Ekspresionline.com–Mediasi ketiga atas gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh empat warga Wadas yang dilakukan di Pengadilan Negeri Sleman kepada pemerintah mengalami kebuntuan, Selasa (19/12). Dalam mediasi ini, Talabudin, Priyanggodo, M. Nawaf, dan Kadir selaku penggugat, meminta pemerintah menghentikan segala proses pertambangan di Wadas dan memindahkan lokasi tambang ke tempat lain.
Pihak pemerintah yang digugat yaitu BBWSSO, BPN Purworejo, Presiden, Menteri PUPR, dan Gubernur Jawa Tengah. Kelima tergugat menyatakan permintaan itu tidak mungkin dipenuhi karena semua proses administratif ataupun kajian sudah dilakukan secara mendalam. Perkara ini akan dilanjutkan dengan proses persidangan karena tidak mencapai kesepakatan.
BBWSSO menyampaikan untuk mengubah penetapan lokasi (penlok) atau menghentikan harus berpatokan pada peraturan perundang-undangan khususnya UU No. 2 Tahun 2012. Pihak BBWSSO juga menyatakan bahwa pemerintah telah memberikan ganti rugi yang layak atas hak yang dimiliki penggugat.
“Intinya, bahwa apa yang menjadi haknya para penggugat sebetulnya secara terukur sudah diganti rugi yang layak oleh pemerintah,” ucap kuasa BBWSSO.
Menanggapi pernyataan BBWSSO, Talabudin mengatakan bahwa gugatan ini bukan mengenai nominal ganti kerugian. “Kami meminta pemerintah menghentikan proses-proses [pertambangan] itu karena menyangkut keselamatan warga sekitar. Kami tidak membicarakan mengenai nominal itu, tidak. Kami ke depan memikirkan tentang keselamatan,” tegas Talabudin.
Talabudin mengkhawatirkan dampak buruk yang akan terjadi karena lokasi tambang berada di atas pemukiman. Saat ini, dalam proses pembukaan lahan untuk akses tambang sudah terjadi beberapa kali banjir lumpur.
Kuasa dari Gubernur Jawa Tengah mengungkapkan bahwa kebijakan pertambangan di Wadas sudah tertata dari regulasi dan kajian logisnya. Pihaknya juga meminta agar penggugat mempertimbangkan tawaran ganti kerugian dan mendiskusikan lagi apabila nominalnya belum sesuai dengan keinginan penggugat.
“Sebab ada yang lebih penting dari kegiatan pelaksanaan ini, yaitu untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat sipil,” tutur kuasa dari Gubernur Jawa Tengah.
Pernyataan tertib administratif dan kajian pada kenyataanya tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Banyak prosedur maladministrasi yang dilakukan pemerintah, di antaranya penerbitan IPL (Izin Penetapan Lokasi), AMDAL, RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), dan pengukuran tanah oleh BPN.
BBWSSO menjelaskan mengenai ganti kerugian personal dari setiap penggugat. Ganti kerugian untuk Priyanggodo telah disalurkan melalui BRI dan sudah dapat dicairkan. Ganti kerugian milik Talabudin sedang diproses di Lembaga Manajemen Aset Negara. Sementara, tanah milik keluarga Nawaf menurut BBWSSO tidak masuk dalam data penlok milik mereka.
Nawaf menyanggah pernyataan BBWSSO karena dalam penlok yang ditempel di Balai Desa Wadas, tanahnya termasuk dalam wilayah pertambangan. Nawaf mempertanyakan jika tidak masuk ke dalam penlok, mengapa pihak keluarganya beberapa kali diminta menyerahkan berkas-berkas untuk memenuhi pemberkasan terkait pelepasan tanah oleh pihak pemerintah desa.
Menanggapi pertanyaan Nawaf, BBWSSO menegaskan kembali bahwa tanahnya tidak masuk ke dalam penlok yang akan ditambang.
Fenita Istiqomah
Editor: Ayu Cellia Firnanda