Ekspresionline.com–September berselang, Oktober pun datang. Meskipun demikian, kemasygulan September masih ingin saya kenang. Hal yang paling lekat dengan September adalah peristiwa Gerakan 30 September (G30S). G30S dan seringnya disandingkan dengan “PKI” adalah satu di antara peristiwa yang mengubah tatanan perpolitikan Indonesia hingga saat ini. Sarat akan sejarah dan lekat dengan kontroversi. G30S seakan menjadi isu temporal tiap bulan Sepetember datang. Tak lupa, dalang sebenarnya masih belum dapat dipastikan siapa sebenarnya.
Dewasa ini, di sosial media seperti TikTok, berseliweran video-video dalam beranda FYP (for your page) saya terkait siapa dalang dibalik G30S. Nama Soekarno hingga Soeharto, tak luput disebut. Ada yang menyebut Soekarno, ada yang menyebut Soeharto. Tapi, ya, namanya juga video TikTok. Tidak ada penjelasan lebih rinci dan hanya menyebutkan satu tokoh.
Saya pribadi termasuk orang yang lebih suka tidak menyandingkan “PKI” dengan G30S. Karena ada banyak sekali literatur dan sumber bacaan yang mencoba menguak tentang siapa sesungguhnya dalang dari G30S. Setidaknya ada delapan teori yang saya temukan terkait siapa dalang dari peristiwa G30S.
Teori Inggris dalam buku Britain’s Secret Propaganda War 1948-1977
Kita mulai teori yang mengemukakan bahwa dalang dari G30S adalah Inggris melalui agen rahasianya, Norman Reddaway. Cerita dimulai dari peristiwa sebelumnya di mana Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat pada umumnya menyetujui kemerdekaan Indonesia karena berjuang melawan komunis. Tetapi seiring perjalanan waktu, Indonesia justru semakin dekat kepada komunis. Khususnya setelah tahun 1956, Mohammad Hatta mundur dari jabatan wakil presiden.
Soekarno yang menjadi pemimpin tunggal kala itu berlaku sangat idealis. Ia menolak bantuan-bantuan asing, kemudian cenderung ke kiri [sosialis-komunis]. Alasannya karena orang-orang kiri adalah orang-orang yang anti Nekolim (Neokolonialisme-Imperialisme). Lebih fatal lagi ketika akhirnya Soekarno mengundurkan diri dari PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) karena memilih untuk konfrontasi dengan Malaysia. Malaysia kala itu adalah negara persemakmuran Inggris. Jelas, Inggris sangat tidak rela kalau Malaysia diobok-obok oleh Indonesia. Apalagi kalau nanti Malaysia sampai bergabung dengan Indonesia.
Michael O. Billington dalam Executive Intelligence Review yang terbit pada 8 Juni 2018, menuliskan bahwa Inggris dan Amerika Serikat menggebu-nggebu untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno. Tepatnya saat Indonesia memutuskan konfrontasi dengan Malaysia. Tapi belakangan, Inggris menjadi marah. Sebabnya, Amerika Serikat terus-menerus memberi bantuan ekonomi pada Indonesia. Inggris kemudian mengambil jalan sendiri, sebuah keputusan yang disambut positif kabinet Amerika yang sedang fokus pada Perang Vietnam.
Tahun 1965, Kepala Kementerian Luar Negeri Inggris Joe Garner diketahui memberi 100.000 poundsterling kepada Norman Reddaway demi melakukan apapun untuk menyingkirkan Soekarno. Reddaway sendiri adalah seorang agen Inggris yang sangat hebat. James Bond di dunia nyata ini diutus ke Indonesia dengan dua misi.
Pertama untuk mengisolir Soekarno, dan kedua adalah memporak-porandakan PKI. Soekarno harus terisolir dari seluruh pengaruh dunia luar, khususnya pengaruh komunis. Sedang PKM mesti diporak-porandakan hingga nama baiknya hancur. Hanya ada satu kata untuk PKI, kejam! Cara Reddaway melakukannya adalah dengan meminta Ali Moertopo dan Soeharto untuk melancarkan kudeta.
