Ekspresionline.com–Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di UNY sudah terbentuk sejak tahun 2022. Pembentukan tersebut sesuai dengan kewajiban yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Meskipun demikian, dalam eksekusinya akomodasi kampus terhadap upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual belum sepenuhnya maksimal mengikuti Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
KETIDAKSESUAIAN EKSEKUSI PPKS DENGAN PERMENDIKBUDRISTEK
Salah satu upaya PPKS yaitu melalui penguatan tata kelola. Sementara dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Bab 2 Pasal 6, pencegahan melalui penguatan tata kelola dilakukan dengan menyusun pedoman PPKS dan merumuskan kebijakan yang mendukung PPKS di Perguruan Tinggi. Anang Priyanto selaku Ketua Satgas PPKS mengaku belum terdapat pedoman yang dikeluarkan dari kampus terkait PPKS.
“Belum, pedomannya belum selesai. Sebenarnya kita ngga usah nyusun, njaluk ngambil dari kementrian ada, lho. Sebetulnya itu, tapi kita baru SOP aja belum selesai,” tutur Anang (04/12/2023).
Hal tersebut didukung dengan pernyataan Nur Arida selaku Sekretaris Satgas PPKS, “Untuk pedoman [PPKS], kita [satgas] sementara masih menginduk dari Permendikbud Nomor 30 Tahun 2022.”
Selain melalui penguatan tata kelola, dalam Bab 4 Pasal 34 dikatakan juga bahwa tugas Satgas PPKS ialah melakukan survei kekerasan seksual minimal sekali dalam enam bulan. Anang menyebutkan bahwa survei mengenai PPKS belum terlaksanakan secara menyeluruh dan efektif.
“Survei itu masih belum efektif dilakukan, baru survei antar anggota-anggota aja. Kalau sebetulnya enam bulan sekali. Kita akhir tahun ini akan melakukan survei,” terang Anang.
Sementara Nur Arida menyebutkan bahwa ketidaksesuaian eksekusi PPKS dengan Permendikbudristek adalah saat penanganan kasus. Berdasarkan penuturannya, Nur Arida mengaku bahwa seringkali kasus yang masuk di luar kewenangan Satgas karena tidak termasuk dalam tridarma perguruan tinggi. Hal tersebut membuat kewenangan Satgas PPKS menjadi terhambat.
“Kadang-kadang yang menjadi dilema buat Satgas, tugas pokok kewenangan kita sebenarnya dibatasi itu [tridarma perguruan tinggi]. Kadang kasus-kasus yang masuk tidak terkait dengan itu [tridarma perguruan tinggi], semacam kayak awalnya konsen [atau] pacaran, itu bukan ranah kami. Ketika [kasus] masuk ke kami, tidak mungkin kami diam, harus tetap kami tangani,” ungkap Nur Arida.
Anang turut menguatkan bahwa banyak kasus yang dihadapi merupakan masalah pribadi seperti hubungan dengan konsen atau pacaran. Penanganan terhadap kasus ini sendiri difokuskan pada pelanggaran kode etik karena dianggap melanggar tridarma pendidikan.
KENDALA SATGAS DALAM PELAKSANAAN PPKS
Beberapa kendala terkait pelaksanaan PPKS yaitu kekurangan anggota, fasilitas, dan penganggaran dana. Nur Arida mengungkapkan bahwa prosedur operasional satgas belum disahkan karena kendala dalam fasilitas dan sumber daya.
“Kalau prosedur operasional Satgas, kita masih mengonsep beberapa item-item yang ada di catatan kementerian. Itu kan dengan fasilitas dan sumber daya yang sangat terbatas, nggak bisa kita bikin sekarang,” jelas Nur Arida.
Meskipun begitu, Nur Arida menambahkan bahwa dalam menjalankan tugas, terdapat beberapa fasilitas yang sudah diterima Satgas PPKS. Mulai dari ruangan, ponsel, hingga dana kegiatan.
