Ekspresionline.com–Pada Kamis (22/08/2024) pagi pukul 09.20 WIB, setidaknya ribuan demonstran yang terhimpun dari berbagai kalangan masyarakat telah memadati Lapangan Parkir Abu Bakar Ali. Mulai dari mahasiswa, dosen, buruh, PKL Malioboro, lembaga masyarakat, dan individu merdeka, bergerak secara bersama-sama melawan kesewenang-wenangan pemerintah terhadap konstitusi.
Berbekal dress code berwarna gelap, poster, dan makanan secukupnya, para demonstran berkumpul di lantai dasar lapangan parkir tersebut dalam barisan yang terstruktur. Panas kemarau semakin terasa menyengat ketika mereka bernyanyi dan melebarkan poster yang menggaungkan kondisi darurat demokrasi di Indonesia.
Sesuai dengan hasil konsolidasi yang dilakukan satu hari sebelum demonstrasi dilancarkan dalam Forum Cik Ditiro, kegiatan ini dinamakan aksi damai. Dengan demikian, dalam aksi ini para demonstran akan berjalan menyusuri Jalan Malioboro hingga Titik Nol sebagai puncak titik aksi.
Tuntutan yang dibawa dalam demonstrasi ini ialah pembatalan RUU Pilkada yang dirancang oleh DPR untuk menjegal putusan MK. Pasalnya, pada beberapa waktu yang lalu, MK telah mengeluarkan putusan yang mengabulkan permohonan dari Partai Gelora dan Partai Buruh.
Permohonan tersebut berisi pemberian kesempatan bagi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD agar tetap bisa mengusung calon kepala daerah tanpa perlu membentuk koalisi. Selain itu, permohonan juga menyorot batas ambang usia calon kepala daerah yaitu berusia 30 tahun ketika pendaftaran. Putusan ini tentu saja dinilai oleh beberapa pakar, salah satunya Mahfud MD, sebagai putusan yang dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Akan tetapi, putusan yang berpihak pada peningkatan demokrasi ini malah ingin ditolak oleh DPR. Para anggota dewan tersebut mencoba untuk mengembalikan aturan threshold pada aturan sebelumnya, yakni 20% hingga 25% juga batas usia calon kepala daerah berusia 30 tahun saat jadwal pelantikan.
Publik menyadari gelagat nepotisme ini melalui indikasi Kaesang Pangarep (sebagai anak dari Jokowi) yang akan mendaftarkan diri sebagai wakil kepala daerah. Meskipun saat pendaftaran usianya belum genap 30 tahun, tetapi nantinya, ketika pelantikan sebagai wakil kepala daerah, usianya akan genap 30 tahun.
Oleh sebab itu, masyarakat menjadi geram dengan perilaku pemerintah yang sewenang-wenang terhadap aturan konstitusi. Mereka menilai perilaku dari para pemerintah ini sama saja dengan mengangkangi konstitusi demi keinginan pribadi.
Para demonstran mulai bergerak dari Lapangan Parkir Abu Bakar Ali menuju Titik Nol pada pukul 11.00 WIB dengan membawa keresahannya dalam orasi dan poster selama menyusuri Jalan Malioboro. Mereka berjalan dalam satu barisan dengan tali rafia di sisi kanan dan kiri barisan tersebut. Hal ini difungsikan agar tidak ada oknum yang mencoba menyusup masuk ke dalam barisan dan memprovokasi para demonstran.
Sesampainya di depan Gedung DPRD sebagai titik pertama demonstrasi ini, para demonstran berhenti. Mereka mendengarkan orasi yang disampaikan oleh para orator dari berbagai perwakilan lembaga dan individu merdeka. Para orator secara bergantian menaiki mobil komando untuk berdiri dan menyampaikan orasi mereka dengan berapi-api.
Salah satu orator dari Jaringan Gusdurian menyampaikan keresahannya atas pemerintah yang itu-itu saja (dampak politik dinasti). “Pemimpinnya hanya itu-itu juga, maka dari itu, sekali lagi kita tunjukkan bahwa rakyat lebih berdaulat daripada penguasa,” seru perwakilan Jaringan Gusdurian.
Penggalan orasi tersebut, selanjutnya dibalas dengan pekikan “REVOLUSI!” dari para demonstran secara bersama-sama.
Tak lama setelah berorasi di depan Gedung DPRD, azan zuhur berkumandang. Para orator menghentikan orasinya sejenak untuk mendengar suara azan. Usai lantunan azan berhenti, para orator kembali berdiri dan merebus kata-kata hingga mampu mendidihkan semangat juang para demonstran lainnya.
Mereka kembali berjalan menuju titik berikutnya, Istana Kepresidenan. Selama perjalanan, para demonstran tak henti-henti memekikkan lagu-lagu bertemakan perlawanan seperti “Buruh Tani” dan “Darah Juang”. Selain itu, lagu-lagu bertema kebangsaan seperti “Ibu Pertiwi” dan “Indonesia Pusaka” juga dinyanyikan oleh para demonstran sebagai bentuk refleksi atas perilaku semena-mena para pemerintah.
Setibanya di depan istana yang terletak tepat di sisi barat Jalan Malioboro itu, para demonstran mulai melakukan aksi simbolis. Awalnya perkara aksi ini dihalang-halangi oleh mobil barakuda aparat kepolisian.
Namun, setelah berdialog dengan beberapa demonstran, akhirnya mobil aparat tersebut menyingkir. Para demonstran bersepakat untuk tidak masuk ke dalam istana, melainkan hanya melakukan aksi simbolik.
Beberapa demonstran membagikan telur kepada demonstran lainnya, yang selanjutnya digunakan untuk melempari poster bertuliskan “Jokowi Bapak Politik Dinasti Indonesia”. Dalam poster tersebut, juga tergambar wajah Jokowi, beserta anggota keluarganya yang memiliki jabatan di partai politik dan pemerintahan seperti Gibran Rakabuming (anak), Kaesang Pangarep (anak), Bobby Nasution (menantu), dan Anwar Usman (adik ipar).
Tak berselang lama setelah melakukan aksi simbolik, para demonstran kembali mengarahkan diri sesuai instruksi koordinator aksi untuk melingkar dan mengelilingi mobil komando yang telah berada di pusat Titik Nol. Pada kegiatan tersebut, para demonstran kembali mendengarkan berbagai orasi yang digaungkan oleh para orator.
Fathul Wahid selaku Rektor UII, berdiri dan mulai membacakan puisinya dengan lantang di atas mimbar orasi. Puisi yang dibacakan oleh Fathul Wahid berjudul “Sak Karepmu” yang menginterpretasikan situasi pemerintahan Indonesia yang dikangkangi oleh rezim Jokowi.
“Terserah kamu, di tanganmu kekuasaan laksana pedang tajam menebas cita-cita melukai hati yang tenang, di singgasana emas kau duduk merajai malam, mengabaikan kejujuran yang perlahan menghilang.”
Begitulah bunyi dari penggalan puisi yang dibuat dan dibacakan oleh Fathul Wahid di tengah kerumunan para demonstran. Puisi tersebut dibalas dengan sorak-sorai dan keriuhan para demonstran yang berlanjut pada orator-orator berikutnya.
Setelah semua para orator menyampaikan orasinya, demonstrasi ditutup dengan pembacaan pernyataan tuntutan. Pembacaan tuntutan berakhir pada pukul 16.00 WIB, lalu para demonstran kembali menuju Lapangan Parkir Abu Bakar Ali untuk berkemas dan melanjutkan aktivitasnya masing-masing.
Ghifari Fadhli
Editor: Rosmitha Juanitasari