Yang pertama membuat Soekarno terisolir dari seluruh pengaruh dunia luar, termasuk dari pengaruh-pengaruh komunis. Yang kedua, Partai Komunis Indonesia (PKI) harus dibuat sedemikian rupa sampai nama baiknya hancur. Hanya ada satu kata untuk PKI, “kejam”. Maka Reddaway membuat propaganda agar PKI disebut “kejam”. Cara Reddaway melakukannya adalah dengan meminta Ali Moertopo dan Soeharto untuk melancarkan kudeta.
Peristiwa G30S itu adalah peristiwa yang benar-benar membuat Soekarno terisolir sampai ia meninggal dan PKI yang dituduh sebagai pelakunya. Menurut pengakuan Reddaway sendiri dalam Britain’s Secret Propaganda War 1948-1977, penggulingan Soekarno adalah salah satu kudeta paling sukses yang pernah dilakukan oleh pemerintah Inggris di luar negeri.
Teori PKI (Teori yang dipakai pemerintah Indonesia sampai saat ini)
Teori yang kedua menyebut bahwa pelaku dari G30S itu adalah memang PKI. Teori ini yang dipegang oleh pemerintah Indonesia sampai saat ini. Partai Komunis Indonesia (PKI) digambarkan sebagai sebuah partai politik yang tidak nasionalis. Karena bagaimanapun juga komunisme itu memang tidak nasionalis. Vladimir Lenin dalam bukunya State and Revolution mengemukakan bahwa tujuan dari revolusi komunis adalah menciptakan masyarakat proletariat komunis secara global. Lebih lanjut dari itu untuk menciptakan masyarakat komunis tanpa kewarganegaraan.
Bagi orang-orang komunis, negara sama halnya seperti agama. Keduanya merupakan alat pemecah belah kemanusiaan. Karena itu pula, ketika komunis ada di Indonesia, ia berbenturan terus dengan Angkatan Darat yang didoktrin untuk sangat nasionalis.
Tahun 1960-an PKI sudah menjadi partai politik terkuat di Indonesia baik di akar rumput maupun hubungannya yang sangat dekat dengan Soekarno. Tetapi PKI tidak memiliki senjata karena PKI hanya sekedar partai politik yang semua anggotanya adalah masyarakat sipil. Runalan Soedarmo dan Rini Sri Muslimin dalam Peranan Sjam Kamaruzzaman Dalam Gerakan 30 September 1965 (Jurnal Artefak Vol.2 No. 1 – Maret 2014) mengemukakan bahwa Aidit (Ketua PKI saat itu) memiliki teori bahwa jika PKI memiliki setidaknya 30% kekuatan militer Indonesia, maka ia bisa aman melakukan kudeta. Teori ini kemudian melatarbelakangi dibentuknya biro khusus yang menjadikan anggota-anggota angkatan bersenjata sebagai kader PKI yang kemudian diketuai oleh Sjam Kamaruzaman.
Maka sejak tahun 1960-an itu pula, PKI mencoba untuk menginfiltrasi angkatan bersenjata di Indonesia. Angkatan Udara pada akhirnya menjadi pro terhadap komunis. Angkatan Kepolisian juga pada akhirnya pecah, disusul kondisi serupa pada Angkatan Laut. Hanya Angkatan Darat yang paling ngeyel terhadap komunis. Maka dilakukanlah infiltrasi secara terus-menerus pada Angkatan Darat sehingga orang-orang komunis memiliki basis kuat di Angkatan Darat. Salah satu agen komunis yang disusupkan ke Angkatan Darat itu adalah Sjam Kamaruzaman. Dari situ dia bisa mempengaruhi begitu banyak tokoh-tokoh terkemuka dari Angkatan Darat sehingga menjadi pro komunis. Termasuk dalam hal ini adalah Letkol Untung yang menjadi pemimpin Resimen Tjakrabirawa.
Tahun 1965 ada sebuah momen yang benar-benar mendebarkan yaitu munculnya berita tentang akan meninggalnya Soekarno. Soekarno diketahui mengalami sakit parah dan kapanpun ia bisa meninggal. Bagi PKI, seandainya Soekarno jatuh, maka akan ada dua masalah. Pertama, Soekarno adalah pendukung kuat PKI pada waktu itu. Jika Soekarno tiba-tiba wafat, maka PKI mungkin saja akan dilibas. Masalah yang kedua, lebih buruk lagi. Menurut PKI, jenderal-jenderal Angkatan Darat pasti akan mengambil alih pimpinan negara Indonesia kemudian menghabisi PKI.
