apa yang salah dengan perempuan buruk rupa? Mereka bisa dientot sebagaimana perempuan cantik.”

Kalimat itu agaknya begitu pas melihat saat ini bahkan wanita gila, wanita tua hingga mayat pun diperkosa. Kita bahkan tak bisa menutup mata bagaimana Cantik itu Luka masih dapat mewakili keadaan saat ini tentang perempuan dan selangkangnya, ideologi setiap tokohnya, hingga mitos-mitos mistis yang hidup di antara masyarakat. Eka Kurniawan tanpa ragu membedah semua unsur dari unsur komedi, surealisme, sejarah, filsafat, sampai horor mistik untuk dapat menuangkan segala ide liar dan gilanya dalam novel Cantik itu Luka. Tak mengherankan, ketika Sang Pengarang novel masterpiece ini menerima penghargaan Prince Clause Award 2018 atas keseluruhan karya-karya yang dilahirkannya.

 

Selvia Era Rahayu

Editor: Rosmitha Juanitasari

Previous Post

Derita Transgender di Dunia Online

Next Post

Warga Dusun Wiyu Gelar Upacara Adat Baritan Sedekah Bumi Kenduri Rojokoyo

Related Posts

Yang Bertahan dan Mati Perlahan

Friday, 6 December 2019
Tentang Perempuan yang Tak Punya Pilihan

Tentang Perempuan yang Tak Punya Pilihan

Sunday, 24 November 2019
Mendobrak Kesucian Max Havelaar Melalui Mitos dari Lebak

Mendobrak Kesucian Max Havelaar Melalui Mitos dari Lebak

Saturday, 9 November 2019

Jokowi Harus Belajar Jadi Koplak!

Tuesday, 5 November 2019
Sastra dan Pendidikan Bahasa di Era Budaya Siber

Sastra dan Pendidikan Bahasa di Era Budaya Siber

Thursday, 31 October 2019
Ironi dan Melankolia Cinta Pak Tua

Ironi dan Melankolia Cinta Pak Tua

Wednesday, 31 July 2019
Next Post
Warga Dusun Wiyu Gelar Upacara Adat Baritan Sedekah Bumi Kenduri Rojokoyo

Warga Dusun Wiyu Gelar Upacara Adat Baritan Sedekah Bumi Kenduri Rojokoyo

Ekspresionline.com

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • BLOG
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY