Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Berita

Minimnya Keterlibatan Mahasiswa dalam Sistem Penyesuaian UKT

Dua kali audiensi antara BEM dan Rektorat UNY tidak menghasilkan perubahan signifikan terkait proses penyesuaian UKT. Dampaknya adalah minimnya keterlibatan mahasiswa sebagai tim verifikator.

by Reza Egis
Minggu, 8 November 2020
in Berita, Lingkup Kampus, Sentra
0
Minimnya Keterlibatan Mahasiswa dalam Sistem Penyesuaian UKT

Ilustrasi oleh Adilan Azmy/EKSPRESI

Share on FacebookShare on Twitter

Ekspresionline.com—“Kalau saya, jangan dipotong rata 50 persen [untuk semua mahasiswa], Mas, tetapi melihat keadaannya saja, kalau memang terpuruk, ya, bisa dibebaskan”.

Kalimat tersebut diucapkan Sutrisna Wibawa, mantan rektor UNY periode 2016-2020, yang tercatat pada notulensi audiensi tertutup antara seluruh perwakilan BEM se-UNY dengan pihak rektorat tentang penyesuaian UKT di masa pandemi, pada Senin malam, 1 Juni 2020 melalui aplikasi Zoom. Sutrisna sedang menyanggah tuntutan BEM se-UNY soal pemotongan UKT minimal 50 persen untuk semua mahasiswa di masa pandemi.

Dalam audiensi tersebut, Sutrisna berjanji bahwa perwakilan BEM di tiap fakultas yang dianggap mewakili mahasiswa juga akan dilibatkan dalam sistem penyesuaian UKT. Tetapi, ia tidak menjelaskan bagaimana dan sampai mana BEM bisa terlibat dalam proses penyesuaian UKT di masa pandemi.

Bayu Septian, Ketua BEM KM yang mengoordinasi audiensi tersebut sudah terlanjur terbuai dengan pernyataan Sutrisna pada waktu itu. Pada audiensi, Bayu merasa begitu percaya dengan apa yang dikatakan oleh rektor UNY yang kini sedang mencalonkan diri sebagai Bupati Gunungkidul. Menurutnya, Sutrisna pada waktu itu terkesan baik, karena dianggap sangat peduli dengan nasib mahasiswa di masa pandemi.

Akan tetapi, hasil audiensi tersebut tidak menghasilkan perubahan secara legal dan formal dalam kebijakan penyesuaian UKT. Juknis penyesuaian UKT tidak ada yang diubah pascaaudiensi. Keterlibatan BEM dalam tim verifikator—seperti apa yang dikatakan Sutrisna—juga terbilang minim.

Faktanya, hanya perwakilan dari BEM KM dan BEM FIS yang dapat terlibat dalam tim verifikator tingkat universitas. Di tingkat tersebut lah, hasil penyesuaian UKT mahasisawa diputuskan. Ditambah lagi, BEM FBS dan FT sama sekali tidak memiliki hak masuk ke sistem penyesuaian UKT di tingkat fakultas.

Bertentangan dengan Bayu, Muhammad Shobruun Jamil, ketua BEM FIK, yang juga hadir dalam audiensi tersebut mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh rektor hanya sebagai penenang mahasiswa, supaya mahasiswa tidak protes melalui demonstrasi.

Jika perkataan Sutrisna pada paragraf pertama di atas sesuai dengan implementasinya, tentu keluarga Ema Melida, mahasiswa FMIPA 2018 tidak perlu menjual garasi rumah untuk membayar UKT. Sementara Alfin Kurniawan, mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah 2019, pasti tidak akan cuti kuliah.

Ira Nurastuti, mahasiswa jurusan Pendidikan Sosiologi 2017 merasa kecewa dan sedih setelah membaca pernyataan Sutrisna dalam notulensi tersebut. Sebab, apa yang dialami Ira dalam proses penyesuaian UKT tidak sesuai dengan perkataan Sutrisna. Hasil penyesuaian UKT Ira tidak sesuai dengan kondisi perekonomian keluarganya di masa pandemi.

Ira, Ema dan Alfin adalah tiga dari enam narasumber yang diwawancarai Ekspresi, karena kondisi perekonomiannya sedang terpuruk di masa pandemi. Mereka menerima hasil penyesuaian UKT yang tidak sesuai dengan kondisi perekonomian keluarga.

Sementara itu, berdasarkan data yang diberikan Sukirjo, Kepala Bagian Keuangan UNY, kepada Ekspresi, keseluruhan mahasiswa yang mengajukan penyesuaian UKT berjumlah 7.943. Dari jumlah tersebut, terdapat 6.216 yang diterima dan dialihkan, sementara sisanya ditolak.

Keenam narasumber Ekspresi termasuk dalam mahasiswa yang diterima penyesuaian UKT-nya, tetapi, dengan hasil yang tidak sesuai dengan kondisi perekonomian keluarga mereka di masa pandemi.

Kasus enam mahasiswa yang penyesuaian UKT-nya tidak sesuai baru diketahui oleh Bayu ketika ia diwawancarai oleh Ekspresi pada 28 September lalu. Ia menyesal dengan keterbuaiannya pada perkataan Sutrisna di audiensi tertutup pertama itu. Menurutnya, ia hanya bisa pasrah dan menerima, karena kebijakan sudah berjalan.

Kendati demikian, menurut Bayu, hari ini BEM KM siap membantu mahasiswa mana pun, termasuk keenam mahasiswa di atas untuk mendapatkan haknya. Namun, Bayu masih belum tahu bentuk bantuannya seperti apa.

“Saya baru tahu soal mereka. Kalau mereka mau melapor ke BEM KM, kami siap membantu. Ya, tapi saya juga belum tahu bantuannya nanti bentuknya apa. Tapi, kami siap membantu pokoknya,” terang Bayu.

Polemik Antar-BEM dan Langgengnya Kebijakan Birokrat

Lebih satu jam setengah audiensi pada malam itu berlangsung, dari pukul 19.30 sampai 21.11,  BEM se-UNY menuntut lima hal kepada birokrat. (1) Penetapan ulang sistem penyesuaian UKT; (2) Pemotongan UKT sebesar 50 persen bagi seluruh mahasiswa; (3) Melibatkan mahasiswa dalam tim verifikator UKT; (4) Transparansi anggaran UNY selama pandemi.

Dalam catatan notulensi, hasil dari audiensi tertutup tersebut menghasilkan delapan kesepakatan. Sementara, Bayu mengklaim dari keempat tuntutan di atas, BEM se-UNY telah memenangkan dua di antaranya, yaitu tim verifikator dari mahasiswa dan adanya transparansi dana.

Audiensi tersebut tidak menghasilkan penandatangan formal hitam di atas putih. Bayu mengatakan bahwa mereka sudah mencoba menawarkan nota kesepakatan di akhir audiensi, tetapi Sutrisna menolaknya dengan alasan kepercayaan.

“Engga usah, Mas, kita tau sama tahu saja. Kalau ada pernyataan saya yang tidak ditepati, silahkan tuntut saya. Begitu kata Pak Sutrisna,” kata Bayu menyitir pernyataan Sutrisna.

Alhasil, SK Juknis Penyesuaian UKT UNY di masa pandemi, yang terbit terlebih dahulu dari audiensi itu, pada 20 Mei lalu tidak ada yang berubah. Tidak ada ketentuan bahwa tim verifikator di SK tersebut terdiri dari mahasiswa. Transparansi anggaran di masa pandemi, sampai hari ini juga belum dipublikasikan oleh birokrasi.

Sementara itu, Andika Krismondo, ketua BEM FIS dan Satria Yudistira Ketua BEM FIP, menganggap bahwa audiensi tersebut hanya bersifat ngobrol biasa. Tidak bisa digunakan untuk menghasilkan sebuah kesepakatan.

Mereka menyatakan bahwa apa yang menjadi kesepakatan dalam audiensi tersebut adalah klaim sepihak dari BEM KM. Kedua ketua BEM fakultas itu menyatakan tetap menginginkan tuntutan pemotongan minimal 50 persen bagi seluruh mahasiswa di masa pandemi agar diterima birokrasi.

Akan tetapi, Krismondo, Satria, dan ketua BEM fakultas lainnya tidak dapat berbuat banyak pada waktu itu. Mereka terpaksa menerima hasil dari audiensi tersebut.

“Ya, pada waktu itu, kita engga bisa berbuat apa-apa. Kita terpaksa menerima sistem penyesuaian UKT itu. Mau melakukan aksi massa juga sulit, kondisinya sekarang pandemi,” jelas Satria.

Hal yang mereka lakukan setelah audiensi itu adalah mengusahakan bagaimana perwakilan BEM bisa masuk sebagai tim verifikator, baik di tingkat fakultas maupun universitas. Bukan hanya untuk mengumpulkan data dan mengoordinasi mahasiswa, tetapi juga punya hak untuk dapat menentukan, mahasiswa mana yang penyesuaian UKT-nya diterima atau tidak. BEM Fakultas mengusahakan untuk diadakan audiensi kedua yang lebih formal.

Hampir satu bulan lamanya, hingga pada 29 Juni, mereka baru bisa beraudiensi dengan birokrat untuk kedua kalinya. Sementara sistem penyesuaian UKT di masa pandemi sudah berjalan selama sebulan, sejak diterbitkannya SK pada tanggal 20 Mei.

Sedangkan batas waktu pengajuan penyesuaian UKT menyisakan waktu sekitar 15 hari lagi. Tanggal 15 Juli adalah batas waktu pengajuan penyesuaian UKT. Batas tersebut sudah diperpanjang 10 hari dari waktu sebelumnya.

Tidak Diberi Hak Masuk ke Sistem

Pascaaudiensi kedua yang dilakukan BEM se-UNY, keadaan pun tidak jauh berbeda. Kendatipun diadakan secara formal, tidak juga menghasilkan kesepakatan penandatanganan hitam di atas putih terkait sistem penyesuaian UKT.

Alhasil, tidak semua BEM fakultas mendapatkan hak untuk masuk ke sistem dan menentukan mahasiswa mana yang pantas diterima atau ditolak penyesuaian UKT-nya. Sejak awal, sistem penyesuaian UKT dibuka sampai berakhir, BEM FT dan FBS tak pernah bisa masuk ke sistem penyesuaian UKT fakultas.

Muhammad Fikri Maulana, ketua BEM FT, yang juga sebagai tim verifikator mengatakan, pekerjaan mereka hanyalah mengecek ulang data mahasiswa yang diberikan dekanat. Sudah berkali-kali pihak BEM mencoba bernegosiasi kepada Dekanat FT untuk meminta supaya diberikan hak menentukan penyesuaian UKT mahasiswa, tapi hasilnya selalu nihil.

“Kita [BEM FT] udah ngejar ngejar dekanat berkali-kali, bahkan sampai diangkat audiensi BEM se-UNY yang kedua. Hasilnya, ya, hanya bisa meng-kroscek dan menghubungi mahasiswa jika datanya ada yang kurang,” jelas Fikri.

Jika Fikri berusaha supaya perwakilan BEM bisa masuk ke sistem, BEM FBS melakukan hal sebaliknya. Kepala Divisi Kesejahteraan Mahasiswa (Kesma) BEM FBS Istingatun Mahfiroh, yang juga sebagai salah satu anggota tim verifikator, mengungkapkan bahwa tidak adanya mahasiswa yang masuk ke sistem adalah sesuatu hal yang memang sudah seharusnya.

Menurut Istingatun, tugas tim verifikator dari BEM memang tidak perlu memiliki hak menentukan mahasiswa mana yang diterima atau ditolak dalam penyesuaian UKT.

“Kami sudah punya tugas dan wewenang masing-masing. Kami lebih sebagai call center di sini. Toh kami ngga masuk sistem pun, alhamdulillah-nya tidak ada kendala yang fatal,” jelas Istingatun.

Wakil Dekan (WD) II FBS Zulfi Hendri mengamini pernyataan Istingatun. Zufi bahkan mengatakan keseluruhan mahasiswa FBS yang mengajukan penyesuaian UKT—yang berjumlah ribuan—ia sendiri yang memverifikasi.

Keputusan diterima atau ditolaknya penyesuaian UKT mahasiswa di tingkat FBS, ditentukan sendiri oleh Zulfi. Sementara BEM FBS hanya bertugas mengecek ulang dan mengumpulkan data-data yang kurang dari mahasiswa.

“Saya sampai begadang mengurusi ribuan mahasiswa yang mengajukan penyesuaian UKT.  Karena dikasih kepercayaan sama Ibu Dekan dan para WD, ya, harus saya jaga amanat itu,” terang Zulfi.