Maka daripada itu terjadi, PKI berpikir untuk melakukan kudeta lebih dahulu sebelum Soekarno benar-benar wafat dan sebelum Angkatan Darat mengambil alih pemerintahan setelah Soekarno meninggal. Maka Aidit menyuruh Letkol Untung untuk melakukan tindakan, yaitu membunuh jenderal-jenderal yang dianggap akan menjadi musuh utama PKI seandainya Soekarno meninggal.
Teori Tiongkok dalam buku Revolusi, Diplomasi, Diaspora karya Taomo Zhou
Pada teori ini menjelaskan bahwa dalang dari G30S/PKI adalah Tiongkok. Kisahnya dimulai saat tahun 1965 saat Soekarno menyatakan keluar dari PBB karena lebih memilih melanjutkan konfrontasi dengan Malaysia. Akibatnya pada waktu itu, Indonesia dikucilkan oleh seluruh dunia. Suatu kali, Soekarno bertemu dengan Zhou Enlai, Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Dalam pertemuan tersebut, Zhou Enlai mempertanyakan keberanian Soekarno dalam keputusannya keluar dari PBB dan memilih konfrontasi dengan Malaysia.
Awalnya Soekarno memang sudah sangat percaya diri atas keputusannya dengan semangat berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) yang sering ia kobarkan. Namun, Zhou Enlai memberikan pertimbangan bahwa posisi Indonesia dikepung oleh musuh secara letak geografi. Selain Malaysia, ada Australia di bagian selatan dan Amerika Serikat memiliki pangkalan militer di Filipina. Dengan itu, Indonesia dapat dengan mudahnya digempur oleh musuh. Dari situlah obrolan mereka mengarah pada pembentukan Angkatan Kelima.
Untuk membela negara, ada Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Keempatnya dirasa belum cukup untuk membendung serangan musuh-musuh tersebut. Maka muncullah gagasan Angkatan Kelima yaitu rakyat yang dipersenjatai dengan senjata-senjata yang melimpah hasil supply dari RRT. Dalam buku Kesaksianku tentang G30S karya Soebandrio menyebut bahwa ide Angkatan Kelima baru muncul di benak Soekarno dua tahun setelah bantuan senjata RRT diterima.
‘Rakyat’ yang dimaksud oleh Zhou Enlai sebagai Angkatan Kelima tidak lain adalah PKI. Seperti yang saya paparkan pada teori kedua tadi bahwa PKI itu sebenarnya sudah sangat kuat. Siap untuk mengudeta Indonesia. Namun terhalangi oleh Angkatan Darat yang memiliki senjata, walaupun jumlah mereka sedikit. Hal tersebutlah yang membuat PKI berpikir untuk mempersenjatai rakyat sipil, buruh dan petani. Dengan jumlah yang besar tentu dapat mengalahkan Angkatan Darat dan kudeta mengkomuniskan Indonesia akan berhasil.
Pada tahun 1965 Aidit dipanggil ke Tiongkok dan didesak untuk segera melakukan kudeta di Indonesia. Bagi Aidit, rencana kudeta tersebut persiapannya belum matang. Namun, RRT sedang dikejar target untuk membuat Indonesia menjadi negara yang sama seperti RRT. Sama-sama memiliki tanggal sakral 1 Oktober yang merupakan Hari Nasional Republik Rakyat Tiongkok. Itulah mengapa kudeta dilakukan pada 30 September, supaya esok harinya Indonesia sudah bisa diproklamirkan sebagai negara komunis.
Bagi RRT sendiri, hubungannya bukan hanya itu. Saat itu RRT sedang bersaing dengan Uni Soviet. Walaupun sama-sama negara komunis, RRT dan Uni Soviet memiliki perbedaan mendasar di bidang kultur. Karena itu, RRT ingin menegaskan bahwa merekalah raja komunis yang sesungguhnya. Salah satunya dengan cara mengambil alih Indonesia sebagai bagian dari komintern ala RRT.
