Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Opini

Kita Manusia “Amfibi”

by ekspresionline
Selasa, 23 Juni 2015
7 min read
0
Kita Manusia “Amfibi”
Share on FacebookShare on Twitter

Hampir setiap hari saya bermain dengan laptop. Terkadang mengerjakan tugas kuliah, nonton film, ataupun menulis seperti yang saya lakukan sekarang ini. Hampir tiap hari juga saya online, bermain jejaring sosial seperti Facebook atau mencari bacaan-bacaan ringan sampai serius di portal-portal online. Tapi satu hal yang saya amati, setiap saya online, bisa dipastikan saya selalu membuka jejaring sosial, misalnya Facebook. Entah itu terjadi juga dengan kawan-kawan atau tidak. Akan tetapi, semua kawan yang saya kenal bisa dipastikan memiliki akun di jejaring sosial. Pun setiap membuka jejaring sosial pasti di sana selalu ramai dengan status dari kawan-kawan. Entah itu celoteh tentang tugas kuliah, ataupun emosi pribadi yang diungkapkan di dunia maya.

Dari pengamatan saya sejak berada di bangku SMA sampai perkuliahan, jejaring sosial selalu menjadi media hiburan di saat jam pelajaran atau kuliah kosong, juga saat berada di perpustakaan sekolah ataupun perpustakaan kampus. Saat melintas di depan orang yang sedang online tak jarang meski sekilas saya melihat tab jejaring sosial pasti ada di browser mereka.

Tak mengherankan, perkembangan teknologi komunikasi khususnya internet telah membawa perubahan yang begitu besar dengan jumlah pengguna yang terus bertambah. Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) melalui Kominfo.go.id, pada Kamis 7 November 2013 merilis pengguna internet di Indonesia mencapai 63 juta orang. Dari jumlah tersebut 95 persennya menggunakan jejaring sosial.

Dikutip dari buku Online: Geliat Manusia dalam Semesta Maya disebutkan bahwa pengguna jejaring sosial Facebook dan Twitter menduduki peringkat atas jumlah pengguna di Indonesia. Hingga tahun 2013 pengguna Facebook di Indonesia  mencapai 35.482.400  dan  pengguna Twitter mencapai 4.883.228 orang. Hal yang menjadi pertanyaan di sini adalah mengapa pengguna jejaring sosial khususnya di Indonesia begitu besar? Pertanyaan ini pun mengarah ke pertanyaan selanjutnya, mengapa orang membuat akun di jejaring sosial?

Beberapa orang mungkin akan menjawab hanya iseng atau coba-coba saat membuat akun di jejaring sosial. Namun, entah mengapa seseorang bisa memiliki keinginan untuk mengakses jejaring sosial setiap kali online. Perilaku seperti ini akan dianggap wajar karena dialami banyak orang. Sederhananya, kita bisa mendapatkan perhatian dari banyak orang hanya dengan menuliskan status di jejaring sosial kapan pun dan dimanapun. Akses yang begitu mudah hanya dalam genggaman. Situasi berbeda dengan mencari teman ngobrol “nyata” yang belum tentu ada setiap saat.

Pun keterbatasan interaksi dengan orang lain baik itu tempat ataupun waktu di dunia nyata tidak terjadi di dunia maya. Internet bukan hanya teknologi, ia merupakan sarana komunikasi massa yang sangat cepat. Ia membuka batas-batas goegrafis dan demografis di mana informasi semakin terbuka.

Kondisi inilah yang bisa jadi menjadi penyebab utama jumlah pengguna jejaring sosial bisa begitu besar, khususnya di Indonesia. Salah seorang pegiat media sosial, Haris El Mahdi mengungkapkan gaya hidup atau lifestyle dunia maya memang telah menjadi subkultur masyarakat modern.

Don Tapscot, salah satu pengamat teknologi dalam bukunya yang berjudul The Digital Economy, Promise, and Peril in the Age of Networked Intelligence menyatakan bahwa perkembangan ekonomi dunia sedang mengalami perubahan dari dinamika masyarakat industri yang berbasis pada pembangunan fisik, seperti baja, kendaraan, dan jalan raya. Beralih ke masyarakat ekonomi baru yang dibentuk oleh silicon, komputer dan networking atau jaringan. Ditandai dengan intensitas yang tinggi penggunaan dan pertukaran teknologi informasi. Salah satu produknya yang banyak digunakan adalah jejaring sosial.

 

Realitas Diri di Ruang Maya

Bentuk dan jenis jejaring sosial pun beragam. Ennoch Sindang mengutip dari tulisan Lester Voit dalam ebook Manfaat Jejaring sosial dalam Ranah Pendidikan dan Pelatihan membagi karakteristik jejaring online khususnya jejaring sosial menjadi lima.

Pertama, partisipasi, di mana jejaring sosial mendorong kontribusi dan umpan balik dari setiap orang yang tertarik. Kedua, keterbukaan, jejaring sosial mendorong voting, komentar dan berbagi informasi. Ketiga, Percakapan, informasi bisa bertukar dari dua arah. Keempat, komunitas, jejaring sosial memungkinkan komunitas terbentuk dengan cepat dan dan berkomunikasi secara efektif.  Kelima, keterhubungan, jejaring sosial berkembang pada keterhubungan mereka. Memanfaatkan link ke situs lain, sumber daya dan orang-orang di sekitarnya.

