Ekspresionline.com–Tahun ini, International Women’s Day (IWD) kembali diperingati melalui aksi di Titik Nol Yogyakarta pada hari Sabtu (08/03/2025). Mengusung tema “Perempuan Bangga Anti Ditata”, agenda ini turut diramaikan dengan pembacaan puisi, orasi, monolog, teater, tari, dan musik.
Aksi IWD 2025 yang terselenggara di Yogyakarta diinisiasi oleh Komite IWD Yogyakarta, yang merupakan gabungan individu, organisasi, dan kelompok yang berkumpul untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. Berbagai unsur warga sipil di Yogyakarta yang terlibat di antaranya individu, mahasiswa, hingga organisasi semacam PKBI, Sindikasi, SP Kinasih, Rifka Anissa, Samsara, dan LBH.
Ainun, salah satu panitia IWD Yogyakarta 2025, menuturkan bahwa IWD tahun ini bertujuan untuk merespons berbagai persoalan yang ada di Indonesia akhir-akhir ini. Ada pun isu-isu yang disoroti semacam pemangkasan dana Komnas Perempuan, penanganan kasus kekerasan berbasis gender, kemudian PHK yang dialami teman-teman difabel.
“Banyak isu yang mulanya datang dari negara, yang kemudian perlu sekali bagi kita untuk terus merawat ingatan, juga merawat jejaring untuk terus bersuara dan melawan,” terang Ainun ketika dihubungi Ekspresi melalui WhatsApp (09/03/2025).
Sehubungan dengan tema “Perempuan Bangga Anti Ditata”, IWD Yogyakarta 2025 ingin menyampaikan bahwa perempuan bisa merancang gerakan-gerakan sosialnya sendiri, yang terbukti melalui aksi di Titik Nol tersebut.
Dalam selebaran rilis sikap IWD 2025, dijelaskan bahwa terminologi “wanita” merupakan singkatan dari wani ditata. Dalam rilis sikap, terminologi tersebut dinilai ngaco, karena menganggap perempuan tidak bisa menata diri sendiri.
Lewat selebaran rilis sikap IWD Yogyakarta 2025, isu yang disoroti dalam aksi ini adalah efisiensi anggaran pendidikan dan kesehatan yang mengikis hak masyarakat untuk cerdas dan sejahtera. Isu tersebut kemudian merambah ke isu PHK sepihak, stigma terhadap aborsi aman, diskriminasi teman-teman LGBTQ+, dan anggaran teman-teman difabel yang dipangkas.
Dalam rilis sikapnya, IWD 2025 menjelaskan bahwa di Indonesia, masih terjadi berbagai penindasan dan diskriminasi dari berbagai kalangan. Penindasan dan diskriminasi itu kemudian memperharum heteropatriarki, mengikis kesetaraan dan kebebasan, bahkan mengusik otonomi individu atas tubuhnya sendiri.
“Gerakan seperti ini harus tetap hidup dan menyala agar hal-hal yang mengejutkan [dari] rezim bisa kita respons bareng-bareng dengan cepat juga. Secepat rezim itu merusak hak kita [dan] merampas hak kita,” tambah Ainun.
IWD 2025 di Yogyakarta juga menyampaikan tuntutan dalam aksi tempo hari (08/03/2025). Terdapat lima tuntutan dan rinciannya yang disampaikan melalui rilis sikap. Lima tuntutan tersebut di antaranya:
- Bangun ruang aman dan inklusif di segala sektor dan tingkatan.
- Wujudkan lingkungan kerja tanpa diskriminasi dan kekerasan serta jamin upah layak dan hak-hak pekerja.
- Solidaritas dengan setiap kelompok yang mengalami diskriminasi, stigma, represi, dan penjajahan.
- Buka seluasnya dan fasilitasi akses informasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta ragam gender dan seksualitas di berbagai sektor dan tingkatan.
- Hentikan perampasan ruang hidup dan perusakan lingkungan, serta jamin akses air bersih.
Ada pun tuntutan tersebut seturut dengan pesan IWD di Titik Nol Yogyakarta, yaitu merawat merawat gerakan, wacana, dan solidaritas.
“Kami berpikir bahwa di Titik Nol ini massanya itu lebih banyak yang bisa terpapar dengan isu [yang dibawa]. Tidak hanya masyarakat Jogja, tapi juga masyarakat sekitar Malioboro,” terang Ainun.
Persiapan IWD 2025 di Yogyakarta telah melalui proses panjang. Selama persiapan menuju puncak acara pada 8 Maret 2025, terdapat agenda-agenda semacam urun rembug dan konsolidasi, baca buku bersama Bawa Buku, dan sarasehan perempuan bersama Permenkes.
Ainun takjub dengan massa aksi yang hadir. “IWD kemarin keren banget, berbeda dari IWD [tahun-tahun] kemarin yang cerah terang benderang. IWD kali ini kita hujan-hujanan. Aku enggak tahu apakah karena ini krisis iklim yang perlu kita tanggapi lagi, tapi IWD kemarin sangat bermakna karena kita lebih intimate sama teman-teman,” kenang Ainun.
Ainun berharap, makin banyak elemen masyarakat yang terlibat dan bersolidaritas bersama untuk IWD selanjutnya. Selain itu, ia juga berharap dengan adanya aksi IWD ini, menghantarkan pada kemenangan tanpa adanya kekerasan apa pun itu.
“[Saya berharap] makin banyak perempuan yang berani mengekspresikan dirinya, makin banyak bentuk cara kita mengekspresikan, makin banyak metode dan cara agar pesan-pesan anti-kekerasan dan kesetaraan hadir di berbagai level,” pungkas Ainun.
Faza Nugroho
Reporter: Faza Nugroho, Asyiraa Salsabilla
Editor: Rosmitha Juanitasari