Pameran karya dalam Great Education Pedia (Gredupedia) #5 mengusung konsep pendidikan budaya Jawa bertajuk “Time Travel: Nala dan Kuda Sembrani”. Event ini merupakan proyek akhir dari mata kuliah yang ditempuh oleh para mahasiswa Teknologi Pendidikan UNY angkatan 2021. Mereka menampilkan beragam karya berupa media pembelajaran. Bertempat di Taman Budaya Yogyakarta, pameran berlangsung selama tiga hari, mulai dari Kamis—Sabtu, 19—21 Desember 2024.
Gredupedia #5 menyuguhkan perjalanan tokoh animasi Nala dan Kuda Sembrani dalam menjelaskan pendidikan budaya jawa dari masa ke masa. Nala digambarkan sebagai gadis desa keturunan suku Jawa berusia delapan tahun yang suka berpetualang dan memiliki keingintahuan tinggi untuk mengenal jenis-jenis media penyebaran informasi. Dalam pameran ini, setidaknya terdapat enam masa yang dilalui Nala dengan konsep penataan yang berbeda-beda.
Meuthi Adna Meira, Wakil Ketua Pelaksana Gredupedia #5, menjelaskan tentang konsep masa yang diusung. ”Dari masa satu sampai keenam itu adalah peristiwa-peristiwa penting yang mengajarkan bagaimana pendidikan terdahulu itu muncul khususnya di budaya Jawa,” ujar Adna, Sabtu (21/12/2024).
Perjalanan Tiap-tiap Masa
Adna menjelaskan bahwa masa pertama menunjukkan pendidikan yang hanya ditempuh oleh para priayi atau para bangsawan. Visualisasi dari kegiatan argaris pada masa lalu dalam bentuk poster menjadi karya yang ditampilkan. Adna mengutarakan, bahwa kajian literatur diperoleh dari seorang budayawan dari Dinas Perpustakaan Arsip Yogyakarta bernama Budiyono, yang kemudian divisualkan dengan bantuan Artificial Intelegence (AI) berjenis Dall e.
”Sebelum memvalidasi produk, kita belajar dulu, menimba ilmu dulu ke Bapak Budiyono [mengenai] peristiwa budaya Jawa itu sangat kental dengan pendidikan,” jelasnya. ”Sumbernya berupa teks bukan visual.”
Ia menegaskan bahwa AI hanya menjadi media yang digunakan untuk membantu dalam penuangan visualisasinya. Hal ini juga dikarenakan sumber yang diperoleh berupa teks, dan proses ini telah mendapatkan perizinan dari dosen pembimbing selaku kuratornya.
”Kita menggunakan AI untuk melengkapi dan menyempurnakan produk yang kita buat. Memvisualkan dan [membuatnya] lebih menarik,” terang Adna.
Masa kedua menampilkan tentang pendidikan yang ditempuh oleh nenek moyang. Pada masa ini digambarkan sudah ada pendidikan formal layaknya di sekolah-sekolah, tetapi dengan sederhana. Salah satu karya yang dipajang berupa kain batik dan segala aktivitasnya, termasuk canting yang bisa dicoba oleh para pengunjung.
Masa ketiga, menampilkan media penyebaran informasi termasuk pendidikan yang mengalami perubahan yakni dulu wayang, sekarang TV. ”Dulu itu wayang salah satu alat untuk menyebarkan ilmu, informasi, suatu pendidikan. Nah sekarang sudah beralih ke TV yang [menyebarkan] secara fleksibel,” ujar Adna.
Masa keempat mengangkat pemerataan pendidikan yang mengarah pada emansipasi wanita dengan ditunjukkan oleh tokoh Raden Ajeng kartini. ”Di masa R. A. Kartini ini kita mengangkat peristiwa di mana perempuan itu bisa mendapatkan ilmu pendidikan yang setara dan layak dengan laki-laki,” jelas Adna. Penataan masa ini dikaitkan dengan perjalanan kehidupan dan pendidikan R. A. Kartini, termasuk bagian surat menyurat dengan sahabatnya.
Masa kelima menunjukkan kehadiran media permainan tradisional sebagai media pembelajaran seperti egrang, hulahop, kuda lumping, dan alat permainan edukatif (ape) yang mampu mengajarkan sensori play pada anak. Pada bagian ini, secara interaktif permainan tradisional bisa dicoba oleh para pengunjung.
Masa keenam menampilkan tentang modernisasi. Pada masa ini, ditunjukkan berbagai media masa kini, termasuk teater pemutaran film pendek karya mahasiswa, virtual laboratorium umroh, dan pemanfaatan AI sebagai media pembelajaran.
”Jadi, setelah masa 1, 2 ,3 ,4 ,5; sudah menggambarkan pembelajaran secara konvensional. Kita merasakan adanya peralihan teknologi, di mana pembelajaran sudah menggunakan website, kita sudah menggunakan audio pembelajaran, multimedia pembelajaran, film pembelajaran, e trining,” ujar Adna.
Beragam Atensi
Gredupedia #5 berhasil menarik perhatian 1.800 hingga 2.000 pengunjung sesuai yang terekap dalam buku registrasi. Berbagai kalangan turut meramaikan pameran tentang pendidikan budaya jawa ini. ”Mulai dari anak kecil, pelajar, mahasiswa, keluarga, tetangga, teman-teman KKN [Kuliah Kerja Nyata] turut diboyong ke sini,” ujar Adna.
Salah satu kelompok pengunjung merupakan mahasiswa ISI Yogyakarta. Sebagian besar merasa bahwa pameran menyenangkan, memorabilia, edukatif, seru, nostalgia, dan interaktif. Akan tetapi, mereka memiliki masukan tersendiri mengenai pameran Gredupedia #5 ini.
Salah satu pengunjung, yakni Dea, mahasiswa jurusan Tata Kelola Seni menyoroti terkait perhitungan space untuk bermain. ”Kurang space buat main. [Menurutku] itu takutnya mengganggu flow mengganggu orang yang lewat yang engga pengin main.”
Sementara menurut Nana, mahasiswa dari jurusan Batik, menyoroti di bagian batik yang berada di masa kedua. ”Kainnya habis gitu, jadi kaya kurang seru dikit. [Lalu] tadi daerah mencanting, tidak ada guidesetter yang tetap. Jadi kalau orang-orang yang engga tau batik, itu bakal bingung juga.”
Di samping itu, Fadia, mahasiswa dari jurusan Desain Produk menyayangkan terkait perhitungan waktu. ”Karena terlalu ramai, jadi tadi kita menunggu [untuk] main egrang. Eh, udah nunggu lama, diserobot lagi. Jadi kaya waktunya itu, sih. Galeri setternya lebih [memperhatikan] di perhitungan waktu.”
Sebagaimana yang diharapkan Adna, berbagai kesan dan pesan diperlukan untuk menghasilkan pameran yang lebih baik. “Untuk tahun ke depan, untuk Gredupedia 6 semoga lebih baik, lebih besar dan pengunjungnya lebih banyak dan semoga timeline dari jurusan tidak tertabrak PK dan KKN,” pungkas Adna.
Annisa Fitriana
Reporter: Annisa Fitriana dan Meira Arta
Editor: Rosmitha Juanitasari