Merekam Perjuangan Pekerja JTT dalam Film Dokumenter


Perjuangan para pekerja Jogja Tugu Trans (JTT) dalam melawan kebobrokan manajemen perusahaan tempatnya bekerja, terekam dalam film dokumenter “Kami Yang Melawan”. Menurut Yob Sarpote, selaku sutradara, mengungkapkan bahwa film tersebut merupakan contoh produk budaya mendukung rakyat kecil yang masih jarang diproduksi industri perfilman masa kini. “Film mainstream masih cenderung memenuhi selera pasar. Hanya beberapa yang mengangkat penindasan buruh semacam ini,” ujarnya dalam sesi diskusi film tersebut di Kampus 2 Universitas Ahmad Dahlan (UAD), pada Sabtu (20/9) malam. “Selama ini tayangan yang mengangkat nasib rakyat kecil cenderung moralis. Misal, acara reality show menayangkan rakyat kecil begitu kasihan, namun tidak menjelaskan siapa penyebab mereka jadi tertindas. Produk film semestinya ada yang berpihak ke rakyat kecil,” imbuhnya.
Arsiko Daniwidho, aktivis Serikat Pekerja (SP) JTT sekaligus tokoh dalam film tersebut, membenarkan adanya permasalahan yang dihadapi para pekerja akibat kesewenangan pihak manajemen perusahaan. Ketidakberpihakkan perusahaan kepada para pekerja ialah terkait persoalan status pekerja, gaji, dan uang makan yang tidak sesuai dengan kesepakatan. “JTT tidak mau mengangkat status kita jadi pekerja tetap. Gaji yang seharusnya Rp2.339.000 hanya turun menjadi Rp1.554.000. Uang makan baru diturunkan langsung ke pekerja setelah SP melakukan protes,” papar Arsiko.
Kini, Arsiko dan beberapa kawannya telah di-PHK oleh pihak perusahaan JTT. Namun ia bangga karena perjuangannya diabadikan menjadi sebuah film dokumenter. “Semoga film ini bisa menginspirasi perjuangan bersama antara buruh dan mahasiswa di Jogja,” ujarnya.
Taufik Nurhidayat