Ekspresionline.com–Memasuki Tahun Ajaran (TA) 2023/2024, UNY mengesahkan kebijakan baru mengenai Penghargaan Ekstrakurikuler Mahasiswa (PEM). Kebijakan ini disampaikan oleh Siswantoyo selaku Wakil Rektor Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni dalam agenda PKKMB UNY 2023.
Mahasiswa baru angkatan 2023 diwajibkan untuk mengikuti PEM dan memenuhi poin penilaian. Poin tersebut dikatakan sebagai salah satu indikator dalam yudisium. Hal tersebut menuai pro dan kontra dalam lingkup civitas akademika berkaitan dengan kebijakan ini.
Kendala Mahasiswa Baru dalam Menjalankan PEM
Melalui survei yang dilakukan Tim Polling Ekspresi pada 23 September- 4 Oktober, 86,1% dari 596 mahasiswa baru menyatakan tidak setuju dengan kewajiban PEM. Terdapat beberapa kendala yang membuat kebijakan ini membebankan sebagian besar mahasiswa baru.
Alfiani Hidayatul Choiriyah, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2023 menyampaikan beberapa kendala dalam menjalankan PEM.
“Yang pertama dari biaya, karena nggak semua gratis, kedua transportasi, ketiga itu waktu. Jadi dituntut ikut banyak kegiatan tapi waktunya juga banyak yang bertabrakan,” jelas Alfiani (25/09/2023).
Arwan Nur Ramadhan selaku Staf Ahli Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UNY memberikan tanggapan terkait hal tersebut.
“Terkait dengan biaya, sebetulnya biaya untuk masuk UKM, ngga perlu masuk semua, masuk satu saja di level HIMA, mau masuk fakultas, mau masuk univ itu sudah masuk, ada skor nya, tinggal dia mau mengejar skor berapa, keputusan masing-masing,” ungkap Arwan (03/10/2023).
Selain kendala tadi, Minaldo Andoyo Aldi, biasa disapa Andoy, selaku ketua Forum Student Center (SC) menilai fasilitas yang tersedia untuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) belum mencukupi untuk menunjang PEM.
“Fasilitas masih kurang karena terkait masalah tempat di Student Center untuk urusan PAB,” ungkap Andoy (29/09/2023).
Selain SC yang tidak mencukupi untuk melangsungkan kegiatan, Andoy juga menambahkan mengenai permasalahan tempat parkir. Menurutnya, area parkir yang sering diakses mahasiswa adalah depan Gedung SC dan harus berbagi tempat dengan Gedung Pusat Pelatihan Bahasa. Hal tersebut membuat area parkir yang tersedia kurang mencukupi.
Menanggapi hal tersebut, Arwan Nur Ramadhan turut memberikan pernyataan terkait pengembangan fasilitas dalam ranah kampus.
“Pengembangan fasilitas ada rencana, kegiatan pengembangannya bahkan kita dengan rekanan sudah dilakukan tumpangkan … fasilitas bertahap, kita lihat mana yang urgensi,” jelas Arwan.
Terdapat kendala yang berbeda dalam penyelenggaraan PEM di kampus wilayah. Lokasi kampus wilayah yang berada di Wates dan Gunung Kidul membuat jarak menjadi suatu permasalahan tersendiri. Kesulitan itu dirasakan mahasiswa kampus wilayah yang ingin mengikuti kegiatan di kampus pusat.
“Jadi oke-oke aja, tapi harus ada penyesuaian-penyesuaian supaya lebih longgar. Terutama untuk anak-anak kampus wilayah yang terkendala jarak untuk ikut UKM atau organisasi yang di pusat,” ungkap Habib selaku mahasiswa Fakultas Vokasi angkatan 2023 (21/09/2023).
Sutopo selaku Wakil Dekan Kemahasiswaan dan Akademik Fakultas Vokasi memberikan pernyataan terkait kendala tersebut. Dia menyoroti rawannya kecelakaan dan perilaku penyimpangan dalam perjalanan dari kampus wilayah dan kampus pusat. Oleh karena itu, dia mengimbau agar kegiatan dipusatkan di kampus wilayah.
“Oleh karena itu, saya mau mengurangi aktivitas yang mobile. Jadi kalo bisa di kampus GK ya di GK, jangan mobile ke kampus pusat,” tegas Sutopo (29/09/2023).
Sutopo juga menyatakan bahwa fasilitas di kampus wilayah sudah memadai untuk menjalankan kegiatan mahasiswa. Kegiatan berkaitan dengan seni budaya, olahraga, hingga penelitian ilmiah dapat dilaksanakan di kampus wilayah.
Farih Kurniawan selaku Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Vokasi turut mendukung pernyataan tersebut
“Di Fakultas Vokasi tentunya ada yang namanya UKMF Vokasi di sana ada empat. Ada kerohanian, penelitian, olahraga, kewirausahaan. Ketika teman-teman memiliki minat bakat di bidang tertentu kemudian dari Fakultas Vokasi setidaknya sudah menyiapkan,” jelas Farih (11/10/2023).
Kesiapan Pelaksanaan PEM
Proses perumusan dari kebijakan PEM juga perlu dikaji. Semenjak kebijakan tersebut disahkan pada 2 Januari 2023, terdapat banyak pertanyaan yang muncul. Beberapa hal yang krusial adalah mengenai kesiapan kebijakan PEM dan juga sosialisasi di tingkat Ormawa dan UKM.
Mengenai kesiapan sendiri, Arwan Nur Ramadhan selaku Staf Ahli Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UNY menyatakan terdapat pengkajian sebelum kebijakan PEM dirumuskan.
“Sebetulnya sudah lama itu, lebih dari setahun karena instruksi dari pak rektor. Terus, itu juga melalui senat UNY, kemudian kita juga studi banding ke ITS, studi banding ke Brawijaya, kemudian lihat di kampus-kampus yang PTN BH yang lain. Lihat kampus yang di atas kita, kemudian kita bagaimana menghargai aktivitas ekstrakurikuler mahasiswa,” jelas Arwan (03/10/2023).
Dalam proses pengkajian tersebut, Arwan tidak menyebutkan adanya analisis terhadap kesiapan UNY dalam melakukan kewajiban PEM. Pengkajian yang disebutkan hanya seputar studi banding.
“Nanti coba lihat peraturannya di perguruan tinggi lain. Kita mungkin kecil, 80 kredit itu kecil, perguruan tinggi lain itu lebih besar,” tambah Arwan.
Berbeda dari pernyataan Arwan, Sutopo selaku Wakil Dekan Kemahasiswaan dan Akademik Fakultas Vokasi menjelaskan bahwa persiapan PEM sudah dibahas matang sejak lama.
“Mungkin dua tahun ini. FV ini kan baru, dalam artian semenjak kita PTN BH fakultas baru itu ada. Nah, PEM ini dirancang sebelumnya, bahkan mungkin ada success story dari PT lain. Jadi, kalau penyiapannya itu saya kira sudah lama, termasuk dibahas-bahas, disosialisasikan,” terang Sutopo (29/09/2023).
Pernyataan ini sedikit kontradiktif dengan pernyataan Ketua BEM FV Farih Kurniawan. Dia menyampaikan bahwa belum ada sosialisasi mengenai kebijakan PEM ini.
“Kemudian, terkait kewajiban PEM dari kampus atau dari fakultas tentunya belum merilis atau memberikan pembinaan kepada temen-temen pengurus ormawa, terkait tentang regulasi seperti apa atau kegiatan ormawa apa yang nantinya bisa dikonversi sebagai poin PEM atau kegiatan penunjang PEM itu sendiri,” terang Farih.
Andoy juga menyampaikan bahwa PEM belum siap diselenggarakan karena belum terdapat sosialisasi dengan pihak UKM sendiri.