Dari karakteristik jejaring sosial tersebut, artinya jejaring ini benar-benar memfasilitasi terjadinya komunikasi dua arah dengan cepat dan masif. Luasnya ruang relasi, seseorang bisa mendapatkan perhatian banyak orang dalam waktu singkat. Meski dalam bentuk berupa like, ataupun komentar terhadap apapun yang di postingnya. Hal inilah yang memberi kita kebebasan mau menjadi seperti apa dan dianggap bagaimana oleh orang lain di jejaring sosial. Kita bahkan bisa membangun pencitraan yang berbeda dengan realitas nyata dari seseorang.

Terkadang lucu, jika mendapati fenomena yang terjadi dari adanya jejaring sosial. Seperti salah satu teman di kampus yang memiliki dua karakter berbeda saat ia berada di dunia nyata dengan di dunia maya. Ia memiliki cara berbicara yang kontras saat berkomunikasi di jejaring sosial dan kesehariannya di kampus. Saat beraktifitas di kampus ia menjadi orang yang sangat jarang berbicara. Tapi, kalau dilihat track record-nya di jejaring sosial, ia merupakan sosok yang banyak bicara dan bisa dibilang “alay” dalam berkomentar.

Identitas diri dan lingkungan sangat erat kaitan dan kepentingannya. Ida Fajar Priyanto dalam tulisannya yang berjudul “Identitas Diri dan Dunia Maya” menjelaskan lingkungan terpenting seseorang adalah orang lain. Di dunia maya ataupun nyata, meski kita membangun identitas, memaknai, dan membangun branding atas diri kita, orang lain lah yang menilai. Sama seperti yag diungkapkan Floridi, salah seorang filusuf informasi. Ia mengatakan kita saling membangun identitas dan itu mempersulit kita untuk membangun identitas diri. Banyak orang berbicara tentang diri kita dengan interpretasi sendiri. Lalu menghasilkan identitas diri kita dari kacamata orang lain.

Meski pada dasarnya kita bebas menentukan akan menjadi siapa diri kita, terlepas dari pendapat orang lain. Entah itu saat berada di ruang nyata ataupun maya. Namun, yang harus digaris bawahi, tak semua teman di jejaring sosial kita kenal di dunia nyata. Bahkan terkadang seseorang menjadi begitu dekat dengan orang yang jauh dan menjadi begitu jauh dengan orang yang sebenarnya dekat. Sampai-sampai ungkapan retoris, jejaring sosial menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh.

Dalam ilmu fisika, kata maya digunakan untuk ruang yang berada di belakang cermin. Nia Aprilianingsih dalam tulisannya yang berjudul “Dunia Maya dalam Perbandingan” dalam buku Online menjelaskan bahwa dunia maya merupakan dunia yang “dilipat”. Artinya, dunia maya memiliki kemampuannya memampatkan ruang dan waktu secara bersamaan. Interaksi antar akun yang merepresentasikan diri seseorang di jejaring sosial terjadi dengan sangat mudah tanpa ada batasan geografis.

 

Mencandu Jejaring Sosial

Apakah anda termasuk salah satu pecandu jejaring sosial? Saat anda bangun tidur, hal pertama yang anda lakukan adalah mengambil ponsel dan mengecek status, komentar, atau memberi like pada status seseorang. Saat makanan di restoran dihidangkan, hal pertama yang anda lakukan adalah mengambil ponsel, memotret, dan memasukkannya di Facebook, Instagram, atau Twitter.

Aldo Fransiskus Marsetio, dr., BMedSc seorang dokter umum yang juga sebagai editor medis TanyaDok.com dalam tulisannya “Social Media Addiction: Adiksi, kecanduan Sosial Media” menyebutkan jika anda sering melakukan beberapa kegiatan seperti contoh diatas, maka bisa dicurigai anda sudah kecanduan jajaring sosial.

Universitas Maryland telah melakukan penelitian tentang fenomena kecanduan internet. Dalam riset ini, mereka meminta 200 orang mahasiswa menghentikan akses ke semua jejaring sosial. Setelah 24 jam berlalu, muncul tanda-tanda penolakan mulai dari kecemasan, ketidakmampuan bersikap dengan baik tanpa akses ke jejaring sosial. Susan Moeller, direktur proyek penelitian tersebut mengatakan bahwa banyak mahasiswa menulis bagaimana mereka membenci terputusnya koneksi dengan jejaring, sama halnya dengan pergi tanpa teman dan keluarga.

Dalam jurnal The  Biologist volume 56 nomor 1, Februari 2009, Aric Sigman mengemukakan bahwa kecanduan menggunakan situs jejaring sosial seperti Facebook memberikan dampak negatif pada kondisi  fisik dan pada kondisi psikologis individu. Menurutnya, jejaring elektronik menghancurkan kemampuan anak-anak dan kalangan dewasa secara perlahan-lahan untuk mempelajari kemampuan sosial dan membaca bahasa tubuh, karena terjadinya pengurangan interaksi tatap muka (face to  face).

