Ekspresionline.com–Dalam menjalankan perannya, perguruan tinggi wajib menaati Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Bunyi dari pasal tersebut memperkuat kedudukan Tridarma Perguruan Tinggi yang terdiri dari tiga kewajiban yakni, pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat. Untuk dapat menjalankan kewajiban tersebut, setiap mahasiswa tentu membutuhkan pembekalan yang bisa mereka dapatkan melalui berbagai program kampus.
Program kampus tersebut boleh jadi turunan langsung dari Kemendikbud, pihak birokrasi, maupun program kerja yang dicanangkan oleh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) kampus. Program-program inilah yang dapat menjadi bekal bagi mahasiswa.
Pembekalan dari kampus pun sebenarnya beragam serta bisa tersalurkan melalui berbagai tangan. Baik itu program yang Ormawa tawarkan maupun pembekalan dalam bentuk softskill yang mulai diberi sejak mahasiswa masih berstatus ”baru”.
Di UNY sendiri misalnya, terdapat program pembekalan softskill terkait leadership. Program ini diserahkan kepada HIMA atau segala sesuatu yang sejajar dengannya dari setiap prodi. Dalam bukunya yang berjudul Pemimpin dan Kepemimpinan, Kartono Kartini berpendapat bahwa kepemimpinan berarti pribadi seseorang yang mempunyai kecakapan serta kelebihan guna mempengaruhi anggota dalam melakukan aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Masih dari penulis yang sama, disebutkan bahwa pemimpin yang andal harus memenuhi beberapa syarat di antaranya ialah baik, bijaksana, penuh rasa kemanusiaan, tidak egoistis, tidak over ambisius, dan tidak gila kekuasaan.
Guna menciptakan mahasiswa dengan jiwa kepemimpinan yang andal, program leadership tentu harus dikemas sebaik mungkin. Siswantoyo, Wakil Dekan Akademik dan Kemahasiswaan, sempat memberi pandangan atas pengemasan yang bisa diterapkan dalam program leadership.
”Di satu sisi kegiatan leadership bisa diukur melalui kompetisi,” kata Siswantoyo saat ditemui di Rektorat Hari, (3/10/2023).
Lebih lanjut, Siswantoyo berpendapat bahwa program pembekalan softskill leadership dapat dikemas seperti kompetisi sebagai praktik, tidak harus workshop atau seminar. Pendapat tersebut tentu sah-sah saja, hanya saja perlu diingat bahwa sebelum melakukan praktik, teori perlu diberikan terlebih dahulu.
Pun tidak dapat dipungkiri, beragam program studi dengan berbagai muara ilmu pengetahuan yang dimiliki UNY tentu membutuhkan konsep pengemasan yang berbeda. Pengemasan dan rangkaian acara perlu dikonsep dengan sedemikian rupa mengikuti kebutuhan Maba. Hal inilah yang coba diterapkan oleh KMSI (Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia).
Inggar Dwi Panjalu, Ketua PKK (Pelatihan Kepemimpinan dan Kepenulisan) KMSI, sempat membagikan pengalamannya ketika menggagas kegiatan. Proposal kegiatan PKK sempat ditolak sebab dicanangkan selama dua hari satu malam, sehingga harus menginap. Inggar mengatakan, panitia bahkan harus menemui Wakil Dekan Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni guna berdiskusi terkait proposal yang mereka ajukan. Tidak langsung mendapat persetujuan, Inggar mengaku pihaknya butuh menemui dan berdiskusi sebanyak dua kali selama dua hari berturut-turut.
”Pada pertemuan pertama, itu [Proposal PKK] sempat ditolak dan besoknya kita bertemu lagi dengan pihak kemahasiswaan dan akhirnya di situ beliau mengizinkan dengan beberapa syarat, yang sebenarnya syarat itu sudah dipenuhi sejak awal,” ujar Inggar saat ditemui di Pendopo Tedjokusumo pada Selasa, (17/10/2023).
Tidak hanya sampai di sana, sempat pula terjadi umpan lambung yang dilemparkan antarbirokrat ketika dana dari PKK seharusnya sudah dapat diambil. Dengan jelas, Inggar menyebutkan bahwa pihak keuangan FBSB sempat mencetuskan bahwa uang telah habis. Sebelum akhirnya, pihak panitia coba menemui salah satu pihak birokrat FBSB dan memperjelas sumber dana.
Kekritisan dalam mengonsep sebuah kegiatan merupakan kunci keberhasilan. Dengan menimbang inti acara dan sasaran peserta, tentu panitia sebaiknya menggunakan kemasan dan pokok bahasan yang telah disesuaikan. Tak dapat dipungkiri, panitia bertanggung jawab penuh atas tujuan yang harus dicapai. Namun, panitia yang berada di bawah naungan kampus tidak dapat berjalan sendiri. Dibutuhkan dukungan baik berupa perizinan dari segi administratif, dana, hingga dukungan morel agar kegiatan dapat berjalan lancar.
Sayangnya, tidak semua pihak bisa mendapatkan hak ini dengan mudah. Meski skeptis adalah hal yang baik, tetapi jangan sampai proses administrasi melunturkan niat Ormawa untuk tetap menjalankan kegiatan dengan dedikasi yang tinggi.
Pembekalan yang diberikan tentu sangat dibutuhkan guna menunjang mahasiswa untuk menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi dan menabur manfaat di tengah masyarakat. Sehingga butuh perhatian khusus untuk membekali para penabur. Walaupun, tentu kampus jauh lebih mencintai medali dan piala yang dapat mendongkrak akreditasinya.
Feninda Rahmadiah
Editor: Majid Kurniawan