Ekspresionline.com—Tiga dari puluhan massa aksi itu terlihat sedang memasang spanduk. Mereka memasang spanduk itu di tiga tiang lampu di Jalan Malioboro, tepatnya di belakang Kantor Pos, Titik Nol. Terlihat kalimat bertuliskan, “WUJUDKAN REFORMA AGRARIA TEGAKKAN DEMOKRASI DAN HAM” dalam spanduk berukuran 1×2 meter tersebut. Barangkali spanduk itu jadi media untuk menyuarakan keresahan akan perampasan lahan, demokrasi, dan HAM di Indonesia.

Sementara di tengah Titik Nol, massa aksi lain nampak memegang poster berisi isu yang sedang disuarakan. Identik dengan pakaian serba hitam, terlihat ketiga perempuan ini memegang poster yang relevan dengan isu agraria yaitu petani.
Dari arah lain, sekumpulan massa aksi melakukan long march dari arah Malioboro ke Titik Nol. Sepanjang rute long march, mereka menyuarakan isu HAM, agraria, dan demokrasi tepat di depan gedung DPRD DIY.

Puluhan massa itu terus bersuara hingga lokasi aksi. Dengan begitu, mereka dapat menyebarkan informasi terkait isu yang sedang dibawa. Terik matahari masih menyengat kulit kumpulan orang itu.
Massa aksi pun duduk melingkar di tengah jalan Titik Nol Kilo. Di tengah lingkaran itu, salah seorang massa aksi maju untuk memulai sebuah orasi. Dengan semangat yang menggebu, ia berteriak, mencaci, dan memaki negara atas impunitas yang mereka ciptakan.

Tak ayal, jika hal itu dilakukan. Mungkin uneg-uneg dalam pikirannya selama ini dapat tercurahkan dalam orasi tersebut.

Tak mau kalah, seorang orator perempuan juga melakukan penampilan yang menggugah semangat massa aksi. Perempuan itu melakukan semacam “teater monolog”. Cara itu terlihat berhasil membangun ambience kembali.
Kendati demikian, propaganda isu yang dilakukan para orator hanya dapat didengar oleh massa aksi. Para pengendara bermotor dan pengguna jalan mungkin hanya mendengar selentingan dari sekian banyak kalimat. Saat saya bertanya ke salah satu koordinator lapangan, ia mengungkapkan bahwa aksi ini adalah salah satu bentuk kampanye untuk mengenalkan isu perampasan tanah dan HAM yang sedang terjadi.



Dalam propaganda lain, massa aksi mulai menempelkan poster ke punggung mereka, membagikan stiker, serta membagikan selebaran yang bertuliskan kalimat “Lawan Rezim Fasis” dan “Boneka Imperialis”.
Isu utama Hari Tani Nasional sore itu adalah perampasan lahan yang terjadi di pulau Rempang. Namun, tidak menutup ruang untuk isu perampasan lain seperti Kendeng, Wadas, Pakel, atau lainnya. Dari situ, mereka menilai bahwa Undang-undang Pokok Agraria–aturan yang mengatur tentang pemanfaatan, penggunaan, pemilikan, dan penguasaan sumber daya agraria di Indonesia–telah gagal dilaksanakan.
Kendati demikian, mereka tetap menuntut Reforma Agraria tetap dilakukan. Setidak-tidaknya, ada 16 tuntutan yang dilayangkan kepada pemerintah. Saya rasa, tuntutan tersebut cukup banyak, tapi saya percaya semua tuntutan tersebut berpihak pada rakyat tertindas.
Aldino Jalu Seto
Editor: Hayatun Nufus
Kurator: Hayatun Nufus