Teori Angkatan Darat oleh Ben Anderson dalam A Preliminary Analysis of The October 1, 1965 Coup in Indonesia
Teori dari Ben Anderson (seorang ilmuwan politik Universitas Cornell) menyatakan bahwa G30S itu pelakunya adalah Angkatan Darat, di mana terjadi sebuah perpecahan dalam Angkatan Darat. Hal yang ditekankan adalah bahwa yang melakukan kudeta itu adalah para tentara Angkatan Darat. Untung itu memiliki gelar Letnan Kolonel (Letkol), yang artinya ia adalah seorang tentara. Yang menangkap dan menculik jenderal-jenderal adalah orang-orang berseragam tentara. Yang diculik adalah para jenderal yang sudah pasti adalah tentara. Kemudian yang memberantas G30S itu juga tentara. Kalau semua pemerannya adalah tentara, kenapa berpikir bahwa dalangnya itu adalah pihak lain.
Ben Anderson dalam bukunya tersebut (yang dalam versi bahasa Indonesianya sempat dicekal peredarannya) menyatakan bahwa PKI tidak memiliki motif kudeta karena PKI telah mendapatkan keuntungan di bawah sistem politik Soekarno yang condong ke kiri. Yang memiliki motif kudeta adalah para kolonel pembangkang yang frustasi dari tubuh Divisi Diponegoro, Jawa Tengah. Mereka memberontak terhadap para jenderal Angkatan Darat yang bergelimang kemewahan di Jakarta. Namun, di saat-saat terakhir, mereka menyeret PKI ke dalam konspirasi.
Jadi, menurut Anderson, jelas ini adalah perbuatan pihak tentara (Angkatan Darat). Tetapi tentara di sini sudah pecah menjadi dua kubu. Kubu pertama adalah kubu tentara tua seperti Achmad Yani, Soeprapto, Pandjaitan, dan jenderal yang menjadi sasaran penculikan lainnya. Mereka adalah orang-orang yang sangat kaya sehingga dibenci oleh kelompok-kelompok tentara yang lebih muda. Mereka menikmati kekayaan dan masih bisa berleha-leha ketika Indonesia semakin lama semakin dekat kepada komunis. Mereka yang diharapkan akan membendung hal tersebut justru hidup bermewah-mewahan dan dekat dengan Soekarno. Kelompok tentara kedua yaitu diantaranya Soeharto, Ali Moertopo, dan tentara-tentara lainnya. Adapun A.H. Nasution adalah jenderal golongan tua yang sepemikiran dengan golongan muda.
Kelompok tentara muda ini berpikir bahwa Indonesia itu berada dalam keadaan darurat. Sebentar lagi, mungkin saja komunis akan memberontak. Karena jenderal-jenderal tua tersebut tidak kunjung bertindak, maka Soeharto dan tentara-tentara muda lainnya melakukan kudeta untuk membunuh jenderal-jenderal tua tersebut. Di sisi lain, kudeta tersebut juga dimaksudkan untuk mengambil alih pemerintahan Indonesia agar tidak jatuh ke tangan komunis.
Maka dalam teori ini, Sjam Kamaruzaman itu adalah agen Angkatan Darat untuk PKI. Dia yang merekayasa bagaimana caranya agar pihak komunis itu yang nantinya disudutkan sebagai kambing hitam ketika kedua pihak Angkatan Darat tersebut sedang berselisih.
Teori Soekarno dalam buku Anatomy of The Jakarta Coup, Sukarno File, dan Pembantaian yang Ditutup-tutupi
Teori kelima adalah bahwa dalang dari G30S adalah Soekarno sendiri. Diawali pada tahun 1965, di Indonesia ada tiga kekuatan besar: Soekarno, PKI, dan Angkatan Darat. Soekarno memegang kendali atas PKI dan Angkatan Darat. Hanya saja kedua kekuatan itu saling bermusuhan. Ketika Indonesia bersitegang dengan negara-negara lain dengan keluar dari PBB dan konfrontasi dengan Malaysia, maka kemungkinan besar Indonesia akan mendapatkan serangan dari berbagai arah. Wajar bila saat itu Soekarno meminta bantuan Tiongkok untuk dipersenjatainya Angkatan Kelima.
Dalam pidatonya pada 17 Agustus 1965, Soekarno berkata, “Saya berterima kasih atas semua gagasan yang diberikan kepada gagasan saya, untuk mempersenjatai buruh dan tani… Kita berangkat dari fakta. Faktanya, neokolonialisme, kolonialisme, dan imperialisme selalu membidikkan ujung pedang dan laras senapannya kepada kita. Kenyataannya, pertahanan negara menuntut usaha maksimum dari kita. Sesudah mempertimbangkan masalahnya, saya akan mengambil keputusan ini, dalam kapasitas saya selaku Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata”.
Jadi, Soekarno memang setuju dengan ide Angkatan Kelima itu. Tetapi jenderal-jenderal diantaranya seperti Nasution, Achmad Yani, Soeprapto, Pandjaitan, dan yang lainnya tidak setuju dengan ide Angkatan Kelima. Bagi para jenderal tersebut, membela negara itu adalah tugas tentara bukan tugas rakyat sipil. Rakyat sipil jangan sampai dilibatkan ketika terjadi perang apalagi sampai dipersenjatai. Biarlah senjata-senjata itu dimiliki oleh Angkatan Darat karena jenderal-jenderal itu tahu persis bahwa jika senjata-senjata itu jatuh pada tangan rakyat, “rakyat” yang dimaksud adalah PKI dan dengan demikian, PKI mempunyai kekuatan untuk menyerang balik Angkatan Darat.
Antonie C. A. Dake dalam Sukarno File 1965-1967 mengungkapkan bahwa mastermind dari peristiwa G30S adalah Soekarno. Soekarno telah mengetahui dua hari sebelumnya bahwa 1 Oktober pukul 04.00 adalah hari kudeta. Dia telah mengetahui jenderal TNI Angkatan Darat mana yang menjadi sasaran dan apa yang akan terjadi terhadap mereka.
Bagi Soekarno, jenderal-jenderal yang membantahnya adalah jenderal-jenderal yang tidak loyal. Soekarno marah besar, maka kemudian ia menyuruh Letkol Untung yang merupakan pimpinan Resimen Tjakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) yang hubungannya sangat dekat dengan Presiden Soekarno tentunya. Letkol Untung tentu sangat loyal terhadap Soekarno. Dengan dalih untuk menyelamatkan negara, Letkol Untung diberi tugas untuk memberi pelajaran pada jenderal-jenderal yang tidak loyal. Letkol Untung sendiri menyatakan dalam radio pada 1 Oktober 1965 bahwa yang ia lakukan adalah gerakan untuk menyelamatkan presiden dan negara dari jenderal-jenderal yang tidak loyal atau saat itu ia menyebutnya “Dewan Jenderal”.
Letkol Untung tidak pernah berpikir untuk mengkudeta Soekarno. Sebaliknya, ia justru berpikir sedang menangkis kudeta terhadap Soekarno. Dalam Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) yang diadakan setelah G30S terjadi, Letkol Untung memberi kesaksian, “Sebagai sebagai perwira Tjakrabirawa, saya tidak rela kalau Paduka Yang Mulia Presiden sampai digulingkan”.
Itulah mengapa, markas G30S itu berada di Landasan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma. Jenderal-jenderal tersebut ditangkap dan dibawa ke Lanud Halim Perdanakusuma, kemudian dieksekusi, dan dikubur di Lubang Buaya yang juga dekat Lanud Halim Perdanakusuma. Terdapat saksi bahwa di Lanud Halim Perdanakusuma itu juga ada Soekarno yang pada saat itu tengah bercengkrama dengan para pemberontak yang memperkuat teori bahwa Soekarno sendirilah dalang dari G30S tersebut.
Sebagai tambahan, dalam buku Kudeta 1 Oktober 1965 karya Victor M. Fic memuat bukti percakapan bahwa Aidit, Soekarno, bahkan Achmad Yani sudah mengetahui akan adanya Gerakan 30 September yang malah sebelumnya direncanakan 20 September. Sedangkan dalam buku Ahmad Yani: Sebuah Kenang-Kenangan, terdapat naskah percakapan antara Soekarno dan Soegandi tentang Achmad Yani dan G30S. Bahkan dalam buku Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966 karya Rum Aly menyebutkan bahwa Achmad Yani sempat menelpon Soekarno untuk mengkonfirmasi bahwa ia masih loyal.
Teori Badan Intelijen Amerika Serikat/CIA dalam buku Peran CIA dalam Penggulingan Sukarno, Di Balik Keterlibatan CIA, dan Bung Karno Menggugat!
Pada teori ini menjelaskan bahwa dalang G30S adalah Central Intelligence Agency (CIA) milik Amerika Serikat. Bahkan CIA sendiri sudah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka terlibat dalam G30S. Alasan Amerika Serikat ingin menggulingkan Soekarno dan menghabisi PKI sudah kita ketahui pada penjelasan teori pertama. Di era Perang Dingin, Amerika Serikat tidak mau ada negara sekaya dan seluas Indonesia itu pro terhadap komunis.
Cara yang ditempuh CIA hampir sama seperti pada teori-teori sebelumnya. Sjam Kamaruzaman yang tadi dikatakan dalam satu versi menyebutnya sebagai agen PKI, versi yang lain menyebutnya agen Angkatan Darat, dalam versi ini menyebut bahwa Sjam Kamaruzaman adalah agen dari Amerika Serikat atau mata-mata CIA. Sebelumnya pihak CIA sudah mendatangi Achmad Yani ketika ia masih menempuh pendidikan di Command and General Staff College (CGSC). Achmad Yani disodori untuk membentuk Dewan Jenderal agar sewaktu-waktu bisa mengkudeta Soekarno yang pro komunis. Namun, Achmad Yani menolak dan memilih untuk tetap setia terhadap Soekarno.
Gagal memengaruhi Ahmad Yani, CIA langsung memerintahkan Sjam Kamaruzaman. Dia bertindak untuk memberitahu Aidit bahwa di Angkatan Darat terdapat Dewan Jenderal yang merupakan perkumpulan jenderal-jenderal dalam satu kekuatan untuk menghancurkan komunis kalau nanti Soekarno meninggal. Aidit yang panik dan bingung akhirnya berinisiatif untuk membunuh Dewan Jenderal tersebut dengan meminta bantuan Sjam Kamaruzaman.
Bagi Aidit, Sjam Kamaruzaman adalah agen PKI untuk memata-matai Angkatan Darat yang jabatannya sebagai Pimpinan Biro Khusus PKI sehingga Aidit percaya sepenuhnya kepada Sjam Kamaruzaman. Dalam teori ini menambahkan bahwa Sjam Kamaruzaman adalah agen yang bekerja untuk CIA. Ia memberikan berita palsu kepada Aidit tentang Dewan Jenderal tersebut sehingga terjadilah peristiwa G30S.
Di sini, pihak yang paling diuntungkan adalah Amerika Serikat. Di mana Indonesia dapat masuk lagi ke PBB kemudian menjadi sekutu lagi Amerika. Sehingga di Asia Tenggara, negara terbesarnya sudah sangat anti terhadap komunis dan Soekarno yang benci terhadap Amerika Serikat serta dekat kepada komunis sudah digulingkan.
Teori Soeharto dalam buku Pledoi Kol. A. Latief, Kesaksianku Tentang G30S, dan Bermuka Dua
Berikutnya adalah teori di mana pelaku atau dalang dari G30S itu adalah Soeharto. Sudah disebutkan pada teori keempat bahwa yang melakukan penculikan, yang diculik, kemudian yang memberantas G30S itu semuanya adalah tentara. Lantas kenapa berpikir ada pihak lain yang terlibat. Dalam teori ini lebih khusus menyebut bahwa pelakunya adalah Soeharto. Alasannya sama seperti yang dijelaskan oleh Ben Anderson tetapi terdapat tambahan bahwa CIA menggunakan Soeharto sebagai agen untuk memuluskan penghancuran komunisme di Indonesia. Soeharto juga menggunakan sumber daya CIA untuk bisa menghancurkan pemberontakan dan naik tahta menjadi presiden Indonesia yang dalam teori ini disebut sebagai kudeta merangkak.
Soeharto punya dua motif yang sangat masuk akal. Pertama, sebagai Angkatan Darat Soeharto tidak rela melihat Indonesia pro komunis, dikucilkan oleh negara-negara lain, bahkan keluar dari PBB demi konfrontasi dengan negara lain, rakyat miskin, inflasi tinggi dan sebagainya. Dalam buku Suharto: A Political Biography karya R. E. Elson menjelaskan bahwa kejadian-kejadian yang disebutkan sebagai motif pertama tadi itu melicinkan seluruh keinginan Soeharto. Adapun salah satu keinginan yang menjadi motif keduanya yaitu menjadi seorang presiden.
Di satu sisi, Soeharto memang tidak ikhlas melihat penderitaan rakyat. Tapi di sisi lain, sebagai manusia yang juga gila kekuasaan, Soeharto berpikir untuk menyingkirkan juga saingan-saingannya yaitu para jenderal yang pangkatnya berada di atasnya. Jika jenderal-jenderal yang jumlahnya ada tujuh itu tidak ada, maka antrian berikutnya untuk menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Darat adalah dirinya. Dengan demikian pula, peluang menggantikan Soekarno sebagai presiden semakin terbuka lebar.
Dalam buku Pledoi Kol. A. Latief menerangkan bahwa sejak 28 September, Soeharto telah diberi laporan tentang akan terjadinya G30S. Tetapi ia tidak bertindak apapun kala itu, yang menguatkan keyakinan bahwa Soeharto adalah bagian dari pemberontakan itu. Ketika ada desas-desus Soekarno akan meninggal, Soeharto berinisiatif menghubungi Letkol Untung untuk menugaskannya dengan dalih membela presiden dan membela negara. Letkol Untung yang patuh tersebut akhirnya ditugasi untuk membunuh jenderal-jenderal yang dianggap tidak loyal. Jadi, ketika Letkol Untung melakukan penculikan dan pembunuhan para jenderal, Soeharto menyiapkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di Cijantung.
Saat pernyataan Gerakan 30 September untuk mengambil alih Indonesia dikumandangkan lewat radio, Soeharto langsung datang dengan pasukan dari Cijantung untuk diberangkatkan menghajar Gerakan 30 September. Di situ tidak ada seorangpun perwira yang inisiatifnya paling tepat dan paling akurat selain Soeharto. Bahkan Soeharto bergerak sebelum yang lain sadar tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Peristiwa G30S sendiri terjadi tengah malam ketika sebagian besar orang tertidur lelap, termasuk Ketika Letkol Untung berbicara lewat radio. Ketika orang-orang bangun dari tidur pun tidak ada yang dapat bertindak dengan sigap.
Hanya Soeharto dengan sigapnya langsung menyerang dengan pasukan yang sudah terkoordinir karena memang Soeharto sudah mempersiapkan semuanya. Bahkan ketika Letkol Untung ditangkap, kemudian tiga hari sebelum meninggal ia diwawancara dan ia memberikan tanggapan yang tenang tanpa perasaan bersalah. Soebandrio, penulis buku Kesaksianku Tentang G30S, menyebutkan bahwa Letkol Untung tidak pernah takut untuk dihukum mati, bahkan sampai pada hari-hari terakhirnya. Ia selalu yakin bahwa ini semua adalah plot yang sudah disiapkan. Soebandrio menambahkan bahwa G30S adalah peristiwa yang sudah diketahui dan diantisipasi oleh Mayjen Soeharto.
Teori Chaos (Tidak ada dalangnya/Teori yang dikemukakan Soekarno)
Teori kedelapan adalah teori bahwa sebenarnya G30S tidak ada dalangnya. Ketika kabar Soekarno akan meninggal karena sakit-sakitan itu menyebar, begitu banyak orang-orang di sekitar Soekarno yang kebingungan, panik, dan pada akhirnya melakukan tindakan-tindakan yang tidak terkoordinir satu sama lain. Angkatan Darat tidak terkoordinir, bahkan PKI juga tidak terkoordinir.
Terbukti ketika terjadi Gerakan 30 September, media-media PKI ada yang setuju, ada juga yang kontra. Menunjukkan bahwa mereka tidak ada dalam satu komando yang sama. Inilah yang menyebabkan Soekarno menyatakan dalam Pidato Nawaksara bahwa sebenarnya Gerakan 30 September adalah gerakan yang diciptakan oleh tiga sebab, yaitu pimpinan PKI yang keblinger, subversi nekolim, dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Jadi bagi Soekarno, ini adalah kecelakaan sejarah karena ada banyak orang yang berkepentingan terlibat di dalamnya. Begitu pun hasilnya, sangat berbeda dengan yang direncanakan sebelumnya.
Kedelapan teori tersebut setidaknya juga dapat memberikan gambaran kepada kita semua agar dapat terbiasa dengan perbedaan pendapat. Kita harus memahami bahwa dalam satu peristiwa yang telah ditelaah oleh para sejarawan dengan fakta, tempat, dan waktu yang sama tetap menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa G30S sendiri merupakan peristiwa yang dalam satu sisi rumit dan dalam sisi yang lain meminta kita untuk mencoba memahami bahwa masyarakat akademik memang terbiasa untuk saling berbeda pendapat.
Citra Widyastoto
Editor: Ayu Cellia Firnanda