Selasar–Karangmalang, sebuah pedukuhan yang ada di Caturtunggal, Depok, Sleman dikenal karena letaknya yang sangat strategis, yakni berdekatan dengan Universitas Negeri Yogyakarta. Keberadaan kampus ini memunculkan peluang bisnis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat setempat. Hampir semua warga di Karangmalang mendirikan kos-kosan untuk mahasiswa. Selain itu, puluhan UMKM yang menjual kuliner dan jasa laundry juga berdiri melengkapi padatnya padukuhan Karangmalang.
Pertumbuhan penduduk yang pesat di Karangmalang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kos-kosan di kawasan tersebut. Fenomena ini sejalan dengan peningkatan volume sampah yang dihasilkan, sehingga pengelolaan sampah menjadi isu penting. Pengelolaan sampah di Karangmalang, khususnya yang dihasilkan oleh kos-kosan, perlu perhatian lebih, mengingat dampaknya terhadap lingkungan.
Hendra, salah satu pengelola kos-kosan di Karangmalang, mengungkapkan bahwa tidak ada peraturan yang dikeluarkan secara khusus oleh padukuhan untuk sampah yang dihasilkan oleh kos-kosan. Namun, setiap kos-kosan memiliki aturan tersendiri terkait sampah. Seperti di kos yang ia kelola, ada peraturan yang melarang penghuninya untuk membuang sampah sembarangan.
“Kalau jumlahnya tergantung banyaknya penghuni, kalau banyak biasanya 2 hari bisa terkumpul 3 kantong sampah, kalau sedikit kadang 3 kantong itu 4-5 hari. Jenis sampah ya seperti botol, plastik, kardus, dan lain-lain,” terang Hendra mengenai jumlah dan jenis sampah yang biasa dihasilkan di kos-kosan miliknya.
Hendra menambahkan bahwa meskipun tidak ada aturan khusus dari padukuhan, tetapi kos yang ia kelola bekerja sama dengan padukuhan untuk mengelola sampah. Biasanya sampah akan dikumpulkan dan diambil oleh petugas dengan tarif biaya tertentu untuk setiap pengambilan.
Pengelolaan sampah kos-kosan tentunya melibatkan para penghuni kos di Karangmalang. Yovianes, salah satu penghuni kos, membenarkan bahwa para penghuni kos wajib ikut serta dalam pengelolaan sampah di Karangmalang. Adapun bagaimana ketentuannya mengikuti peraturan dari kos-kosan masing-masing.
“Kalau di kosku ya aturannya wajib membuang sampah pada tempatnya. Penghuni yang lain juga wajib ikut serta menjaga kebersihan di sini. Alhamdulillahnya pada bisa diajak bekerja sama,” tutur Yovianes.
Menurut Yovianes, kos yang ditinggalinya memiliki bak yang digunakan untuk menampung sampah para penghuni kos. Namun, pengelolaannya dirasa kurang tepat karena masih banyak sampah organik dan anorganik yang bercampur menjadi satu.
“Ada juga bak sampah, nanti kalau sudah penuh akan diangkut oleh truk sampah, dan dibebankan biaya 5 ribu rupiah,” tambah Yovianes.
Siti, penghuni kos lain di Karangmalang, menambahkan bahwa aturan tentang pengelolaan sampah di kosnya berupa “wajib menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya”.
“Ngga ada aturan khusus, sama seperti yang lain sepertinya, dan semua penghuni juga turut serta menaati aturan tersebut,” terang Siti.
Adapun bagaimana kelanjutan pengelolaan sampah setelah terkumpul di kos, Siti mengaku tidak tahu-menahu perihal itu.
“Setahu saya nanti bakal ada truk pengangkut sampah yang mengambil, biasanya seminggu sekali, paling dibawa ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Tapi setelah itu ngga tau diapain,” tambah Siti.
Pengelolaan sampah di kawasan kos-kosan seperti Karangmalang sangat perlu diperhatikan karena memiliki volume yang lebih banyak dibandingkan sampah rumah tangga biasa. Kerja sama antara padukuhan, pemilik kos, dan juga penghuni kos tentunya diperlukan supaya pengelolaan sampah dapat berjalan dengan lebih baik.
Jenis sampah anorganik yang mendominasi juga perlu dikelola dengan lebih efisien. Optimalisasi konsep 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) perlu diterapkan dalam upaya pengelolaan sampah di Karangmalang supaya setiap sampah tidak berakhir di TPA begitu saja.
Rahmat Joan Pratama
Reporter: El Saffa Difa Hanifa dan Salwa Nada Fauziyyah
Editor: Audrey Olivia Prasetyo