Presentase UPPA Melebihi Kapasitas Seharusnya

Ilustrasi oleh Raiya/EKSPRESI.

Ekspresionline.com–Uang Pangkal Pengembangan Akademik (UPPA) diberlakukan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sejak tahun 2018. UPPA diberlakukan khusus untuk mahasiswa baru yang masuk melalui jalur Seleksi Mandiri (SM). Tujuan diberlakukan UPPA untuk meningkatkan fasilitas akademik yang ada di UNY.

Pemberlakukan uang pangkal bagi perguruan tinggi negeri hanya dibebankan kepada mahasiswa baru jalur masuk SM. Hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia nomor 39 tahun 2019 Pasal 8 Ayat 1. Pada pasal yang sama, lebih lanjut dinyatakan ayat 3 bahwa “Jumlah mahasiswa baru program diploma dan program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 30 persen (tiga puluh persen) dari keseluruhan mahasiswa baru.”

Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia itu tentunya juga berlaku di UNY. Tahun ini, UNY menetapkan akan menerima 30 persen mahasiswa baru melalui jalur masuk SM. Dengan UPPA hanya akan dibebankan kepada mahasiswa yang masuk lewat jalur tersebut.

Namun, fakta di lapangan tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Laporan pembayaran UPPA mahasiswa jalur masuk SM tahun ajaran 2019/2020 membuktikan bahwa, mahasiswa dengan jalur masuk SM yang membayar UPPA jumlahnya melebihi peraturan yang telah ditetapkan. Data tersebut bersumber dari Biro Keuangan UNY.

Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia No.39 tahun 2019 menyatakan bahwa SM paling banyak menyediakan kuota 30 persen. Namun, UNY menerima mahasiswa lewat jalur SM sebanyak 40,4 persen. Presentase yang ada di lapangan lebih besar 10,4 persen dari presentase yang berada di Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

UNY telah menetapkan daya tampung untuk setiap seleksi masuk. Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) UNY telah menetapkan 30 persen daya tampung dari semua mahasiswa yang diterima. Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) menetapkan 40 persen daya tampung, sedangkan SM telah metetapkan 30 persen daya tampung dari semua mahasiswa yang diterima di UNY.

Keadaan tersebut ditanggapi oleh Sukirjo selaku Kepala Biro Keuangan UNY, menurutnya kelebihan daya tampung dikarenakan kuota dari SNMPTN tidak terpenuhi. Kuota dari SNMPTN yang masih kurang akan ditampung ke SBMPTN. Kemudian kuota yang tidak terpenuhi dari jalur SNMPTN dan SBMPTN akhirnya ditambahkan ke SM.

Ia menambahkan, “Sebenarnya patokan pertama 30 persen tapi karena kuota SNMPTN dan SBMPTN tidak terpenuhi, sekitar 10 persen tidak daftar ulang atau keluar karena diterima [Politeknik Keuangan Negara] STAN atau Kepolisian. Maka sisa kuota tersebut ditambahkan ke jalur SM. Jadi penambahan ini bukan by design, tetapi untuk alokasi jumlah kelas agar terpenuhi.”

Surat pernyataan kesanggupan membayar UPPA UNY tahun 2018 menunjukan bahwa terdapat besaran UPPA yang harus dipilih mahasiswa jalur SM.

Dalam surat pernyataan kesanggupan membayar UPPA tersebut, terdapat nominal Rp0 hingga Rp20.000.000,00. Bahkan dalam surat pernyataan tersebut juga ada kolom kosong, agar mahasiswa jalur masuk SM mengisi sendiri besaran UPPA yang harus dibayar.

Edi Purwanta selaku Wakil Rektor 2 menjelaskan presentase mahasiswa jalur masuk SM yang membayar UPPA dengan nominal Rp0, “Pendaftar SM tidak semua membayar UPPA. Sebanyak 17 persen dari pendaftar SM membayar nominal Rp0.”

Sedangkan dalam laporan pembayaran UPPA mahasiswa SM tahun ajaran 2019/2020, menunjukan nominal yang kurang sesuai. Laporan pembayaran UPPA mahasiswa SM menunjukan bahwa pendaftar SM yang mendapatkan nominal Rp0 hanya 9,78 persen.

