Penulis: Go-Woon Jeon
Sutradara : Go-Woon Jeon
Produksi : Gwanghwamun Cinema
Tanggal Rilis : 22 Maret 2018
Ekspresionline.com–Bagaimana menghadapi kehidupan kota yang keras dengan segala kebutuhan materinya? Apa yang harus dikorbankan untuk tetap hidup?
Kedua pertanyaan di atas mewakili seluruh jalan cerita film So-gong-nyeo atau Microhabitat yang disutradarai oleh Go-Woon Jeon. Bertemakan kehidupan kota di Korea Selatan yang penuh kemewahan dan segala kepelikan di baliknya. Go-Woon, yang menulis sendiri naskah tersebut, membawa penonton menyelami drama kehidupan yang sangat akrab dengan keseharian kita.
Film yang digarap oleh rumah produksi independen Gwanghwamun Cinema ini menceritakan kehidupan Mi-So (diperankan oleh Esom) yang sebatang kara di tengah hiruk kota. Ia adalah sosok penuh perhitungan perihal keuangan, tetapi terlihat sangat masa bodoh dengan kemewahan yang membabi-buta.
Kebutuhannya sehari-hari ditulis dalam daftar pembukuan pribadinya. Daftar pengeluarannya hanya berkutat seputar beberapa hal: beras, pajak, obat, sewa rumah, wiski, rokok.
Meski begitu, sebagai pemegang erat budaya Korea, ia tidak lepas dari minuman beralkohol. Tidak seperti orang Korea biasa peminum Soju (bir khas Korea yang terbuat dari sulingan beras), ia adalah pecinta wiski.
Habitat Mi-So adalah lingkaran di antara wiski, tembakau (rokok), dan kekasihnya (Jae-hong Ahn). Ia sudah merasa cukup dan sangat bahagia dengan adanya tiga hal tersebut dalam hidupnya.
Suatu ketika, Mi-so dibuat resah oleh kenaikan harga rokok di kota tersebut tepat setelah tahun baru. Ditambah lagi, beberapa hari sebelumnya pemilik indekos telah lebih dulu mengatakan kenaikan harga sewanya. Dengan terpaksa, ia harus memutar otak untuk membayar semua kebutuhan tersebut.
Ia harus merombak daftar pembukuannya dan mengorbankan salah satu di antara beberapa kebutuhan pokoknya. Karena kecintaannya terhadap wiski dan rokok, ia merelakan untuk menghapus pengeluaran sewa rumah (memutuskan untuk pindah).
Sebuah keputusan yang beresiko mengingat betapa sulitnya hidup di kota ketika ia tidak punya tempat tinggal. Sebagai homeless, ia masih memiliki kesempatan mengumpulkan uang untuk sewa kamar dan tinggal di rumah teman-teman lamanya untuk sementara.
Kebebasan yang Terenggut
Mi-So mencoba mendatangi satu per satu rumah teman-teman grup band musiknya dahulu. Ia berusaha bertahan hidup dengan berpindah tempat.
Seiring berjalannya waktu, ia menemukan banyak perubahan yang terjadi terutama ketika teman-temannya sudah menikah dan memiliki keluarga.
Salah satu temannya, Moon-Young (Kang Jin-Ah) yang bekerja di perusahaan besar berubah menjadi wanita ambisus, ia merasa kurang nyaman ketika tidur dengan orang lain. Ia lebih mementingkan dirinya sendiri. Sebagai karyawan yang tentunya merasa bahwa ia harus bekerja keras agar ia cepat naik pangkat dan memiliki perusahaan sendiri.
Hyeon-jeong (Kim Gook-hee) merasa dirinya berubah menjadi wanita yang hidupnya monoton, hanya berhak melakukan kerja-kerja domestik rumahan. Ia terikat dengan suaminya yang merasa berada lebih tinggi derajatnya karena bisa membiayai hidup Hyeon.
Hal ini nyata terjadi di Korea Selatan, negara yang masyarakatnya masih menganggap bahwa derajat laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Pandangan bahwa tugas perempuan hanya mengurus pekerjaan rumah masih kuat di Negeri Ginseng. Menjadi bapak rumah tangga adalah hal tabu dan dianggap kurang macho.