“Sepertinya kita belum siap untuk masalah PEM ini karena masalah teknis juga belum jelas gimana, cara kita gimana, cara maba dapat poinnya itu gimana, kayak UKM belum tau entah sertifikat itu gimana. Nek aku sih belum ada teknis yang jelas ya, belum disebarkan sama UKM,” jelas Andoy.
Menanggapi hal ini, Arwan menyampaikan bahwa sosialisasi PEM sudah dilakukan ketika pemaparan program kerja wakil rektor saat PKKMB. Dia juga menjelaskan bahwa sosialisasi ke ormawa sudah dilakukan melalui fakultas sebelum penerimaan mahasiswa baru.
“Sebelum pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru saya lupa tanggalnya, tapi sebelum pelaksanaan itu sudah dilakukan. Kira-kira bulan Agustus. Dikumpulkan jadi satu, dikumpulkan jadi satu di Auditoriumnya masing-masing fakultas,” terang Arwan
Kewajiban Pelaksanaan PEM
Banyak faktor yang disebutkan menjadi latar belakang perumusan PEM. Faktor-faktor tersebut mulai dari pemacu prestasi mahasiswa, instruksi dari atasan, hingga sebagai surat keterangan pendamping ijazah. Walaupun begitu, kewajiban untuk PEM sendiri masih menjadi pertentangan di kalangan mahasiswa.
Alfiani Hidayatul Choiriyah, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2023 menyampaikan aspirasi mengenai keberatannya dengan PEM.
“Iya, karena ada kata-kata wajib itu lho, Kak. Sedangkan, hal-hal seperti itu disebutnya non-formal. Nah, itu kan ibaratnya hanya penunjang ya, bukan sesuatu kayak kewajiban yang harus dituntut univ,” ujar Alfi.
Pihak birokrasi, baik dari Arwan maupun Sutopo, tidak memberikan alasan konkret mengapa PEM diwajibkan untuk seluruh mahasiswa.
“Ya sebetulnya itu mengalir kok. Mengalir, jadi kalo dianggap berat maka habislah pikiran kita bahwa itu berat, padahal itu mengalir. jadi keikutsertaan mahasiswa di dalam berbagai macam event yang itu menunjang keterampilan dari softskill terutama ya, itu sangat dibutuhkan,” ujar Sutopo.
Sistem poin dalam PEM adalah salah satu aspek yang menuai pertentangan dari mahasiswa. Hal ini dianggap memberatkan karena pemenuhan poin PEM menjadi syarat untuk yudisium.
Menanggapi hal tersebut, Arwan menyampaikan bahwa kebijakan tersebut merupakan suatu instruksi yang didukung dengan hasil studi banding.
“Karena itu [sistem poin] satu instruksi dari pimpinan, yang kedua memang kita melihat dari perguruan-perguruan tinggi lain itu memang menjadi kewajiban seperti di Brawijaya, di ITS bahkan skornya itu lebih tinggi dari kita,” ungkap Arwan.
Sutopo menanggapi hal tersebut dengan menyatakan bahwa sistem itu dibuat agar adanya bentuk keteraturan.
“Sistem poin diterapkan agar teratur, dan memang pembiasaan-pembiasaan yang sifatnya baru itu berat,”ujar Sutopo.
Bersamaan dengan wawancara ini, Arwan memberikan konfirmasi mengenai kewajiban ikut UKM untuk memenuhi PEM. Dia menyatakan bahwa tidak diwajibkan mengikuti UKM dan terdapat pilihan kegiatan dalam PEM.
“Bukan dua ormawa, kalo dua ormawa jelas dia akan berat. Dua kegiatan itu bisa jadi dia ikut ormawa, terus [bisa juga] melakukan kegiatan wirausaha dia fokus ke kegiatan akademik untuk converse macem-macem dengan kompetisi,” Jelas Arwan.
Annaila Syafa Azzahra
Reporter: Annaila, Dhea, Rara, Faza, Mentari, dan Alif
Editor: Majid Kurniawan