Tanggapan dari Edi tersebut juga sebagai sanggahan adanya penambahan presentase UPPA yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Walaupun UNY menerima mahasiswa jalur SM melebihi ketentuan, namun banyak juga mahasiswa yang mendapatkan nominal Rp0.

Sukirjo menambahkan perihal mahasiswa jalur SM yang mendapatkan nominal Rp0, “UNY memiliki UPPA paling murah dari universitas yang lain dan ada nominal Rp0, bahkan universitas yang lain paling sedikit Rp10.000.000,00.”

Ia memaparkan lebih lanjut perihal UPPA yang konsepnya adalah subsidi silang. Surat pernyataan kesanggupan membayar UPPA tahun 2018 tidak hanya memiliki nominal Rp0 namun juga ada kolom titik-titik untuk diisi. Sukirjo menjelaskan bahwa, ada sebagian mahasiswa yang mengisi Rp200.000,00. Padahal, yang dimaksud dalam surat pernyataan kesanggupan membayar UPPA tahun 2018, kolom titik-titik bermaksud untuk diisi nominal diatas Rp25.000.000,00.

Peningkatan presentase pembayar UPPA di UNY yang sampai 10,4 persen lebih banyak dari ketentuan, dirasa kurang sebanding dengan fasilitas yang diterima mahasiswa. Mahasiswa kurang merasakan dampak dari uang UPPA. Hal serupa dinyatakan oleh Ulfa selaku ketua Advokasi PKKMB UNY 2019, “Tahun kemarin ada sosialisasi cinta UNY, acara tersebut dihadiri jajaran rektorat. Terus sosialisasi itu menjabarkan bahwa yang menerima fasilitas belum semua fakultas, baru FIS yang mendapatkan komputer yang ada label realisasi UPPA.”

Fasilitas yang belum dirasakan mahasiswa juga memicu adanya aksi yang diadakan mahasiswa D4. Aksi tersebut dilakukan di depan rektorat pada Sabtu, 25 November 2019. Aksi yang salah satu tuntutannya adalah pengadaan fasilitas gedung praktik di kampus Wates. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa penggunaan UPPA belum sepenuhnya dijalankan.

Menanggapi peristiwa tersebut, Sukirjo juga menyatakan jika ada mahasiswa yang belum membayar UPPA.

Sebanyak 3 miliar uang UPPA belum dibayarkan oleh mahasiswa. Hal tersebut menyebabkan sedikit terkendala dalam pembangunan fasilitas. Namun, dalam surat pernyataan kesanggupan membayar UPPA tahun 2018 dinyatakan bahwa UPPA boleh dibayar secara mengangsur.

Dalam surat kesanggupan tersebut, terdapat empat pilihan cara pembayaran untuk mahasiswa yang melalui jalur masuk SM. Pilihan pertama yaitu langsung pelunasan. Pilihan kedua diangsur dua kali dengan 50 persen dan 50 persen pembayaran. Pilihan ketiga yaitu diangsur tiga kali dengan ketentuan 50 persen, 30 persen, dan 20 persen pembayaran. Kemudian pilihan terakhir diangsur empat kali dengan ketentuan 50 persen, 20 persen, 20 persen, dan 10 persen pembayaran.

Pilihan cara pembayaran tersebut tetap dibatasi ketentuan yaitu waktu pembayaran yang hanya dua semester, yang mana pembayaran pertama bersamaan dengan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester satu.

Sukirjo menyanggah asumsi yang menunjukan UPPA belum digunakan sepenuhnya, “Realisasi UPPA itu untuk kompetisi ke luar negeri, pembiayaan untuk lomba luar negeri sangat mahal bahkan sampai jutaan rupiah. Juga tidak semua fakultas sama, kalau dari FMIPA dan FT memiliki kebutuhan yang banyak. Bahkan, kita banyak tombok dengan uang yang lain,” pungkasnya.

Fatonah Istikomah

Reporter: Ajeng, Vidi, Mayang

Editor: Arummayang Nuansa Ainurrizki

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *