Ekspresionline.com
  • Selasar
    • Saksama
    • Wara-wara
    • Citra
    • Rona dan Nada
  • Sentra
  • Editorial
  • In-depth
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Wacana
  • Resensi
    • Buku
    • Film
    • Musik
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
    • Profil
    • Obituari
    • Wawancara Khusus
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
  • Selasar
    • Saksama
    • Wara-wara
    • Citra
    • Rona dan Nada
  • Sentra
  • Editorial
  • In-depth
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Wacana
  • Resensi
    • Buku
    • Film
    • Musik
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
    • Profil
    • Obituari
    • Wawancara Khusus
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result

Komnas HAM Tak Punya Hak Eksekusi

Rekomendasi Komnas HAM tidak dilaksanakan Pemda DIY. Mereka beralasan, lembaga ini tak punya hak mengatur pemerintah.

by Bayu Hendra
Sunday, 15 July 2018
0
Home Majalah Analisis Utama
Share on FacebookShare on Twitter

Ahmad Nashih Luthfi, dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Negara (STPN) Yogyakarta, mengatakan bahwa kasus pertanahan di Yogyakarta sudah memasuki ranah pelanggaran HAM. Ia menyayangkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga penegak hak asasi manusia di Indonesia ini lemah dan tidak mengikat. “Masalahnya posisi Komnas HAM tidak punya kekuatan eksekusional yang mengikat. Komnas HAM hanya memberikan rekomendasi dan yang menjalankan tetap pemerintah,” tegasnya saat ditemui di kantornya (15/6).

Hal itu tercermin dari sikap Kepala Biro Hukum Sekretaris Daerah DIY, Dewo Isnu Broto, yang mengatakan bahwa Pemda DIY menolak rekomendasi Komnas HAM. Dewo bersikukuh, pihaknya tidak akan melaksanakan surat rekomendasi Komnas HAM hingga ada keputusan pengadilan. Menurutnya, Komnas HAM sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan pencabutan Instruksi Kepala Daerah 1975  tersebut. “Kecuali kalau putusan pengadilan saya harus mencabut. Pemda tidak akan menanggapi sampai ada keputusan pengadilan yang sesungguhnya seperti apa,” tegas Dewo dilansir dari Harian Jogja (16/9).

Ditanya terkait dengan penolakan Pemda DIY tersebut via telepon, salah satu Komisioner Komnas HAM, Dianto Bachriadi, mengatakan, Komnas HAM secara resmi belum menerima surat penolakan dari Pemda DIY. “Kami tidak pernah mendapatkan surat yang menyatakan bahwa Pemda DIY menolak rekomendasi kami,” tegasnya (12/11). Kalaupun memang iya, kata Dianto, penolakan tersebut belum dinyatakan secara formal oleh Pemda DIY kepada Komnas HAM.

Meskipun demikian, Dianto membenarkan bahwa Komnas HAM tak memiliki kuasa apapun untuk menuntaskan sebuah kasus pelanggaran HAM. “Sebagai sebuah lembaga, Komnas HAM memang masih sangat lemah,” terang Dianto. Lemahnya kuasa Komnas HAM atas sebuah kasus, terang Dianto, membuat keberadaannya tak lebih dari sebuah lembaga pengawasan.

Sebelumnya, pada tanggal 11 Agustus 2014, Komnas HAM mengeluarkan surat rekomendasi bernomor 037/R/Mediasi/VIII/2014. Surat itu berisi imbauan agar Gubernur DIY segera menyatakan tidak berlaku lagi atau mencabut Instruksi Kepala Daerah 1975. Rekomendasi tersebut muncul menanggapi surat yang dikeluarkan Sekretarus Daerah DIY bernomor 593/00531/RO.I/2012 yang dikeluarkan tanggal 08 Mei 2014. Dalam surat itu, Pemda DIY menyatakan Instruksi Kepala Daerah 1975 masih berlaku sebagai sebuah affirmative policy guna melindungi warga pribumi agar kepemilikan tanah tidak beralih kepada warga atau pemodal yang secara finansial memiliki kemampuan lebih atau kuat.

Setahun kemudian, karena rekomendasi tersebut diabaikan, Komnas HAM kembali mengirim rekomendasi yang kedua kepada Gubernur DIY. Kendati demikian, surat bernomor 069/R/Mediasi/VIII/2015 itu juga tak kunjung ditindaklanjuti.

