Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Berita

Sex Education dan Polemiknya dengan Kekerasan Seksual

by Arummayang Nuansa Ainurrizki
Monday, 29 April 2019
2 min read
0

Diskusi Srawung Psikologi yagn diselenggarakan di Abdullah Sigit Hall FIP. dari kiri: Riyanto, Rifka Annisa; yasmin, moderator; Mukhlis, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Mayang/EKSPRESI.

Share on FacebookShare on Twitter

Ekspresionline.com–Urgensi mengenai pendidikan seks menjadi alasan utama HIMA Psikologi mengangkat tema “Sex Education dan Kekerasan Seksual: Mengulik Motif Perilaku Kekerasan Seksual” pada Srawung Psikologi, Kamis (25/04/2019). Diskusi tersebut bertempat di Auditorium FIP, Abdullah Sigit Hall.

Diskusi ini dipantik oleh Riyanto dari Rifka Annisa dan Mukhlis dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Riyanto memulai bahwa seksualitas tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Alasannya dikemukakan oleh Mukhlis, di mana masyarakat selalu menghubungkan kata “seks” dengan hubungan seksual, padahal sebenarnya seks adalah jenis kelamin.

“Kekerasan seksual tidak hanya menyerang korban dengan spesifikasi tertentu, seperti yang berpendidikan rendah atau istilahnya orang kampung,” tutur Riyanto.

Riyanto menambahkan, kini orang berpendidikan tinggi juga tidak lepas dari ancaman kekerasan seksual. Banyak kasus kekerasan seksual justru terjadi di tempat yang dinilai paling aman dari tindakan tersebut. Lembaga pendidiakan seperti sekolah menengah dan perguruan tinggi yang harusnya mejadi tempat yang paling kondusif, juga tidak lepas dari ancaman terjadinya kekerasan seksual di lingkungan tersebut.

Menurut Riyanto, kekerasan merupakan masalah keadilan yang paling kompleks. Hal tersebut dikarenakan dalam satu tindak kekerasan seksual, misalnya pemerkosaan, bukan hanya pemerkosaan saja yang terjadi. Di dalamnya terdapat kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan sosial (victim blaming).

Mukhlis menambahkan, ada suatu bentuk pemerkosaan yang jarang disadari dan dapat berbentuk fisik maupun verbal, yaitu pemerkosaan cicilan. Dimulai dari rayuan, lalu berpegangan tangan, naik ke pipi, berlanjut ke pelukan, telanjang, kemudian berhubungan seks. Hal ini sering kali tidak disadari karena kedua belah pihak berpikir kegiatan tersebut dilakukan atas nama cinta.

Pada kekerasan seksual terhadap anak, biasanya korban akan di cap tidak bermoral.  Hal tersebut disampaikain oleh Riyanto. Lebih lanjut, menurutnya laki-laki hanya akan kehilangan keberuntungannya saat dipenjara. Namun, korban yang kebanyakan wanita akan disalahkan dan kehilangan harapan. Korban sulit memulihkan diri, apalagi untuk bercerita. Belum ada konsekuensi hukum yang dapat melindungi korban secara utuh.

“Korban banyak dirugikan karena tidak ada instrumen hukum yang melindunginya,” tutur Riyanto.

Riyanto juga menyampaikan mengenai Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang masih diperjuangkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkecimpung di ranah tersebut. Dengan adanya RUU PKS, harapannya seluruh bentuk kekerasan seksual masuk ke bentuk kejahatan.

Mukhlis menutup perbincangan sore itu dengan menjelaskan cara-cara agar terhindar dari kekerasan seksual. Cara-cara tersebut adalah memiliki pengetahuan tentang seks, memahami informasi layanan dari lembaga yang berkaitan, juga memahami konsep batas dan kesepakatan dalam sebuah hubungan.

Arummayang Nuansa Ainurrizki

Editor: Rizal Amril

Previous Post

Kontestasi Identitas dalam Budaya Layar

Next Post

Orkes Madun: Dari Kemelaratan sampai Eksistensi Diri

Related Posts

Keluhkan Ketidakjelasaan KKN-PK, Mahasiswa UNY Gelar Aksi dan Audiensi di Rektorat

Keluhkan Ketidakjelasaan KKN-PK, Mahasiswa UNY Gelar Aksi dan Audiensi di Rektorat

Thursday, 16 June 2022
Dinilai Cacat, HIMA FIP Ajukan Sidang Istimewa terkait Peraturan PKKMB FIP 2022

Dinilai Cacat, HIMA FIP Ajukan Sidang Istimewa terkait Peraturan PKKMB FIP 2022

Friday, 22 April 2022
Polemik “Siapakah Andini?”

Polemik “Siapakah Andini?”

Friday, 25 February 2022

Polemik Film Photocopier: Menyoal Keterlibatan Pelaku dalam Melawan Kekerasan Seksual

Friday, 25 February 2022
Saya Vania dan Saya Berjuang

Saya Vania dan Saya Berjuang

Tuesday, 15 February 2022
Menyudahi Spill Identitas Korban Kekerasan Seksual: Kita Semua Pelaku?

Menyudahi Spill Identitas Korban Kekerasan Seksual: Kita Semua Pelaku?

Tuesday, 8 February 2022
Next Post

Orkes Madun: Dari Kemelaratan sampai Eksistensi Diri

Ekspresionline.com

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • BLOG
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY