Judul: The Pawn
Penulis: Park Ji-wan
Sutradara: Kang Dae-gyu
Produser: Choi Joon-Ho
Produksi: JK Film, Redrover Co Ltd, Film Company Youn
Durasi: 113 Menit
Tahun Rilis: 29 September 2020
“Jika kau tidak punya uang, berpura-puralah untuk tidak tahu. Apakah menurutmu ada yang bakal bersimpati?
Ekspresionline.com–Kutipan diatas merupakan salah satu pesan di sela-sela kesedihan ketika nonton The Pawn. Film yang berlatar 1993 ini dikemas dengan alur maju mundur. Hal itu memang menjadikan film terkesan dipercepat. Namun karena digarap cukup epik, kesan tersebut tak berlaku untuk film ini. Setiap adegan yang diperankan pemain memiliki konteks yang masuk akal.
The Pawn merupakan film yang cukup populer. Film ini telah menggaet sebanyak 1,3 juta penonton dan menjadi salah satu film terlaris pada 2020.
Menonton The Pawn hampir sama kesannya seperti Miracle in cell no. 7 (2013), karya Lee Hwan-Kyung. Kedua film ini mencampuradukkan perasaan penonton: lucu, bahagia, sekaligus nelangsa.
Hidup dengan utang itu sengsara dan penuh kegelisahan, apalagi jika sampai ditagih debt collector. Apapun bakal dikorbankan sebagai jaminan; nyawa, harta benda, hingga anak sendiri.
Seseorang yang memiliki pendapatan kurang dari total pengeluaran kerap kali memilih jalan pintas untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berutang. Namun tidak bisa dimungkiri, ketika solusi praktis itu diambil, risikonya bakal datang bertubi.
Terlebih jika utang itu dibumbui bunga. Semakin lama seseorang tidak bisa membayar utang, tekanan yang datang bakal semakin besar. Pasalnya, sejak awal penghasilannya memang terhitung kurang.
Dampak psikologi dari tekanan ini tidak main-main. Penelitian empiris yang dilakukan Bridges & Disney pada 2010 menyebutkan bahwa tekanan keuangan seperti utang pribadi dan penyitaan rumah adalah penyebab kuat terhadap tekanan psikologi seseorang. Gangguan mental tersebut bahkan tidak jarang menimbulkan perilaku menyimpang seperti bunuh diri.
Menurut Bridges dan Disney, utang yang membengkak bakal membuat seseorang rela menggadaikan rumahnya, atau terpaksa membiarkan huniannya disita. Dengan konteks hampir sama, film The Pawn ini menyajikan pemaparan dampak berbeda. Anak kandung sendiri bisa jadi jaminan lantaran seseorang gagal membayar utang.
Berlatar di Korea, film ini bermula ketika dua debt collector, Doo-soek (diperankan Sung-Dong) dan Jong Bae (diperankan Kim HeeWon), mendatangi Myung-Ja (diperankan Kim Yun-Ji). Karena kesulitan ekonomi, Myung-Ja tidak bisa membayar utang beserta bunganya. Dua orang penagih utang itu akhirnya memaksa Myung-Ja menyerahkan anaknya, Seung-Yi (diperankan oleh Park So-yi), sebagai jaminan.
Sayangnya, sebelum berhasil melunasi utang, si ibu malah ditangkap oleh kepolisian setempat atas dasar imigran gelap. Ia pun akhirnya dideportasi ke negara asalnya, Cina. Alhasil, Seung-yi kecil harus berpisah dengan ibunya. Di sinilah Konflik besar Seung-Yi dimulai.
Sambil menunggu dijemput oleh pamannya, Seung-yi kecil sementara waktu tinggal bersama dua debt collector. Seiring berjalannya waktu, kedekatan mereka pun mulai terbangun. Doo-soek, salah satu dari dua penagih utang, pun jatuh hati dengan tingkah lugu, lucu, dan pintar Seung-yi. Ia pun terlihat seperti mengasuh anak kandung sendiri, sebab rasa sayangnya begitu besar.
Seorang penagih utang yang kerap digambarkan dengan sosok sangar malah tidak terlihat pada diri Doo-soek. Sutradara Kang Dae-gyu cukup pandai membolak-balikkan penokohan karakter di film ini.
Selain itu, The Pawn menyiratkan bahwa hubungan keluarga tidak dapat menjamin simpati yang tinggi antar sesama anggota keluarga. Lewat sosok paman, terjelaskan bahwa anggota keluarga pun bisa berlaku kejam pada kerabatnya sendiri.
Ketika Seung-yi diambil oleh pamannya dari pengasuhan dua debt colletor, hal-hal buruk mulai berdatangan. Awalnya, paman berdalih akan melindungi Seung-yi dan melunasi utang ibunya. Namun, ternyata ia malah menjual keponakannya itu ke salah satu bar di Korea. Seung-yi pun dipekerjakan sebagai pelayan di sana.
Suatu ketika, Seung-yi tiba-tiba ditemukan di dalam bar dengan kondisi pipi tersayat akibat ulah salah tamu yang sedang mabuk. Selain efek mental dan trauma jangka panjang, pekerja di bawah umur ternyata sangat rentan terhadap perlakuan kekerasan.
Penanaman karakter oleh sutradara kepada dua tokoh, Doo-Soek dan paman, nampak begitu kuat. Doo-soek berperan sebagai malaikat penolong di tengah kesengsaraan Seung-yi. Sebaliknya, pamannya sendiri malah berbuat sebaliknya.
Kita perlu merenungi bahwa ternyata orang asing tidak selalu punya sikap buruk. Hal ini terlihat dari Doo-soek yang menampilkan diri sebagai sosok panutan dalam melakukan kebaikan kepada sesama. Walau tidak punya hubungan darah, ia menyambut orang asing, Seung yi, dengan rasa kekeluargaan tinggi.
Film yang rilis pada September 2020, berdurasi 113 menit, ini cukup menguras emosi dan air mata. Kang Dae-gyu selaku sutradara mampu membuat karakter Seung-yi begitu menyentuh perasaan penonton. Pengalaman nelangsa yang Seung-yi alami terasa begitu dekat.
Kendati unggul dalam beberapa aspek seperti penokohan dan sinematografi, The Pawn tidak bisa dibilang film yang sempurna. Masih ada beberapa hal yang harus dipaparkan secara detail agar tidak terkesan menggantung.
Sebagai misal, tokoh ayah Seung-yi hanya disinggung di awal film dan sedikit dijelaskan di akhir film. Hal ini membuat penceritaan tidak lengkap. Penonton menjadi bertanya-tanya, apakah si ayah turut andil pada konflik besar yang dialami anaknya atau tidak.
Di luar dari kekurangan tersebut, sekali lagi film yang di sutradari Kang Dae-gyu berhasil membuat penonton hanyut dalam susana sedih lewat penokohan tiap pemain.
Yang menarik dan penting, The Pawn bukan hanya sebuah tontonan keluarga yang banyak mengandung pesan dan guyonan. Namun lebih dari itu, The Pawn adalah gambaran realitas masyarakat yang seharusnya dapat dijadikan pembelajaran
Retno Maulida Hanum
Editor: Fadli Muhammad