Ekspresionline.com–Teater Garasi kembali menggelar pementasan teater bertajuk ”Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” pada 2-3 Juli 2023 di Jogja Nasional Museum Bloc, Yogyakarta.
Disutradarai oleh Yudi Ahmad Tajudin, pementasan ini merupakan bagian dari rangkaian Performa ARTJOG 2023. Uniknya, pementasan tersebut memanfaatkan berbagai media dengan menerapkan silang media antara teater, video game, dan sinematografi. Nantinya, penampilan ini juga akan dipentaskan dalam Djakarta Internasional Teater Platform (DITP) di Jakarta pada 17-18 Agustus 2023.
Untuk dapat menyaksikan pementasan ini penonton harus merogoh kocek sebesar Rp100.000,- untuk reguler, Rp175.000,- untuk VIP, serta harga khusus mahasiswa dan pelajar sebesar Rp80.000,-. Terisi penuhnya bangku penonton menunjukkan respon positif dan antusiasme dari lintas generasi.
”Waktu Batu. Rumah yang Terbakar” menyikut persoalan duka ekologis yang tengah melanda dunia. Penggambaran mengenai sampah tak hanya termuat dalam dialog antar pemain, tetapi juga menjadi bagian penting dari kostum para aktor dan tata panggung.
Yudi Ahmad Tajudin menyebutkan bahwa penerapan silang media dalam pementasan ini diharapkan mampu menyampaikan pesan mendalam terkait duka ekologis kepada anak muda.
”Karakter game dari visual, peristiwa, gestur, itu coba kami kayakan dibanding tahun lalu [”Waktu Batu” versi sebelumnya]. Harapannya isunya ecologycal grief itu kemudian jadi lebih nyambung ke temen-temen penonton yang lebih muda,” ungkap Yudi yang ditemui di JNM Bloc, Sabtu (1/7/2023).
Selain menggambarkan duka ekologis melalui alam, ketertindasan perempuan pun turut terkandung dalam pementasan ini. Hal tersebut dapat dilihat dari salah satu adegan yang menampilkan sesosok perempuan dengan gaun pendek berwarna merah. Selain itu, terdapat pula pembahasan mengenai kerja domestik yang seakan hanya wajib dikerjakan oleh perempuan.
Ditemui di tempat yang sama, Luna Kharisma, selaku asisten sutradara, menyebutkan bahwa adegan tersebut menggambarkan dampak krisis lingkungan terhadap perempuan.
”Kami lebih membicarakan tentang kemarahan. Murka. Di situlah kemudian kostum-kostum itu bekerja. Jadi itu sebetulnya bukan sedang ingin mengeksploitasi tubuh, tetapi bagaimana sebetulnya tubuh perempuan itu adalah yang segera terdampak atas peristiwa-peristiwa krisis lingkungan yang terjadi,” terang Luna pada Sabtu, (1/7/2023).
Raihan Robby, salah seorang penonton, mengaku berbagai isu yang dibawa dapat tersampaikan kepada penonton tergantung dengan bagaimana setiap penonton mengutip isu-isu tersebut. Robby juga membahas salah satu bagian yang menurutnya menarik.
“Salah satu yang menarik, ketika Mbak Enji Sekar membacakan kuliah bahasa Inggris dan banyak aktor laki-laki minta makan. Itu sesuatu yang menarik juga, aku menangkap isunya,” tutur Robby kepada awak Ekspresi pada Rabu (5/7/2023).
Selama proses hingga pementasan teater ”Waktu Batu. Rumah yang Terbakar”, Yudi menyatakan dapat berjalan lancar berkat kontribusi dari seniman-seniman yang dilibatkan, termasuk seniman muda.
”Mungkin karena yang dilibatkan, seniman-seniman yang dilibatkan itu, mereka terbuka kemudian excited, somehow entah kenapa prosesnya mudah,” jelas Yudi.
Sejalan dengan pernyataan sang sutradara, Luna juga berpendapat keterbukaan memuluskan proses hingga pementasan teater.
”Aku pikir Mas Yudi sangat terbuka dengan komentar, dengan masukan dari teman-teman yang muda dan itu sangat membantu kami,” terang Luna.
Feninda Rahmadiah
Reporter: Feninda, Haya, Annaila, Shafa
Editor: Mudita Wulandari