Ekspresionline.com–Pada Rabu (02/11/2022) kemarin, LBH Yogyakarta di kantornya bersama perwakilan warga Wadas dan beberapa organ ekstra lainnya menghelat konferensi pers. Salah satu isi konferensinya ialah penilaian LBH terhadap perizinan tambang di Desa Wadas yang bermasalah.
Danil Ghifari, perwakilan LBH Yogyakarta menceritakan hulu rentetan permasalahan tersebut. Ia berkata jika perkara mulanya bersumber dari proses pengajuan izin tambang yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Jadi, bulan Juli 2021 Dirjen Mineral dan Batu Bara [Minerba], Kementerian ESDM menerbitkan surat nomor AT 178/MB.04/PJB.M 2021. [Isinya] perihal tanggapan atas permohonan rekomendasi Proyek Strategis Nasional [PSN] pembangunan Bendungan Bener,” ucapnya kepada awak pers.
Ia menambahkan, “Surat permohonan yang dikeluarkan oleh Dirjen Minerba, Kementerian ESDM ini berangkat dari permohonan yang diajukan oleh Direktorat Sumber Daya Air, Kementerian PUPR pada bulan juni 2021. Pada intinya dia [Kementerian PUPR] memohon rekomendasi perizinan penambangan [kepada Kementerian ESDM].”
Dalam penilaiannya, Danil menuturkan jika upaya yang dilakukan Kementerian PUPR dan Kementerian ESDM telah melangkahi legalitas izin. Pasalnya, sebelum izin disahkan, aktivitas pretambang telah berlangsung di Wadas sejak 2017.
Hal itu dibenarkan oleh Siswanto, warga Wadas yang ikut dalam konferensi pers. “Ya, sejak awal dari tahun 2017 sampai hari ini ….”
Sementara itu, proses pengukuran tanah dan pemberian uang ganti rugi (UGR) sudah dilakukan. Sanah, salah satu perwakilan dari Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih yang turut mengawal isu Wadas berbicara di depan pers, ” … ini belum dilakukan proses penambangannya … [tetapi] warga sudah menerima UGR 1 ataupun 2.”
Danil menilai jika rencana pertambangan di Desa Wadas memang cacat prosedur izin. “Karena dari Direktorat Sumber Daya Air Kementerian PUPR baru mengajukan permohonan rekomendasi perizinan [pada 2021],” tambahnya.
Sehubungan dengan hal itu, Danil juga pernah melakukan audiensi dengan DPRD Provinsi Jawa Tengah dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO), selaku pelaksana tugas PSN di Wadas. Dalam audiensi yang digelar pada 8 Agustus 2022 tersebut, Danil menyaksikan jika kedua instansi pemerintah itu mengamini pertambangan di Wadas tidak memiliki izin.
Pernyataan selanjutnya datang dari surat terbitan Direktur Jenderal Minerba, Kementerian ESDM. Surat itu memberitahu jika PSN di Wadas tidak memerlukan izin di sektor pertambangan.
Pertama, karena pihak pemangku proyek tambang merupakan instansi pemerintah—dalam hal ini Kementerian ESDM yang membawahi Direktorat Sumber Daya Air. Kedua karena praktik pertambangan di Wadas bukan termasuk ke dalam kategori industri komersial, sebab dikelola mandiri untuk kepentingan negara.
Menanggapi surat tersebut, Danil berkata, “Teman-teman bisa membaca aturan hukum atau peraturan undang-undang dan peraturan pemerintah yang bicara tentang pertambangan minerba ini. Tidak ada satu pun klausul, pasal, atau skema yang membolehkan pertambangan tanpa izin. [Bahkan] untuk alasan dan kepentingan apa pun.”
Danil menambahkan, “Jadi, apa yang dilakukan oleh Dirjen Minerba, Kementerian ESDM ini seolah-olah memposisikan dirinya sebagai ‘hukum’ itu sendiri. Ia [seakan] bisa sewenang-wenang dan menafsirkan apa yang ada dalam peraturan kemudian dia munculkan [menjadi keputusan].”
Mengawal kasus tersebut, LBH Yogyakarta bersama perwakilan warga Wadas, Wahana Lingkungan Hidup, SP Kinasih, dan organ ekstra serta individu solidaritas lainnya hendak menggugat masalah ini ke PTUN Jakarta. Rencananya, mereka bakal menghadiri sidang umum di kantor PTUN Jakarta pada 8 November mendatang.
Abi Muammar Dzikri
Reporter: Abi Mu’ammar Dzikri
Editor: Armand Rizky Putra Gazali