Perempuan tidak memiliki kesempatan untuk bebas melakukan pekerjaan yang disukainya. Hal tersebut dikarenakan kesenjangan pendapatan antara perempuan dan laki-laki di Korea Selatan masih sangat tinggi. Kasus tersebut membuat Korea menempati peringkat 121 dari 147 negara dengan kesetaraan ekonomi antar jenis kelamin.
Dalam Microhabitat, Go-Woon menulis cerita setiap karakter dengan singkat tapi sarat akan pesan tersirat tentang sistem patriarki yang masih mengikat masyarakat Korea. Cerita yang padat tentang permasalahan dan keluh kesah orang-orang biasa yang tinggal di tengah kota yang kejam. Berbagai permasalahan itu dibungkus dengan balutan pertemanan yang sangat berpengaruh terhadap hidup seseorang ke depannya.
Hal itu digambarkan dalam adegan ketika Mi-So berpindah ke rumah Dae-Yong (Sung-Wook Lee). Di sana, ia menemukan temannya yang kalut karena ditinggal oleh istrinya sehingga rumahnya jadi amburadul dan tidak terurus. Mi-So pun berusaha menjadi teman bicara yang baik dan mendengarkan semua keluh kesahnya. Ia juga membantu memasak dan membersihkan rumahnya yang berantakan.
Hal tersebut putus di tengah jalan karena kekasihnya, Han-Sol, melarang ia tidur di rumah lelaki lain. Keegoisan sangat menonjol di dalam karakter Han-Sol. Melarang kekasihnya tinggal di rumah temannya, tetapi ia tidak bisa memberikan solusi konkret dan hanya bisa berharap pada masa depan.
Rasa simpati dalam diri Mi-So meluluhkan dirinya agar pindah dari rumah tersebut dan rela tidur semalam di suatu kafe.
Memilih Hidup Sederhana
Setiap karakter yang ditampilkan oleh Go-Woon sangat merepresentasikan kehidupan sehari-hari orang Korea yang penuh persaingan. Setiap tokoh yang ditemui Mi-So merupakan kebalikan dari dirinya yang begitu bebas dan sederhana. Mi-So memerankan tokoh penting sebagai bentuk perlawanan tentang kehidupan monoton dan hanya mementingkan materi.
Mi-So adalah sosok wanita Korea yang memberi daya tawar baru dalam kehidupan masyarakat Korea Selatan. Menikmati hidup tidak dengan kemewahan harta, tetapi dengan hal-hal sederhana berupa rokok dan wiski. Ia tidak merasa perlu hal-hal mewah yang hanya akan membuat orang berubah menjadi lebih sensitif.
Francine Jay, penulis buku Seni Hidup Minimalis (2018) menjelaskan bahwa banyaknya benda atau materi yang dimiliki tidak membuat orang menjadi lebih bahagia. Hal itu justru akan memunculkan kegelisahan baru tentang kekhawatiran apabila barang yang dimilikinya suatu saat hilang.
Kasus tersebut dapat ditemukan saat Jung-Mi (Kim Jae-Hwa) merasa bahwa Mi-So akan berpotensi merebut suaminya ketika suatu malam mereka terlihat akrab. Jung-Mi langsung mengusirnya tanpa mengindahkan pertemanan yang telah lama dibangun.
Perlawanan terhadap homogenitas masyarakat Korea Selatan tidak hanya divisualkan lewat film Microhabitat. Film Little Forest (2018) juga menampilkan hal yang sama dengan cara yang berbeda. Hye-won (Kim Tae-ri) yang pernah tinggal di Seoul mengamini bahwa kehidupan kota memang memuakkan. Ia pun memilih menjalani kehidupan di desa. Mengisi hari-harinya dengan berkebun, memasak, dan melakukan hal-hal sederhana lain.
Hal-hal yang dilakukan tokoh Hye-won dan Mi-so hanyalah opsi untuk menegaskan kembali bahwa kerasnya kehidupan kota tidak boleh mengubah karakter manusia. Selain itu mereka mentrasformasikan kebahagiaan menjadi tidak melulu ditentukan oleh materi dan kemewahan. Hidup dengan lebih berorientasi pada proses dan tidak lagi mencemaskan seberapa banyak materi yang dimiliki akan lebih membahagiakan.
Fadli Muhammad
Editor: Abdul Hadi