Sutradara: Brian Knappenberger
Distributor: Netflix
Produksi: Luminant Media; Common Sense Media
Rilis: 26 Februari 2020
No. Episode: 6
Ekspresionline.com– Siapapun itu, “Anak terlahir ke dunia dengan kebutuhan untuk disayangi tanpa kekerasan, bahwa hidup ini jangan sekalipun didustakan.” – Widodo Judarwanto. Kutipan di atas memiliki makna yang mendalam bagi kita, khususnya untuk para orang tua. Kehadiran seorang anak merupakan hal yang berharga dan tak ternilai. Tidak tanggung-tanggung, sebagian besar orang tua bahkan bersedia mengorbankan hidupnya demi anak-anak mereka.
Namun pada kenyataannya, tidak semua orang tua mendambakan kehadiran dari seorang anak. Mirisnya, mereka tidak segan melakukan kekerasan pada anak dengan bersembunyi dibalik “upaya dalam mendisiplinkan anak menjadi lebih baik”. Apapun itu alasannya, kekerasan bukan suatu hal yang dapat ditolerir. Apakah kekerasan sendiri menjamin bahwa anak akan menjadi pribadi yang lebih baik?
Ketidakberuntungan seorang anak adalah disaat dia tidak dapat memilih untuk terlahir di keluarga yang seperti apa. Itulah yang dialami Gabriel Fernandez, anak laki-laki berusia delapan tahun dengan ketidakberutungan yang dimilikinya. Dia mendapatkan penganiayaan dari ibu dan pacar ibunya hingga merengut hidupnya.
Dibalik Kematian Gabriel Fernandez
Garrett Therolf, jurnalis LA Times yang saat itu sedang meneliti tentang kematian brutal tahun 2013 dan menemukan data seorang anak laki-laki bernama Gabriel Fernandez. Ia membaca data anak itu dan sebab kematiannya dengan seksama. Garrett berpikir bahwa ini jauh lebih dalam daripada yang terlihat. Untuk itu, ia memulai investigasi dengan melakukan wawancara terhadap keluarga Gabriel dan orang-orang yang terlibat. Setelahnya, ia memutuskan untuk menerbitkan kasus Gabriel. Tanpa disangka, kasus ini menggemparkan masyarakat Los Angeles yang akhirnya menuntut keadilan untuk Gabriel.
Film ini dimulai tahun 2013, saat 911 menerima panggilan dari ibu Gabriel, Pearl yang mengatakan bahwa Gabriel berhenti bernapas setelah berkelahi dengan kakak laki-lakinya. Namun, apa yang ditemukan paramedis ketika Gabriel tiba di rumah sakit adalah anak laki-laki itu mengalami luka serius. Tidak hanya luka bakar dan tengkorak yang retak, tetapi juga kedua tulang rusuk patah, serta peluru senapan angin yang berada di paru-paru dan selangkangannya. Salah satu paramedis yang bertugas di sana mengatakan bahwa semua luka yang tidak pernah dibayangkan oleh sebagian besar orang terukir dengan jelas di setiap bagian tubuhnya. Jelas, ini bukan luka yang disebabkan oleh perkelahian antaranak, tersandung, maupun jatuh dari tangga. Dua hari setelahnya, Gabriel dinyatakan meninggal. Untuk itu, Pearl dan Isauro kemudian ditangkap sebagai tersangka dari kasus kematian Gabriel.
Bukti Mengerikan
Jon Hatami dan Scott Yang, jaksa yang menangani kasus Gabriel mengumpulkan berbagai bukti dan menemukkan bahwa kasus ini merupakan pembunuhan mengerikan. Pada TKP, terdapat banyak jejak noda darah Gabriel di hampir seluruh benda di apartemen itu dengan noda paling banyak di sebuah lemari laci kecil, tempat dimana Gabriel terkurung baik siang maupun malam. Selain itu, Jon menghadirkan saksi yang mengungkapkan berbagai fakta mengejutkan. Koroner, yang mengotopsi Gabriel dan menemukan pasir bercampur kotoran kucing di dalam perutnya. Fakta ini didukung oleh kesaksian dari saudara-saudara Gabriel bahwa saat itu Gabriel dipaksa makan kotoran kucing jika dia tidak dapat membersihkan pemukul bola dengan baik oleh Isauro, pacar Ibunya.
