Ekspresionline.com–Rabu siang (04/11/2022) kemarin, beberapa perwakilan warga yang tergabung dalam komunitas Gerakan Masyarakat Pecinta Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) menghelat konferensi pers di kantor LBH Yogyakarta. Salah satu muatan konferensi tersebut berupa pernyataan rencana warga Wadas yang hendak menggugat konflik pertambangan ke PTUN Jakarta. Gugatan itu rencananya bakal dilangsungkan pada sidang umum di kantor PTUN Jakarta tanggal 8 November mendatang.
Danil Ghifari, perwakilan LBH Yogyakarta menyampaikan bahwa selain hadir dalam gugatan persidangan PTUN Jakarta, warga Wadas juga turut menyurati MA dan KY.
“Kita juga akan menyurati MA, untuk minta diberikan hakim terbaik yang dimiliki oleh MA. Hakim yang kemudian punya keberpihakan kepada keadilan, hakim yang punya keberpihakan kepada HAM, dan hakim yang tentunya mempunyai kompetensi khusus. Terkhusus pada sektor lingkungan hidup,” ucapnya sewaktu konferensi pers berlangsung.
Selain itu, permohonan meminta hakim berkompeten dilandasi kekecewaannya terhadap hasil keputusan Hakim PTUN Semarang pada 31 Oktober silam. Hakim PTUN Semarang memutuskan menolak gugatan tambang warga Wadas. Menurut Danil, keputusan hakim pada waktu itu tidak memihak warga dan lingkungan hidup.
“Makanya sebagai langkah antisipatif, kami merasa perlu untuk meminta hakim yang punya integritas tinggi terhadap keadilan dan dia [juga] punya perspektif lingkungan hidup,” tambahnya.
Sementara itu, konferensi pers turut melibatkan perspektif wacana lingkungan hidup. Himawan Kurniadi, perwakilan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta mewanti-wanti bahwa proyek pertambangan selalu sarat dengan dampak bencana alam.
“Sebenarnya kalau kita mau berpikir dalam kerangka lingkungan atau perspektif lingkungan, harusnya Wadas itu gak boleh ditambang karena daerah rawan bencana … kita tahu dari penuturan warga [Wadas] tahun ’88, ada sekitar 8 orang meninggal dunia akibat longsor. Kalau hari ini akan ditambang tentunya akan menambah kerentanan itu,” terang pria yang kerap disapa Adi itu.
Adi juga mengatakan jika rencana pertambangan di Desa Wadas merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Selama berlangsungnya PSN di Wadas, Adi bersama Walhi terus mengkaji tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh pelaksana proyek, khususnya aparat kepolisian dan pemerintah.
“Kita tentu ingat bagaimana represetifitas oleh kepolisan [kepada Wadas] tanpa ada yang mau bertanggung jawab … kasus-kasus kekerasan yang ada di Wadas terutama tanggal 8–11 Februari [2022] itu membuktikan bahwa hari ini penanganan kasus-kasus PSN tenyata banyak sekali masalah,” tutur Adi.
Tindak represifitas oleh kepolisian itu dibenarkan oleh salah satu warga Wadas, Budin. Namun katanya ketika diwawancarai, “Kalau represifitas terhadap masyarakat [Wadas] mungkin semenjak tragedi tanggal 8 [sudah mereda]. Sampai sekarang itu masih ada beberapa aparat [berseliweran] cuma gak seperti tragedi tanggal 8.”
Rencananya, warga Wadas juga membersamai LBH Yogyakarta, Walhi Yogyakarta, dan Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih, dan komunitas serta individu solidaritas lainnya untuk turut mengawal gugatan. Selain menyatakan rencana gugatan, warga Wadas tak kelupaan menyatakan sikapnya guna menolak pertambangan di desanya.
“Kami wakil dari warga Wadas tetap menolak [pertambangan] sampai kapan pun! Kalau Desa Wadas jadi ditambang, kami mau cari ekonomi ke mana? Anak kami [nasibnya] ke mana, terus hidupnya, bagaimana masa depannya?” Pekik Ngatinah dalam konferensi pers. Ia merupakan salah satu perempuan Wadas yang tergabung di komunitas Wadon Wadas.
Danil Ghifari berharap agar seluruh solidaritas dan awak pers yang hadir senantiasa peduli terhadap perjuangan warga Wadas. Ia juga berpesan agar publik terus mengawal keadilan HAM.
” … karena kami melihat perjuangan ini bukan hanya perjuangan warga Wadas dalam mempertahankan tanah, tapi ini perjuangan menjaga marwah dan harga diri rakyat terhadap kesewenang-wenangan pemerintah,” pungkasnya.
Abi Mu’ammar Dzikri
Reporter: Abi Mu’ammar Dzikri
Editor: Hayatun Nufus