“Kami [satgas] diberikan fasilitas ruangan khusus untuk bisa menerima pelapor. Kemudian kami [satgas] juga ada fasilitas handphone untuk menerima aduan. Di IG juga sudah ada (tercantum) website untuk PPKS. Kemudian kegiatan-kegiatan untuk mendukung upaya pencegahan kekerasan seksual di UNY, kami juga didukung sepenuhnya oleh kampus.”
Mengenai akomodasi pelaksanaan tugas, Anang menerangkan bahwa Satgas PPKS belum memiliki anggaran tersendiri. Pendanaan Satgas PPKS dibawahi oleh bidang Kemahasiswaan.
“Selama ini kita hanya ikut (anggaran) kemahasiswaan karena awalnya atas perintah menteri. Ini strukturnya belum jelas, non-ad hoc, tapi harus ada. Sehingga, anggarane masih nempel sama kemahasiswaan,” terang Anang.
Salah satu masalah pokok yang dialami Satgas PPKS adalah kurangnya anggota dalam melaksanakan kerja-kerja PPKS. Baik Anang maupun Nur Arida mengaku kewalahan melakukan kerja Satgas PPKS, sedangkan beberapa anggota sudah tidak aktif.
“Satgas belum efektif berjalan. Satgas itu masih kekurangan anggota, tiga anggotanya sudah lulus. Ini sedang proses untuk rekrutmen lagi,” jelas Anang.
Anang juga menjelaskan bahwa jumlah anggota aktif Satgas PPKS UNY adalah sebanyak enam orang. Hal ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 Bab 4 Pasal 27 yang menyebutkan bahwa anggota satgas berjumlah paling sedikit 5 orang. Namun, jumlah tersebut dirasa Anang masih sangat kurang untuk menjalankan tugas dan kinerja Satgas PPKS secara maksimal.
PELAKSANAAN PPKS DI UNY SEJAUH INI
Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan Satgas PPKS sejauh ini, salah satunya dengan mengadakan sosialisasi secara berkala menyoal kekerasan seksual di ranah kampus.
“Dulu malah kita mendatangkan Bu Irjen kesini dari Kapolda. Ada 350 peserta di sini pernah. Terus pas kegiatan PKKMB, saya ngisi [materi KS], mahasiswa anggota Satgas juga ngisi,” ungkap Anang.
Nur Arida mengutarakan bahwa Sosialisasi PPKS dilakukan pada bulan Agustus 2023. “Sosialisasi kalau tidak salah Agustus. Itu melibatkan tiga ratusan peserta secara luring dari tenaga kependidikan non-dosen, kemudian mahasiswa dari organisasi kemahasiswaan. Dilaksanakan di ruang sidang utama dan kami siarkan secara live streaming di YouTube, sehingga waktu itu diminta untuk seluruh civitas academica di UNY untuk bisa mengikuti kegiatan tersebut,” tutur Nur Arida.
Selain itu, Satgas PPKS juga melakukan kerja sama dengan pihak luar kampus dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Pihak-pihak tersebut adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT DAA), Polda, dan LSM Rifka Annisa.
“Kita ikut MOU-nya rektor seperti ke Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi, terus Polda, terus ada LSM Rifka Annisa. Kita ada kerjasama dengan itu,” jelas Anang.
Nur Arida juga mengungkapkan bahwa kerja sama dengan dengan komunitas luar, yaitu Rekso Diah Utami (RDU), juga dilakukan agar korban PPKS bisa mendapatkan pendampingan psikologis dan hukum melalui komunitas tersebut.
“Saat ini kami bermitra dengan lembaga RDU. Mereka juga sudah membantu kita untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada korban maupun keluarga korban. Pihak RDU menawarkan fasilitas, pendampingan dari konselor hukum dan konselor psikologi.”
Annaila Syafa Azzahra
Reporter: Annaila, Alif, Dhea, Mentari, Rara, dan Celli.
Editor: Rosmitha Juanitasari dan Mentari Mulya Dewi