/ /

Membicarakan Sosok Anarki di dalam Kumpulan Puisi Nabi Kesengsaraan

Kegiatan Waton Diskusi: Menimbang Sosok Anarki dalam Puisi pada Rabu (2/7/2025). Foto oleh Mat Al-amin Kraying/Susastra KMSI UNY.

Ekspresionline.comSusastra KMSI UNY menggelar diskusi buku kumpulan puisi yang berjudul Nabi Kesengsaraan di Halaman Gedung Amri Yahya UNY pada Rabu (2/7/2025). Acara ini bertajuk Waton Diskusi: Menimbang ’Sosok’ Anarki dalam Puisi. Dalam diskusi ini, Susastra bekerja sama dengan Hellish Poets Conspiracy dan Talas Press selaku penerbit buku Nabi Kesengsaraan.

Susastra turut menggandeng beberapa pihak lain untuk meramaikan acara diskusi di antaranya KMSI UNY, Sasmita, Perpusjal DIY, HIMA PBSI, HIMA SERUKER, UNSTRAT, KMSI UGM, Bengkel Sastra, LPM Sikap, LPM Ekspresi, LPM Arena, dan LPM Philosofis. Dengan menempatkan kata ”waton” sebagai wajah diskusi, setiap peserta dipersilakan untuk berpendapat dengan bebas, terbuka, dan tanpa aturan seperti yang tertulis di poster.

Acara dimulai dengan penampilan pembacaan puisi oleh Sasmita Teater KMSI UNY. Dimulai dengan Astin yang membacakan puisi berjudul “Kesedihan”, lalu dilanjut pembacaan puisi oleh Alvin dengan puisi berjudul “Saat Kesedihan Duduk di Sampingmu”. Setelahnya, pemantik yakni Fathur mulai membuka diskusi.

Seorang peserta diskusi melempar pertanyaan terkait puisi berjudul “Haliwawar”. Dirinya bertanya pemaknaan atas kata yang sekaligus menjadi judul dalam puisi tersebut, yakni kata Haliwawar. Kemudian, peserta lain mengatakan bahwa dalam bahasa Sunda Haliwawar berarti waktu tengah malam yang persisnya sekitar pukul 03.00-03.30. Setiap peserta mulai saling melempar tanya dan dugaan terkait estetika, kebahasaan, hingga konsep anarkisme yang termuat di dalam kumpulan puisi tersebut.

Pedro, mahasiswa UGM sekaligus peserta diskusi, menyoroti bagaimana melalui diskusi ini peserta diajak untuk berpendapat dan mengenal anarkisme. Pedro sendiri sangat tertarik ketika membicarakan hakikat anarkisme.

”Bahwa [anarkisme] bukan sebuah tindakan ugal-ugalan atau represi terhadap aparat, tetapi suatu tindakan untuk melawan, di mana melawan ketiadaan [peran] pemimpin,” tutur Pedro saat diwawancarai awak Ekspresi pada Rabu (2/7/2025) di Halaman Gedung Amri Yahya.

Brian, mahasiswa UGM sekaligus peserta diskusi, sepakat bahwa pembahasan mengenai anarkisme menjadi hal yang perlu disoroti. Selain itu, Brian juga berpendapat bahwa pembahasan mengenai kebebasan puisi menjadi hal yang tak kalah menariknya.

”Yang kusoroti dan menurutku paling mantap gitu adalah kebebasan puisi itu yang berani menganalogikan tentang surgawi dan duniawi, Tuhan dan nabi-nabi kesengsaraan. Itu menarik banget,” jelas Brian saat diwawancarai pada Rabu (2/7/2025).

Di sisi lain, Pedro mengapresiasi Susastra yang mampu menghadirkan acara ini sebagai wadah ruang diskusi nonformal. Dengan keberadaan ruang nonformal ini, Pedro menilai ruang ini dapat dimanfaatkan untuk mengupas hal-hal yang tak dapat dibicarakan di ruang formal.

”Aku sukanya Waton Diskusi ini, soalnya dia [Waton Diskusi] mencoba untuk membungkus diskusi dengan cara nonformal. Ruang formal itu bukan jelek, tapi ada hal yang gak bisa dijangkau, dibicarakan, atau dikupas oleh ruang formal,” tambah Pedro.

Brian sendiri berharap diskusi ini akan lebih ideal apabila memiliki output atau tindakan lanjutan. Brian menilai akan lebih bagus bila diskusi ini memiliki karya yang nantinya dapat menjadi solusi atas isu-isu yang belakangan hadir.

”Kita perlu ada output-nya, gitu. Nah itu bagus sekali kalau misalnya kita mencari pesan-pesan dari para penyair yang relevan dengan kehidupan sekarang. Terus kita juga memberikan output ataupun karya untuk menyelesaikan perkara atau isu yang ada di dunia saat ini,” pungkas Brian.

Acara ditutup dengan penampilan oleh Sasmita Musik KMSI UNY. Sasmita Musik membawakan musikalisasi puisi berjudul “Derai-Derai Cemara”, “Doa Seorang Nelayan”, “Kwatrin Sebuah Poci”, “Kepada Hawa”, dan “Sebuah Buku Harian”. Beberapa musikalisasi puisi tersebut merupakan hasil alih wahana sastra oleh KMSI UNY dan As-Sarkem.

 

Feninda Rahmadiah

Reporter: Feninda Rahmadiah

Editor: Pramestya Kinanti Nurimastuti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *