Judul: Lepas dari Bayang Rasa Tak Mampu
Penulis: Christine Anggraini
Penerbit: PT Elex Media Komputindo
Cetakan: Pertama, Maret 2022
Tebal Buku: 88 halaman
ISBN: 978-623-00-3192-2
“Hal-hal yang menimbulkan emosi negatif tetap akan kita ingat hingga dewasa walaupun tidak semua hal, karena peristiwa yang terlalu menyakitkan bisa jadi kita pendam di alam bawah sadar agar tidak terlalu menyakitkan.”
Ekspresionline.com–Saya rasa, apabila membaca buku ini Anda akan setuju dengan kutipan di atas. Christine berhasil membuat saya ikut merasa berada di dalam bukunya. Mendefinisikan sumber dari perasaan tak mampu merupakan hal penting untuk memahami insecurity dalam diri kita. Berdasarkan perspektif psikologi, apa pun yang berhubungan dengan kita dapat menjadi sumber dari insecurity.
Insecurity bukan sesuatu yang asing lagi pada masa ini. Kita dapat dengan mudah menemukan kata insecurity di berbagai hal, contohnya di media sosial, percakapan antar teman, atau bahkan dalam diri kita sendiri. Insecurity tidak hanya berkaitan dengan rasa minder atau kurang percaya diri. Rasa tidak aman, rasa tidak mampu, ketakutan, serta keraguan juga termasuk ke dalam bentuk insecurity.
Lepas dari Bayang Rasa Tak Mampu merupakan sebuah buku yang membahas akar dari perasaan tidak mampu atau insecurity dalam diri manusia. Penulis membawa kita memahami diri dengan kejadian yang dekat dengan kita, mulai dari keluarga, lingkungan akademis, pertemanan, maupun dengan pasangan. Tidak hanya bermodalkan teori-teori psikologi, penulis juga memberikan contoh yang sesuai dengan kehidupan saat ini, misalnya dalam hubungan seperti fenomena ghosting, rasa takut untuk menikah maupun menjalin hubungan, fenomena friends with benefit, dan lain sebagainya.
Buku ini juga membahas bullying yang tidak kalah seringnya kita temukan di masa ini. Bullying yang terjadi pada seseorang, ternyata dapat berbuntut rasa insecurity. Ketika seseorang mendapatkan perilaku bullying maka dampak yang dirasakan adalah perasaan tidak berharga dan tidak diinginkan. Penulis mengaitkan pembahasan ini dengan kisah pribadinya sehingga dari buku ini kita tidak hanya mendapat sebatas teori yang sulit dimengerti.
Rasa Tak Mampu Dapat Bersumber dari Siapapun
Perasaan tidak mampu atau insecurity dalam bahasa modern tentu dapat bersumber dari siapapun, termasuk orang terdekat kita. Untuk memahami rasa tak mampu dalam diri kita, penting untuk mengetahui dari mana sumber perasaan ini. Buku ini menjelaskan bahwa ada empat sumber perasaan tidak mampu, yaitu pola asuh keluarga, kelekatan, berpikir negatif, dan mekanisme pertahanan ego.
“Merasa tidak yakin dengan pendapat sendiri, meragukan ide-ide yang dimiliki dan pada akhirnya merasa tidak mampu dan tidak pantas untuk mengemukakan pendapat.”
Saya mengutip salah satu bagian dalam buku ini dan mungkin dari kita ada yang merasakan hal serupa. Perasaan tidak mampu mengutarakan pendapat tentu tidak muncul begitu saja. Sejak kecil kita disuguhkan aturan dalam keluarga dengan pola asuh orang tua. Misalnya, orangtua dengan tipe otoriter akan memberikan batasan dengan tegas dan tidak memberikan peluang besar kepada anak untuk berpendapat. Pola asuh orang tua yang demikian dapat menjadi sumber dari perasaan tidak mampu itu sendiri. Kelekatan yang terjalin antara orang tua atau keluarga dengan anak juga dapat menjadi sumber perasaan tidak mampu dalam diri seorang anak.
“Perasaan kita adalah hasil dari pemikiran kita”. Kalimat yang saya dapatkan dalam buku ini ketika dipikirkan memang benar. Perasaan tidak mampu yang kita miliki juga dapat bersumber dari dalam diri kita sendiri. Ketika kita memikirkan sesuatu hal yang negatif walaupun kenyataannya hal yang terjadi baik, kita akan tetap merasa buruk. Hal ini juga menjadi bentuk dari sumber perasaan tidak mampu, yang mana kita lebih memilih tidak melakukan apa pun karena kalah dengan pikiran negatif. Manusia membutuhkan ego sebagai mekanisme pertahanan dalam dirinya. Mulai dari perasaan tidak aman, perasaan tidak mampu, perasaan rendah diri, perasaan gagal, dan perasaan bersalah. Selain itu, perasaan tidak mampu juga dapat bersumber dari lingkungan akademis, pertemanan, dan pasangan.
“Berapa banyak dari kita yang siap mencintai namun tidak siap kehilangan? Berapa banyak dari kita yang lupa bahwa perpisahan adalah bagian dari perjumpaan.”
Pertanyaan penulis yang tidak perlu dijawab, melainkan digunakan untuk berkaca. Bagi seorang dewasa yang memiliki pasangan tentu harus menyadari hal ini. Rasa takut akan kehilangan dapat menjadi perasaan tidak mampu untuk menghadapinya. Bisa saja kita sekedar memendam, tapi tidak bisa menghapus kenyataan. Untuk dapat lepas dari perasaan tidak mampu, kita perlu mengenal diri. Mengenal diri berarti menggali kekuatan, kelemahan, serta potensi dalam diri kita.
Penulis sebagai seorang Psikolog Klinis berhasil mengemas teori psikologi dengan menarik, ringkas, dan mudah dipahami. Meski begitu, pada buku ini terdapat diksi asing yang tidak dijelaskan maknanya dan mungkin kurang familiar bagi pembaca awam. Buku ini akan berguna bagi pembaca yang belum, ingin, atau sulit mengenali dirinya. Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghadapi diri sendiri.
Karisma Nur Fitria
Editor : Azzahra Zaizafun