Ekspresionline.com–Warga dusun Mancingan, Parangkusumo, Bantul, mengadakan upacara adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri pada Selasa (7/6/2022). Menurut Handri Sarwoko, selaku kepala dusun Mancingan, ada sekitar 1.500 orang dari delapan RT di dusun tersebut yang turut serta memeriahkan upacara adat dalam arak-arakan kirab budaya. Upacara adat diadakan sebagai ungkapan rasa syukur warga kepada Tuhan karena telah memberi rezeki.
Upacara adat ini dimulai dengan kenduri bersama di pendopo pariwisata Parangtritis. Lalu dilanjutkan dengan kirab budaya dari bibir pantai Parangtritis menuju pantai Parangkusumo. Barisan kirab budaya warga kemudian beranjak ke situs Cepuri untuk berdoa. ”Setelah itu [kembali] ke pantai Parangkusumo untuk upacara Pisungsung Jaladri: labuhan [melarung gunungan hasil bumi] ke laut,” kata Handri saat diwawancarai Ekspresi.
Foto 1. Kirab Budaya warga berjalan dari bibir pantai Parangtritis menuju pantai Parangkusumo. Foto oleh Fajar Yudha/Ekspresi
Foto 2. Kirab Budaya Warga menuju situs Cepuri. Foto oleh Fajar Yudha/Ekspresi
Suraji, salah satu pemangku adat dusun menjelaskan bahwa upacara Bekti Pertiwi merupakan agenda tahunan warga dusun. ”Satu tahun sekali setiap panen raya, [biasanya] bulan Juni” katanya. Dia menambahkan, upacara ini selalu diadakan berdasar penanggalan kalender jawa. ”Setiap Selasa Wage,” imbuh Suraji.
”Untuk melahirkan rasa syukur kepada tuhan, satu tahun [sudah] memberi hasil pertanian. Warga yang mencari nafkah di sepanjang pantai juga. Biar berkah,” ujar Suraji.
Sejalan dengan Suraji, Handri menjelaskan warga di wilayah pimpinannya memang membuat upacara Bekti Pertiwi setiap tahun. Akan tetapi, upacara adat ini sempat mandeg dari hingar-bingar kirab budaya selama dua tahun karena pandemi. ”Kita tetap melaksanakan [upacara adat Bekti Pertiwi], tapi karena kondisi hanya perwakilan saja,” kata Handri.
Handri menambahkan bahwa setiap RT di wilayah kepemimpinannya berswadaya untuk mengadakan upacara adat ini. “Pendanaannya swadaya masyarakat hingga 80 persen, sisanya dibantu dinas kebudayaan provinsi,” katanya.
Acara adat Bekti Pertiwi kemudian ditutup dengan pagelaran wayang kulit. “Malamnya kita melakukan Suko Mono Suko: senang-senang dengan wayangan [pertunjukan wayang],” jelas Handri.
Fajar Yudha Susilo
Editor: Ayu Cellia Firnanda