Ekspresionline.com–Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Penanggulangan Kekerasan Seksual di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) resmi disahkan pada 18 Maret 2022 lalu. Peraturan ini diperbarui guna menanggapi adanya Permendikbud Ristek Nomor 31 Tahun 2021. Sebelumnya UNY telah memiliki Peraturan Rektor Nomor 17 Tahun 2020, yang disahkan pada 21 September 2020 dengan ditandatangani Rektor Sutrisna Wibawa. Namun, peraturan rektor ini dianggap belum menjawab keresahan mengenai kekerasan seksual.
Membandingkan dua peraturan rektor ini, terdapat banyak perbedaan mengenai isinya. Perbedaan ini disoroti khususnya pada pasal 4 yang menjelaskan mengenai jenis kekerasan seksual. Pada Peraturan Rektor Tahun 2020, diksi yang digunakan sangatlah frontal sehingga riskan memunculkan pemicu trauma terhadap korban kekerasan seksual. Pembaruan Peraturan Rektor Tahun 2022, diksi yang digunakan sudah lebih halus dan lebih spesifik dalam mengategorikan jenis-jenis kekerasan seksual.
DPM UNY menyelenggarakan diskusi yang membedah peraturan baru ini pada 9 April 2022 lalu. Diskusi ini mengundang pembicara dari Ruang Aman UNY yaitu Yunita Azizah dan Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM KM UNY Sri Utami. Keduanya memberikan pendapatnya mengenai Peraturan Rektor Tahun 2022 tersebut.
Menteri Pemberdayaan Perempuan BEM KM UNY, Sri Utami, mengungkapkan pendapatnya bahwa definisi yang disebutkan dalam peraturan ini sudah cukup aman dengan telah adanya civitas yang dapat dinaungi, namun ia juga merasa peraturan ini kurang rinci pada beberapa pasal.
Contohnya terletak pada pasal dua yaitu tujuan yang masih terlalu general, pasal tiga yang masih ambigu dalam menyebutkan kategori kekerasan seksual, dan prinsip penanggulangan menurutnya sudah cukup berpihak kepada korban, namun diksi kesetaraan gender dirasa sangat bisa multi tafsir.
Sementara Yunita Azizah, perwakilan dari Ruang Aman, berpendapat bahwa Peraturan Rektorat Nomor 6 tersebut kurang rinci. Mulai dari jangkauan ketentuan umum yang terlalu sempit, sasaran pada tujuan yang masih kurang jelas, dan bentuk penanggulangan serta pencegahan dalam peraturan tersebut terlihat rancu dan tidak saling berkaitan.
“Mungkin ini terlalu rancu [pada] kata penanggulangan,” ujar Yunita saat membahas judul peraturan tersebut. “Kalau misalnya memang, atau jangan-jangan nih, pola pikir dari birokrasi itu masih menganggap bahwa Peraturan Rektor Nomor 17 Tahun 2020 itu penting, dan melaksanakan tuntunan dari Permendikbud artinya juga menautkan hal-hal yang masih ada di Peraturan Rektor Nomor 17 Tahun 2020 dengan Permendikbud Ristek Nomor 31 Tahun 2021. Artinya, jatuhnya ke Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2022.”
Dalam forum tersebut, Yunita Azizah dan Sri Utami berpendapat bahwa meskipun telah lebih baik daripada peraturan sebelumnya, beberapa pasal dalam Peraturan Rektor Nomor 6 Tahun 2022 ini masih kurang rinci. Hal ini dikhawatirkan dapat menghambat penanganan kekerasan seksual dan mencegah korban mendapatkan perlindungan yang semestinya. Perbaikan peraturan diharapkan akan terus dilakukan demi pemahaman yang lebih baik lagi serta meminimalisasi kerancuan yang akan terjadi ke depannya.
Rosmitha Juanitasari
Editor: Nugrahani Annisa