Melihat banyaknya bukti yang kuat dan konfirmasi dari setiap saksi membuat masyarakat sangat geram, bagaimana orang tua tega melakukan itu pada anaknya sendiri? Tidak, bahkan untuk anak lain tindakan ini tidak dibenarkan.
Homofobia sebagai Motif
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari keluarga, Pearl dan Isauro selalu menyebut Gabriel sebagai gay. Faktanya, hal pertama yang Pearl katakan pada penegak hukum saat melakukan panggilan 911 adalah bahwa Gabriel seorang gay. Tentunya ini membuat petugas bingung, apa hubungannya seorang anak yang cedera parah dengan hal tersebut.
Dari informasi tersebut, Scoot berpendapat untuk menuntut mereka dengan kejahatan rasial. Namun, Jon memutuskan bahwa pernyataan Isauro lebih mendekat ke arah motif sehingga mereka bisa mendapatkan hukuman yang jauh lebih besar terlepas dari Jon yang tidak dapat memastikan Gabriel seorang gay atau bukan. Bukankah tindakan Pearl dan Isauro merupakan tindakan yang kejam jika hanya didasarkan pada Gabriel seorang gay?
Gagalnya Institusi dalam Menjalankan Sistem
Selanjutnya, film ini menjelaskan bagaimana 8 bulan terakhir sebelum kematian Gabriel. Jennifer Gracia, wali kelasnya, melaporkan kasus penyiksaan Gabriel pertama kali pada pekerja sosial setelah mendengar Gabriel yang bertanya apakah wajar seorang ibu memukul pantat anaknya dengan kepala gesper hingga berdarah. Kasus ini pun jatuh ke tangan Stefanie. Namun, yang terjadi hanya memperburuk keadaan, Gabriel datang dengan keadaan yang jauh lebih kacau dan Jennifer tidak tahu harus berbuat apa. Dalam periode waktu itu, sebanyak 60 laporan dibuat Jennifer ke dinas sosial. Namun, mereka memilih memercayai kata-kata Pearl dan mengabaikan Gabriel.
Seorang petugas keamanan di kantor dinas sosial tidak sengaja melihat Gabriel dengan luka-luka yang sangat mengerikan. Ia mencoba menolong, tetapi usahanya mendapatkan hambatan dari birokrasi. Ia tidak menyangka bahwa baik kantor dinas sosial maupun pekerja sosial dalam layanan kesejahteraan anak dan keluarga (DCFS) gagal menyelamatkan Gabriel.
Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap lembaga. Bagaimana bisa dengan begitu banyaknya laporan, mereka sama sekali tidak menanggapinya dengan tanggap dan serius? Garrett menjawabnya dengan menyelidiki lebih lanjut dan menemukan fakta bahwa adanya permainan politik-ekonomi disini.
Akhir yang Tak Terduga
Kasus persidangan yang memakan waktu bertahun-tahun akhirnya mencapai keputusan. Isauro yang dituntut atas kejahatan pembunuhan tingkat satu akhirnya divonis hukuman mati. Sementara itu, Pearl yang menghindari hukuman mati memutuskan mengakui kejahatannya dan divonis hukuman penjara seumur hidup tanpa adanya kemungkinan pembebasan bersyarat.
Di sisi lain, para pekerja sosial lolos dari hukuman yang dituntut oleh Jaksa dengan alasan Jaksa tidak dapat memberikan bukti bahwa para pekerja sosial memiliki kewajiban yang diperlukan dalam menangani pelaku kekerasan. Dua minggu setelah putusan tersebut, tidak jauh dari lingkungan tempat tinggal Gabriel, muncul kasus sama yang menimpa seorang anak laki-laki bernama Anthony Avalos. Dengan pola sama, bagaimana sebenarnya DCFS menangani hal ini? Ada apa dengan DCFS sebenarnya?
Ervina Laraswati
Editor: Arizqa Shafa Salsabila