Ekspresionline.com–Pasca aparat melakukan penangkapan terhadap 67 warga Wadas dan solidaritas pada Selasa dan Rabu (08 & 09/02/2022), warga alami trauma berat, khususnya bagi anak-anak dan para perempuan. Hal tersebut dikarenakan 13 orang yang tertangkap di antaranya masih berusia anak-anak di bawah umur.
Komunitas Solidaritas Perempuan Kinasih (SP Kinasih) dalam siaran pers pada Kamis (10/02/2022) menerangkan bahwa anak-anak mengalami ketakutan dan trauma mendalam. Mereka bahkan memutuskan untuk tidak berangkat sekolah sebab “terlampau ketakutan” melihat beberapa mobil aparat masih berseliweran di Desa Wadas. Akibatnya, para warga juga tidak berani keluar rumah.
“Ada 13 anak-anak yang ditangkap, rata-rata usianya 15-17 tahun. Hal itu otomatis membuat anak-anak [Wadas] yang lain merasa takut keluar rumah,” terang salah satu anggota komunitas SP Kinasih yang sejak hari Selasa mendampingi warga Wadas.
Tak hanya anak-anak, terdapat dua ibu-ibu yang ditangkap aparat juga merasakan ketakutan luar biasa. Dari dua ibu-ibu yang ditangkap aparat tersebut, satu masih diproses di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan satunya Rabu malam baru dibebaskan.
“Kondisinya saat dibebaskan sangat ketakutan. [Kronologi] Awalnya dia ke makamnya Mbah Sar untuk tahlilan dan bersembunyi, namun [malah] tertangkap aparat di sana,” jelasnya.
Salah satu pendamping dari SP Kinasih juga menjelaskan bahwa sejak konflik kemarin, aktivitas ekonomi di Desa Wadas lumpuh total. Akibatnya, warga dan solidaritas hanya makan dan minum dari bahan logistik seadanya. Bahkan, akses listrik pun dimatikan.
“Wadas bak desa mati. Tidak ada aktivitas ekonomi apapun. Tidak ada yang ke sekolah dan juga tidak ada yang berkebun,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu anggota Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta menjelaskan bahwa aparat dan pemerintah adalah aktor pelanggar hukum yang dibuatnya sendiri. Mereka malah menjadikan warga Wadas tidak merasa aman dan tenteram.
“Hari ini [aparat dan pemerintah] katanya menarik pasukan, malah menambah pasukan. Warga yang menolak [pertambangan] dipaksa untuk tandatangan untuk mau diukur [tanahnya],” katanya.
“Jika pemerintah masih punya nurani, mereka tinggal menarik pasukan aparat dan preman yang ada di Desa Wadas,” pungkasnya.
Koreksi: Sebelumnya pada badan tulisan tersemat kepanjangan Badan Acara Pemeriksaan (BAP), yang mana telah diubah dengan kepanjangan seharusnya, yakni Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Nuriyah Hanik Fatikhah
Editor: Abi Mu’ammar Dzikri