Sutradara: Riri Riza
Produser: Mira Lesmana
Editor: W. Ichwandiardomo
Produksi: Visi Lintas Films
Sinematografi: Gunnar Nimpuno
Durasi: 90 menit
Pemeran:
Prisia Nasution sebagai Butet Manurung
Nyungsang Bungo sebagai Bungo
Nengkabau sebagai Nengkabau
Beindah sebagai Beindah
Rukman Rosadi sebagai Bahar
Ekspresionline.com–Sokola Rimba, sebuah film yang diangkat dari kisah nyata seorang wanita tangguh bernama Butet Manurung. Film garapan Riri Reza ini menceritakan perjalanan Butet di hutan bukit Duabelas, Jambi. Berdurasi 1 jam 30 menit. Film yang rilis pada 21 November 2013 ini berhasil masuk dalam berbagai nominasi di ajang penghargaan film nasional. Berbagai penghargaan yang didapat dari film ini antara lain; Indonesian Movie Actors Award untuk Pemeran Utama Wanita Terfavorit 2014 (Prisia Nasution), Indonesian Movie Actors Award untuk Pemeran Utama Wanita Tervavorit 2014 (Nengkabau Sunting), Piala Citra untuk Penulis Skenario Adaptasi Terbaik 2014 (Riri Reza), Penghargaan Khusus Piala Citra untuk Anak-anak 2014 (Nengkabau Sunting) hingga Best Adapted Screenplay dalam Festival Film Indonesia 2014. Dalam situs IMDb, film yang sarat akan nilai pendidikan dan kemanusiaan ini meraih skor penilaian 7,4 dari 10.
Pembawa Harapan di Pedalaman
Suku anak dalam atau yang sering di kenal dengan sebutan orang rimba, tinggal di hulu sungai Makekal, jauh di dalam hutan bukit Duabelas, Jambi. Film dimulai dengan Butet yang bekerja di salah satu lembaga konservasi wilayah Jambi, sebagai pengajar mereka harus membutuhkan waktu yang lama dan melelahkan untuk sampai disana.
Film dilanjutkan dengan insiden Butet yang terjatuh pingsan di tengah-tengah hutan. Lalu, ada seorang anak yang kemudian Butet ketahui berasal dari hilir datang menolongnya dan membawanya ke hulu dengan berjalan tujuh jam lamanya.
Rasa penasaran mulai hinggap dalam diri Butet. Siapakah anak itu? Butet lantas membawa peralatan mengajarnya dan menuju ke hilir dengan Beindah dan Nengkabau, dua muridnya yang masih berumur sepuluh tahun. Mereka melakukan perjalanan selama berhari-hari untuk sampai hilir.
Sesampainya di hilir, Butet bertemu dengan Bungo, anak laki-laki pemberani yang menolongnya tempo hari. Bungo merupakan salah satu anak suku dalam yang masih tertutup dan mengisolasi diri dari dunia luar. Butet pun mulai mengajarkan baca tulis hitung kepada Bungo dan anak-anak lainnya.
Namun, setelah beberapa hari, Butet terpaksa pergi meninggalkan Bungo karena ia diusir oleh ketua adat dan warganya. Mereka percaya kedatangan Butet dengan pensil, buku, dan alat tulis lainnya akan mendatangkan malapetaka bagi mereka.
Berbagai cara dilalui Butet agar bisa terus mengajar Bungo dan anak-anak rimba lainnya. Dengan keuletan Butet dan ketekunan Bungo, mereka tetap bisa belajar sampai akhirnya apa yang dikhawatirkan Bungo terjadi. Salah satu anggota keluarga Bungo meninggal dan orang-orang dari rombongan Bungo menuduh bahwa ini adalah perbuatan Butet yang menyalahi adat mereka.
Terpaksa, Bungo meninggalkan Butet dan kembali ke rombongannya untuk melakukan ritual adat, yakni berpindah tempat tinggal dengan berjalan selama berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun lamanya untuk menghilangkan kesedihan dan kehilangan yang mendalam.
Film ini ditutup dengan adegan mengharukan dimana akhirnya Bungo bisa memanfaatkan ilmu yang dia dapatkan untuk membaca surat-surat perjanjian yang diberikan oleh orang-orang kota untuk menebang pohon dan mengelabui orang rimba. Dengan tegas, Bungo menolak pasal-pasal yang merugikan orang rimba serta hutan tempat tinggal mereka.
***
Sokola Rimba membawa kita melihat jauh ke pedalaman hutan rimba. Pendidikan yang belum bisa dirasakan oleh orang rimba inilah yang justru akan mengantarkan kehancuran mereka sendiri. Film ini menyadarkan kita arti penting dari pendidikan, walau sebatas baca tulis dan hitung.
Film ini juga menekankan arti pendidikan bagi orang rimba yaitu bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dapat diterima oleh adatnya sendiri. Orang rimba sebetulnya memiliki pendidikan yang berbeda dengan orang di luar pedalaman seperti kita. Sebelum ibu guru Butet datang, orang rimba diajarkan bagaimana caranya bertahan hidup dengan mendewasakan diri dan menjadi orang yang bertanggung jawab.
Oleh karena itu didalam film ini kita melihat bagaimana arti tanggung jawab dan pengabdian sesungguhnya, bahwa sebenarnya orang rimba itu adalah saudara kita dan sudah menjadi kewajiban kita untuk memerdekakan mereka yang masih terjajah oleh orang-orang tidak berperikemanusiaan di luar sana.
Berkat film ini, Butet berkata “Saya merasa bangga untuk orang rimba. Karena film ini, ada banyak orang yang bangga untuk orang rimba. Orang rimba kini punya suara”. Sekarang, Butet bersama anak-anak Indonesia lainnya sudah membuat sekolah untuk anak rimba tinggal di hutan Jambi, yang dinamainya Sokola Rimba.
Sekarang, orang rimba telah mendirikan Kelompok Makekal Bersatu (KMB) yang terus berjuang mengadvokasikan hutan dan masyarakat rimba di Bukit Duabelas, Jambi. Selain memastikan agar aturan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi dapat menyesuaikan masyarakat rimba disana, mereka juga bergerk untuk membuka pandangan orang luar terhadap orang rimba.
Aang Nur Hikmah
Editor: Ervina Laraswati