Sementara itu, Ekspresi sudah beberapa kali mencoba menghubungi WD II FT, namun sampai tulisan ini terbit, ia belum juga mau diwawancarai.

Minimnya Keterlibatan Tim Verifikator Fakultas di Tingkat Universitas

Sebelum audiensi kedua, hanya ada perwakilan BEM KM dan BEM FIS yang menjadi tim verifikator tingkat universitas selama sekitar tiga minggu.

Menurut Jamil, hal tersebut membuat tim verifikator di fakultas tidak bisa terlibat aktif dalam memperjuangkan nasib mahasiswa FIK.

“Buat apa kami memverifikasi di fakultas, kalau segala keputusannya ada di universitas. Kami jadi tidak bisa memperjuangkan hak-hak mahasiswa di FIK yang benar-benar membutuhkan, karena tidak dilibatkan di universitas,” jelas Jamil.

Senada dengan Jamil, Ulfa Dwi Amalia, tim verifikator FIP, menyatakan bahwa ia juga tidak bisa memperjuangkan nasib mahasiswa FIP yang benar-benar membutuhkan. Ia tak memiliki kesempatan untuk menentukan penyesuaian UKT mahasiswa FIP di tingkat universitas.

“Kami hanya bisa membantu di tingkat fakultas, sementara keputusan finalnya ya di universitas,” terang Ulfa.

Hal tersebut diamini juga oleh Zulfi. Baik mahasiswa maupun birokrat di tingkat fakultas memang tidak dilibatkan dalam tim verifikator tingkat universitas.

“Saya, dan bagian keuangan di FBS, tidak pernah diundang untuk memverifikasi di universitas. Jika memang keputusan di universitas seperti itu, fakultas bisa apa,” jelas Zulfi.

Rofidah Qonitah Taqiyyah, wakil ketua BEM KM, yang juga menjadi tim verifikator universitas memberikan tanggapan bahwa di fakultas, tim verifikator tetap berfungsi. Tetapi, hanya sebagai pengumpul berkas mahasiswa yang dirasa masih kurang.

“Ya, memang begitu sistemnya. Sebenernya, bukannya tidak berfungsi. Ketika ada data mahasiswa yang kurang, nanti fakultas bisa menghubungi mahasiswa untuk mengumpulkan berkas yang kurang. Jadi, verifikator universitas di situ terbantunya. Tetapi, keputusan tetap di universitas,” jelas Rofidah.”

Dari keseluruhan proses penyesuaian UKT, birokrasi hanya memperbolehkan lima perwakilan mahasiswa untuk terlibat dalam tim verifikator tingkat universitas. Ada tiga mahasiswa  perwakilan dari BEM KM, satu dari BEM FIS, dan satu mahasiswa dari pascasarjana yang diperbolehkan mengikuti rapat penentuan hasil penyesuaian UKT.

Menurut Sukirjo, minimnya keterlibatan tim verifikator dari fakultas di tingkat universitas, lantaran tidak ingin menyusahkan mahasiswa. Sukirjo juga turut membandingkan sistem penyesuaian UKT UNY dengan perguruan tinggi lainnya.

“Kita ini sistem penyesuaian UKT-nya sudah mudah. Di masa pandemi, kami tidak mau terlalu menyusahkan mahasiswa. Coba lihat UNNES, mahasiswa di sana ikutan ribet karena harus juga mewawancarai mahasiswa yang mengajukan penyesuaian UKT,” terang Sukirjo.

Reza Egis
Reporter: Reza Egis

Editor: Abdul Hadi

Indeks Tulisan
1. Kisah Muram Pengaju Penyesuaian UKT di Masa Pandemi
2. Minimnya Keterlibatan Mahasiswa dalam Sistem Penyesuaian UKT
Tags: BEM UNYPenyesuaian UKT masa pandemiUKT
Previous Post

Kisah Muram Pengaju Penyesuaian UKT di Masa Pandemi

Next Post

Sistematika Pemilihan Rektor Cederai Demokrasi Kampus

Next Post
Ilustrasi Pilrek UNY oleh Muhammad Akhlal/EKSPRESI

Sistematika Pemilihan Rektor Cederai Demokrasi Kampus

Ekspresionline.com

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • BLOG
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Margin
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY