Suasana ketika diadakan dialog antara AMP UP 45 dengan pihak Dewan Pendidikan Yogyakarta. Foto oleh Rimba/EKSPRESI.
Setelah melakukan aksi sekitar Juni lalu, Aliansi Mahasiswa Peduli Universitas Proklamasi 45 (AMP UP 45), untuk kesekian kalinya, kembali menggelar aksi solidaritas di kantor Gubernur DIY pada Jumat (22/9). Aksi ini dipicu karena mereka telah beberapa kali gagal menemui rektor UP 45, Bambang Murjanto, untuk meminta mencabut drop out mereka.
AMP UP 45 juga sempat menyegel gedung rektorat dan menghentikan proses perkuliahan. Menurut, M. Junaedi, Presiden BEM UP 45, ketika ditemui Selasa lalu (19/9) karena rektor sedang bermasalah maka perkulihan tidak bisa dilanjutkan dan harus menuntaskan dulu hingga kasus drop out yang menimpa mahasiswa.
Dalam aksi kali ini, AMP UP 45 diajak berdialog oleh Dewan Pendidikan Yogyakarta yang diinisiasi oleh Hari Dendi, Wakil Dewan Pendidikan Yogyakarta. Dialog itu diadakan karena, menurut Dendi, akan terlalu lama jika harus menunggu proses birokrasi. Salah satu ruangan di kantor Gubernur DIY kemudian dipilih untuk menjadi ruang dialog.
Lima orang mahasiswa diundang dalam dialog tersebut, dan sisanya tetap berada luar ruangan. Sembari menunggu dialog, massa aksi juga terus menyerukan dukungan moral. Pada proses dialog itu, turut mengundang pihak yayasan UP 45 yang diwakili Eduard Bot, Ombudsman RI, juga sekretaris daerah (sekda), Gatot Saptadi. Pihak rektorat UP 45 tidak turut diundang, karena kata Gatot Saptadi, dialog itu adalah bersifat informal.
Pada awal proses dialog, Dendi berkata bahwa, bagaimana cara mencari solusi dari pihak yang berdebat. Pasalnya, kasus ini sudah terlalu lama dan belum ada titik terang hingga kini. “Apakah ada kemungkinan bagi mahasiswa ini?” tanya Dendi.
Eduard Bot, yang juga perwakilan yayasan yang menaungi UP 45 pun berkomentar, bahwa sebenarnya 10 dari 22 mahasiswa yang terkena drop out tersebut telah mengajukan surat permintaan maaf dan sekarang sudah berkuliah lagi. Menurut Bot, ada satu mahasiswa yang pindah keluar kota, yakni ke Universitas Wirabraja, Sumenep.
“Jadi sisanya tinggal 12 mahasiswa,” lanjut Bot. Bot juga mengatakan, bahwa kondisi terkini mahasiswa telah dicabut datanya di Forlap Dikti, maka akan sangat sulit jika kondisinya harus dikembalikan seperti semula.
Namun, hal tersebut yang ditolak oleh mahasiswa lainnya. Pasalnya, menurut mahasiswa lainnya, permintaan maaf tersebut telah mengebiri demokrasi kampus. Seperti larangan berorganisasi dan menyuarakan pendapat. Malahan, kata Fathur Rahman, koordinator umum (kordum) aksi, yang turut juga ke dalam ruangan, dialog berjalan lepas dari isu utama. Yakni, alasan kenapa 22 mahasiswa terkena drop out.
Lebih dari satu setengah jam berdialog, mahasiswa dan pihak yayasan juga belum menemukan kesepakatan. Akan tetapi, dialog tetap harus menghasilkan keputusan. Walhasil, peserta dialog menyepakati bahwa harus ada keputusan pada 27 September dan keputusan tersebut akan diberikan kepada sekretaris daerah.
Selanjutnya, maksimal pada 29 September nanti, keputusan bersama sudah akan diperoleh. Bot berjanji, bahwa mereka akan berunding terlebih dulu dengan pihak yayasan dan universitas. “Apapun hasilnya,” jelas Bot.
Ditemui selepas dialog di luar ruangan, M. Junaedi, menurutnya ada kemajuan dari dialog bersama pagi tadi. “Poinnya itu sudah dapat, seperti transparansi itu dapat, menjaga nama kota pendidikan itu dapat. Cuma dari mahasiswa tetap akan menekan pihak-pihak yang bertanggung jawab di DIY ini,” ujarnya. Selain itu, sampai pada 29 September nanti, kemungkinan pihak mahasiswa belum akan melakukan aksi lagi. “Karena kita berkomitmen dalam kesepakatan itu tadi,” tambanya.
Rahman, mengatakan jika AMP UP 45 akan kembali melakukan aksi jika nanti, 29 September, rektor bersikukuh tetap tidak mencabut surat drop out tersebut. “Kami akan ‘gerebek’ Dikti, karena dia punya wewenang sebagai pengawas dan pengontrol Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan kami akan memperluas konsolidasi,” ungkap Fathur.
A.S. Rimbawana