Dianto menambahkan, Komnas HAM memang tidak memiliki kapasitas lebih dari pemberian rekomendasi. Menurutnya, jika rekomendasi memang belum direspons, tindakan yang paling mungkin untuk dilakukan adalah pemberian surat rekomendasi lanjutan yang sifatnya lebih keras, “Kewenangan Komnas HAM memang hanya sebatas pemberian rekomendasi, tidak lebih.”

Keluhan mengenai minimnya wewenang yang dimiliki Komnas HAM sebenarnya sudah diutarakan sejak lama. Saat Peristiwa Lima Belas Januari (Malari), keluarga korban saat itu menyayangkan tidak ada banyak hal yang bisa dilakukan Komnas HAM untuk mengusut tuntas kasus tersebut.  Terbatasnya upaya Komnas HAM dikarenakan  kewenangan penyidikan dan penuntutan atas pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jaksa Agung.

“Masalahnya posisi Komnas HAM tidak punya kekuatan eksekusional yang mengikat. Komnas HAM hanya memberikan rekomendasi dan yang menjalankan tetap pemerintah,” Ahmad Nashih Luthfi.

Wewenang Komnas HAM memang belum bisa sebanyak komisi-komisi lain yang dibentuk pemerintah. Tidak seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempunyai hak untuk melakukan penyidikan higga penetapan tersangka korupsi. Wewenang tersebut diberikan pada KPK karena menurut UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Berbeda halnya dengan Komnas HAM. Meskipun secara hierarki Komnas HAM memiliki posisi sejajar dengan komisi-komisi lain bentukan negara, tapi dalam pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan Komnas HAM harus memberikan laporan kepada presiden dan DPR.

Tugas dan kewenangan Komnas HAM diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Pada Pasal 89 dijelaskan bahwa wewenang Komnas HAM sebatas untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Rekomendasi tersebut, terang Dianto, sangat mungkin untuk diterima maupun ditolak. Meskipun demikian, Dianto mengungkapkan bahwa sikap Pemda DIY yang urung untuk mencabut Instruksi Kepala Daerah 1975, sama artinya telah melanggengkan diskriminasi di Yogyakarta.

Bayu Hendrawati

Laporan oleh Aziz

Indeks Laporan
Laporan 1: Diskriminasi Rasial Pertanahan Yogya
Laporan 2: Mengistimewakan Diskriminasi
Laporan 3: Komnas HAM Tak Punya Hak Eksekusi
Laporan 4: Menghitung Kemenangan di Pengadilan
Laporan 5: BPN DIY Salahi Garis Hierarki Lembaga
Laporan 6: Kebijakan Berjalan Tanpa Dasar
Laporan 7: Masyarakat Belum Paham Instruksi 1975
Laporan 8: Instruksi 1975 Diskriminatif
Laporan 9: Tidak Ada Pribumi dan Nonpribumi
Laporan 10: Sejarah Anti-Tionghoa
Laporan 11: Tionghoa Miskin Kota
Laporan 12: Bias Kelas Aturan Tanah
Opini: Memelihara Ketakutan

Tulisan ini kali pertama tayang di majalah EKSPRESI Edisi XXIX November 2016 “Diskriminasi Rasial Pertanahan Yogya”

Share4TweetSendShare

Related Posts

Pelaksanaan Vaksinasi oleh DISKOP DIY di Jogja Expo Center

Pelaksanaan Vaksinasi oleh DISKOP DIY di Jogja Expo Center

Sunday, 15 August 2021
Azhari Aiyub: Saya Punya Obsesi untuk Menulis Aceh Kembali

Azhari Aiyub: Saya Punya Obsesi untuk Menulis Aceh Kembali

Monday, 9 September 2019
Polemik Diskriminasi Rasial dan Pembebasan Papua

Polemik Diskriminasi Rasial dan Pembebasan Papua

Friday, 6 September 2019
Menikmati Kawasan Malioboro

Menikmati Kawasan Malioboro

Thursday, 21 March 2019
Jadi Mahasiswa Papua di Yogyakarta Susah Mendapatkan Indekos

Jadi Mahasiswa Papua di Yogyakarta Susah Mendapatkan Indekos

Monday, 25 February 2019
AMP dan FRI-West Papua Lakukan Aksi Tuntut Penutupan Freeport

Hujan Pelanggaran HAM di Papua

Thursday, 13 December 2018

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresionline.com

© 2022 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI
  • HUBUNGI KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Selasar
    • Saksama
    • Wara-wara
    • Citra
    • Rona dan Nada
  • Sentra
  • Editorial
  • In-depth
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Wacana
  • Resensi
    • Buku
    • Film
    • Musik
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
    • Profil
    • Obituari
    • Wawancara Khusus
  • Foto
  • Infografik

© 2022 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY