Sebuah tulisan itu seperti semangkuk acar. Di dalamnya terdapat berbagai jenis makanan dan beberapa rasa. Ya, rasa. Ada rasa manis, asin, pedas, dan asam. Ada wortel, mentimun, cabe, bawang merah, dan bila perlu ditambahi jenis makanan lain sesuai selera. Sebuah tulisan “rasa dan rupanya” dapat seperti itu. Lalu, rasa dan rupa semacam itu bisa didapat dari mana?
Ragam rupa tulisan tentunya tak cuma satu. Pembagian yang paling sederhana ialah adanya ragam sastra dan ilmiah. Jika pembagian ini dilanjutkan, kedua ragam ini masih dapat dibagi menjadi bermacam jenis lagi. Selanjutnya, bagaimana cara agar memperoleh rasa yang beraneka namun tetap senikmat acar? Jawabannya banyak membaca. Sangat biasa memang. Namun, kegiatan itulah yang paling dapat mendukung kita sehingga dapat menghasilkan tulisan dengan beragam rasa namun tetap nikmat.
Menulis = Puncak Kemampuan Berbahasa
Kemampuan berbahasa manusia ada empat, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempatnya diurutkan berdasarkan tahap pemerolehan bahasa. Bukankah saat dilahirkan, bayi masih belum dapat berbicara, membaca, bahkan menulis? Ya, bayi hanya bisa mendengarkan. Di tahap berikutnya, si bayi mulai menirukan bunyi lalu berbicara. Selanjutnya, ia akan mengenal huruf, lalu menirukan cara membacanya hingga akhirnya akan menulis. Nah, kita sebagai manusia yang sudah bisa mendengarkan, berbicara, membaca, dan?saat ini sedang belajar menulis, tentu tidak salah bila mengikuti cara bayi belajar. Bayi mulai belajar dengan cara menirukan.
Meniru yang saya maksud bukanlah meniru apa yang kita baca secara utuh lalu dituangkan menjadi tulisan yang pada akhirnya kita akui sebagai tulisan kita. Bukan. Meniru yang saya ajukan adalah meniru struktur dan gaya yang dipakai oleh penulis. Cara ini dapat dipakai ketika kita belum mempunyai gaya dalam menulis. Dengan membaca banyak tulisan kita dapat mempelajari beragam jenis dan gaya tulisan. Setelahnya, kita dapat memilih dan menentukan gaya tulisan kita sendiri. Yang terakhir ini sangat sulit karena tidak ada sesuatu yang tidak terilhami dari sesuatu yang lain. Pun dengan karya dan gaya tulisan.
Saat kita sudah menentukan gaya menulis, alangkah baiknya bila kita langsung menulis, terkadang gaya menulis ini malah akan ditemukan saat sedang menulis. Bagaimana cara menulis? Huhh… lagi-lagi pertanyaan ini. Awalnya kita akan menirukan lalu menemukan gaya menulis yang paling nyaman bagi kita. Setelahnya, apa lagi? Buatlah kerangka tulisan. Ya, kerangka tulisan akan mempermudah proses menulis. Kerangka ini biasanya berdasarkan pengetahuan awal dan tujuan kita menulis. Tujuan tulisan tentunya mempengaruhi jenis tulisan yang kita pilih.
Kerangka yang kita buat terkadang akan berubah, sedikit bahkan menyimpang jauh, seiring bertambahnya pengetahuan yang kita miliki. Namun, tak apa-apa. Bukankah kerangka yang kita buat tadi berdasarkan pengetahuan awal yang kita miliki?Kerangka tulisan kita adalah acuan yang akan digunakan untuk membangun sebuah tulisan yang senikmat dan seunik Acar.
Jangan Sesatkan Pembaca!
Pembuatan kerangka adalah tahap awal menulis dan akan dilanjutkan dengan menulis. Menulislah berdasar hal yang Anda pahami. Jika Anda tidak paham apa yang Anda tulis, bagaimana nasib pembaca tulisan Anda?
Salah satu tujuan menulisadalah mengajarkan tulisan yang baik kepada pembaca. Bagaimana bisa? Tentu saja bisa. Melalui tulisan, pembaca akan belajar mengenai berbagai aspek kebahasaan. Mulai dari belajar mengenai tata kalimat yang baik dan benar, penggunaan tanda baca, pemilihan kata yang sesuai, hingga tersampainya wacana yang dibangun penulis kepada pembaca.
Secara tidak langsung, penulis akan mengajarkan itu semua kepada pembaca. Jadi, janganlah menjadi penulis yang sesat. Sesat sejak dalam tataran tanda baca hingga wacana. Untuk mencegah kesesatan itu, alangkah baiknya bila penulis selalu berdampingan setidaknya dengan dua buku ini: Ejaan yang Disempurnakan serta Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Banyak-banyaklah membaca karena kekayaan bacaan sangat terlilhat dari tulisan Anda. Semakin banyak Anda membaca, semakin banyak pula “rasa” yang akan tertuang dalam tulisan. Setelah membuat kerangka dan akhirnya menulis, berikan tulisanAnda ke orang lain yang Anda pandang lebih. Jangan takut bila tulisan Anda mengalami berkali-kali revisi karena sesungguhnya tulisan yang sekali jadi itu adalah tulisan Tuhan. Ya, tulisan Tuhan tak mengenal revisi.
Nia Aprillianingsih