Ekpresionline.com–Suara Muhammad Haryanto lugas terdengar dalam temaram lampu di ruang kantor Indonesian Visual Art Archive (IVAA) pada Rabu (15/6/2020) malam. Malam itu, Nanang—sapaan akrab Haryanto—tengah memberi sambutan dalam pembukaan pameran seninya. Ia adalah seorang tukang pijat tunanetra yang belakangan menekuni seni pembuatan wayang bersama Ki Samidjan di Sanggar Wayang Limbah.
Meskipun ia menekuni seni pembuatan wayang, bukan wayang yang menjadi objek dari karya seninya. Dalam debut pamerannya, Nanang menampilkan sembilan lukisan yang dilengkapi dengan cetak timbul huruf Braille. Karyanya ini dinamai sebagai Seni Raba.
Melalui karyanya, Nanang ingin menyampaikan perasaan, pemikiran, dan pengalamannya sebagai tunanetra. Nanang berharap perspektif tunanetra dapat dipahami lebih jelas oleh pemerintah, perusahaan, dan masyarakat luas lewat pesan dalam lukisan itu.
Dia menuangkan pesan-pesan kesetaraan hingga hak-hak disabilitas yang tidak diperhatikan. Menurut Nanang masih banyak hak penyandang disabilitas yang belum dipenuhi.
”Uang cetak sekarang tidak ada simbol yang bisa diraba tunanetra seperti cetakan lama,” kata Nanang ketika diwawancarai. Padahal, simbol itu memudahkannya untuk mengenali nilai uang yang dipegangnya. ”Sekarang pakai aplikasi [gawai pintar] pembaca uang, tapi berbayar,” tambahnya.
Dia juga mengeluhkan beberapa aplikasi gawai pintar yang mewajibkan swafoto. Nanang berpendapat itu menyulitkannya untuk mengakses layanan dalam aplikasi. ”Kenapa tidak pakai nomor KTP saja supaya saya bisa [akses] sendiri,” tambah Nanang.
Tak hanya itu, menurutnya penyandang disabilitas seringkali dijadikan objek sasaran suara ketika pemilu. “[Kami] dimintai KTP kalau jelang pemilu tanpa tahu untuk apa,” kata Nanang.
Keresahan-keresahan itu dituangkan Nanang dalam lukisan seni rabanya. Dia melukis suara untuk pemenuhan hak-haknya.
Nanang juga mengajak pengunjung pameran menyelami perspektifnya sebagai tunanetra. Salah satunya adalah perspektif Nanang tentang cantik dan tampan. Bagi Nanang, kecantikan dan ketampanan terdapat pada perilaku tiap manusia. ‘Kamu baik maka kamu cantik, kamu budiman maka kamu tampan’, demikian judul salah satu lukisannya.
Selain itu, Nanang juga menyematkan pesan kesetaraan di lukisan yang diberi judul ’Tunanetra Tidak Bisa Rasis’. ”Saya tunanetra sejak lahir, makanya tidak bisa rasis. Saya tidak tahu warna kulit hitam, putih, coklat itu seperti apa,” ujar Nanang.
Direktur IVAA, Lisistrata, menyambut baik pameran seni raba karya Nanang di kantornya. Menurutnya, ada nilai estetika tersendiri dari karya Nanang. ”Estetika tidak hanya yang kita lihat, tapi juga prosesnya. Kupikir estetikanya [pada karya Nanang] ada di relasi sosial,” katanya.
Lisistrata menjelaskan pameran ini merupakan hasil kolaborasi IVAA bersama Wayang Limbah. Dia juga menyampaikan bahwa karya Nanang akan dipamerkan selama satu bulan penuh terhitung sejak Rabu (15/6/2020). ”Selama sebulan pada jam kerja, Senin sampai Jumat,” tuturnya.
Foto dan teks: Fajar Yudha Susilo
Editor: Nugrahani Annisa