Ekspresionline.com–Bertepatan dengan bulan Ramadhan, massa Koalisi Sejagad yang diinisiasi oleh Jaringan Gugat Demokrasi (JAGAD) kembali menggelar aksi bertajuk “Buka Bersama Kecurangan Pemilu” di Tugu Pal Putih, Yogyakarta, pada Jumat (22/03/2024). Aksi tersebut menyerukan boikot hasil Pemilu 2024 karena demokrasi dianggap telah mati dibunuh oleh rezim Jokowi.
Peserta aksi berkumpul di depan Tugu Pal Putih pukul 15.30 WIB. Terlihat mereka membentangkan sejumlah spanduk raksasa dengan berbagai tulisan, kemudian beberapa dari mereka melakukan orasi dan menyampaikan aspirasinya secara bergantian. Berbagai elemen peserta aksi antusias mengikuti hingga adzan Maghrib tiba. “Buka Bersama Kecurangan Pemilu” diikuti dengan pembagian takjil oleh Koalisi Sejagad kepada para peserta aksi dan mereka melakukan buka bersama di titik aksi.
Boi dan Kot, seorang aktivis dari JAGAD, menyampaikan bahwa aksi tersebut digelar bukan hanya untuk merespons kecurangan teknis pemilu 2024 saja. Namun aksi ini juga berkaitan dengan lolosnya Gibran Rakabumi Raka dan putusan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman, terkait putusan No. 90 Tahun 2023.
“Yang paling fundamental adalah soal putusan MK nomor 90, bahwa demokrasi telah mati. Bagaimana putusan itu membuat Gibran anak dari Presiden Jokowi [lolos menjadi cawapres]. Sedangkan ketua MK-nya Anwar Usman, itu adalah paman Gibran sekaligus adik ipar dari Jokowi. Artinya ada kepentingan, ada konflik kepentingan di situ,” jelasnya.
Matinya demokrasi di Indonesia bukan hanya perihal putusan MK No. 90 Tahun 2023 saja. Namun sudah ada bukti nyata sejak adanya parliamentary threshold dan presidential threshold yang membuat suara-suara rakyat tidak diwakilkan.
Dikutip dari laman rumahpemilu.org, parliamentary threshold atau ambang batas parlemen adalah batas minimal perolehan suara politik agar mendapatkan kursi DPR, ambang batas tersebut sebesar 4% dari jumlah suara sah nasional. Sedangkan presidential threshold atau ambang batas presiden adalah syarat aturan pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paling sedikit memiliki perolehan 20% jumlah kursi DPR atau 25% suara sah pada pemilu DPR sebelumnya.
Berkaitan dengan suara rakyat yang tidak diwakilkan, mereka juga menuntut terkait Revisi UU Pemilu dan Partai Politik. Revisi tersebut diharapkan bisa membangun oposisi permanen dari rakyat sipil kepada pemerintah karena partai hari ini sudah tidak ada yang bisa dipercaya.
“Kami menuntut bahwa revisi itu harus di bawah pengawasan sipil [rakyat], karena apa? Karena partai hari ini sudah tidak ada yang dapat dipercaya,” tegas Boi dan Kot.
Aksi Sejagad sudah dimulai semenjak 12 Februari 2024 lalu. Ini merupakan aksi ketiga setelah aksi pertamanya pada 12 Februari 2024 dan aksi kedua pada 14 Maret 2024 tempo lalu. Pada aksi ketiga yang bertajuk “Buka Bersama Kecurangan Pemilu” ini, terdapat enam tuntutan utama, yaitu:
- Boikot Hasil Pemilu 2024;
- Revisi UU Pemilu dan UU Partai Politik oleh badan independen di bawah pengawasan sipil;
- Adili Jokowi dan kroni-kroninya;
- Cabut UU Ciptakerja dan Minerba;
- Lawan politik dinasti, dan;
- Bangun oposisi permanen atau oposisi rakyat.
Danang Nugroho
Reporter: Ikrar Hatta Tiwikrama, Feninda Rahmadiah, Nur Fadlilah Amalia
Editor: Rosmitha Juanitasari