Pola interaksi yang terjadi di dunia maya memang berbeda dengan pola interaksi di dunia nyata. Di dunia maya, penyampaian informasi bisa dimana saja dan kapan saja. Seseorang hanya perlu duduk di depan piranti atau alat yang terhubung dengan internet. Komunikasi terjadi hanya dengan mengetikkan kata dengan keyboard, menggeser mouse, lalu klik. Kelemahannya kita tak bisa memastikan ekspresi sebenarnya dari lawan bicara.

Berbeda dengan komunikasi tatap muka yang terjadi di dunia nyata dimana seseorang bisa berinteraksi dengan langsung. Melihat gaya bicara dan bergerak lawan bicara. Memungkinkan untuk membaca mimik muka dan gesture. Melihat wajah orang yang sedang berbicara dengan kita sedang kesal atau senang.

Memang di era informasi seperti sekarang, seseorang dituntut untuk lebih aktif mencari informasi. Salah seorang dosen saya pernah mengatakan kalau di zaman sekarang, informasi menjadi modal yang sangat penting untuk dimiliki. Definisi informasi diambil dari kuliah.dinus.ac.id, Informasi merupakan hasil pengolahan dari sebuah model, formasi, organisasi, ataupun suatu perubahan bentuk dari data yang memiliki nilai tertentu, dan bisa digunakan untuk menambah pengetahuan bagi yang menerimanya.

Misalnya, suatu perusahaan bisa berjaya ataupun hancur tergantung dari ada tidaknya informasi yang mereka butuhkan dan cara mereka megelolanya. Media online khususnya jejaring sosial menjadi salah satu media di mana perputaran informasi bisa bergerak dengan sangat cepat.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan penggunaan jejaring sosial. Hal yang perlu diingat adalah internet tetap sebagai “alat”. Berlaku juga untuk produk-produk yang dihasilkan darinya. Sama seperti penemuan-penemuan dunia yang lain. Tinggal bagaimana kita membagi dan mengatur porsi saat bermain-main di dalamnya.

Arde Candra Pamungkas

 


 

Daftar Pustaka

Muawal, Ahmad. 2014. “Ada Alien Berkeliaran di Interner-Alien Modernisme”. Online: Geliat Manusia dalam Semesta Maya. Yogyakarta: EKSPRESI Buku.

Aprilianingsih, Nia. 2014. “Dunia Maya dalam Perbandingan”. Online: Geliat Manusia dalam Semesta Maya. Yogyakarta: EKSPRESI Buku.

Sindang, Ennoch. “Manfaat Media Sosial dalam Ranah Pendidikan dan Pelatihan”. Ebook diakses dari http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/article/893/1-The%20Social%20Media%20-%20Ennoch%20-oks.pdf pada 5 November 2014.

Kementrian komunikasi dan informatika republik  indonesia. Kominfo: Pengguna  Internet  di  Indonesia  63 Juta Orang. Diakses dari http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+ Pengguna+Internet+­ di+indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker diakses pada 5 November 2014.

Firdausi, Nur.  “Perbedaan Tingkat kecanduan Situs Jejaring Sosial Facebook pada Mahasiswa dengan Tipe kepribadian introvert dan Ekstravert”. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses dari  http://repository.upi.edu/509/4/S_PSI_0806943_CHAPTER1.pdf  pada 4 November 2014.

Priyanto, Fajar. “Identitas Diri dan Dunia Maya”. Diakses dari http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/31849948/identitas_diri_dunia_maya-libre.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAJ56TQJRTWSMTNPEA&Expires=1415336871&Signature=FEaht0jIR%2FxwsJWkXFsyQmjadNw%3D pada 7 November 2014.

Previous Post

Ormawa FE Menerima Rema

Next Post

Tak Hanya Soal Putih dan Fisik Melulu

Related Posts

Bagaimana Media Sosial Melanggengkan  Gangguan Melukai Diri Sendiri (Self Injury)?

Bagaimana Media Sosial Melanggengkan Gangguan Melukai Diri Sendiri (Self Injury)?

Jumat, 16 Oktober 2020
Armchair Activism: Cara Malas Mengubah Dunia

Armchair Activism: Cara Malas Mengubah Dunia

Minggu, 4 Agustus 2019
Relasi Romantis Maya dan (Ilusi) Cinta yang Nihil

Relasi Romantis Maya dan (Ilusi) Cinta yang Nihil

Sabtu, 18 Mei 2019
Path dan Fluktuasi Tren Media Sosial

Path dan Fluktuasi Tren Media Sosial

Senin, 24 September 2018

Kebebasan Setengah Hati Media Online

Selasa, 29 April 2014
Hidup itu Roller Coaster

Hidup itu Roller Coaster

Kamis, 14 November 2013
Next Post
Tak Hanya Soal Putih dan Fisik Melulu

Tak Hanya Soal Putih dan Fisik Melulu

Ekspresionline.com

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • BLOG
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY