/

Nightcrawler: Mengawasi Mata Awas Jake Gylenhall

Dok. Istimewa

Anda tidak akan menemukan kegantengan maksimal dari seorang Jake  Gylenhall di film ini. Dia tak dipoles menjadi sosok yang mempesona seperti perannya sebagai Jamie Randall di Love & Other Drugs (2010), Sam Hall di The Day After Tomorrow (2004), atau Adam dan Anthony  di Enemy (2013).

Mari kita bayangkan sosoknya dengan tampilan yang lebih “gelap” seperti perannya sebagai detektif Loki di Prisoner (2013). Atau agar lebih mudah mereka-reka, mari kita kembalikan ingatan ke tahun 2001 dulu ketika sosok Donnie Darko dilahirkan.

Mengutip IMDb, Donnie Darko adalah seorang remaja bermasalah yang diganggu oleh fantasinya sendiri.  Fantasi tentang seekor kelinci besar yang memakai topeng menyeramkan. Sosok yang memanipulasinya untuk melakukan serangkaian kejahatan, setelah Donnie lolos dari kecelakaan aneh.

Setelah menonton baik Donnie Darko dan Nighcrawler, saya menemukan kemiripan karakter antara Donnie Darko dan Lou Bloom. Lou adalah seorang lelaki pengangguran yang sedang frustasi atas kondisinya tersebut, hingga akhirnya berkesempatan memulai karier sebagai seorang jurnalis independen.

Keduanya adalah sosok yang dingin, datar, dan suka berbicara ceplas-ceplos, tanpa tedheng aling-aling. Baik Donnie maupun Lou bisa diibaratkan sebagai bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Tinggal menunggu saat yang tepat, ketika emosi sudah mencapai ubun-ubun kepala, dan menghasilkan efek ledakan yang bisa mengenai siapa saja di dekatnya.

Jika kita mengandaikan keduanya adalah satu orang yang sama untuk kemudian menjadi awal cerita Nightcrawler, maka kira-kira begini narasinya:

Jake Gylenhall sebagai Donnie Darko tumbuh sebagai pribadi penyuka literatur, dan dengan sifat cuek tapi ceplas-ceplosnya, ia amat sangat doyan mengkritik. Tega mengatakan hal kasar sekalipun pada orang-orang, terutama yang ia benci.

Lalu ia tumbuh dewasa, tetap menjadi seorang penyendiri, dan tinggal di sebuah apartemen kecil Los Angeles. Mungkin kehidupan di LA terlalu keras bagi Jake (yang sekarang menjadi Lou Bloom). Sehingga untuk bisa bertahan hidup Lou terpaksa menjadi seorang pencuri amatir.

Pertemuannya dengan seorang jurnalis independen dalam sebuah kecelakaan mobil membukakan matanya atas sebuah peluang karier yang ia rasa cocok untuk dirinya. Lou pun mulai membekali diri dengan kamera, mendengarkan siaran radio untuk mengetahui kejadian aktual apa yang sedang berlangsung dan apa yang segera ditangani pihak kepilisian, lalu bergegas menuju TKP untuk meliputnya.

Lou menjual hasil karyanya pada pihak stasiun televisi lokal, KWLA News. Dengan ketajaman dan keberaniannya ketika meliput, karya Lou segera jadi langganan stasiun televisi tersebut. Sadar akan posisi tawarnya, Lou menampakkan diri aslinya sebagai seorang negosiator yang handal.

Dengan gaya komunikasinya yang tegas dan ditunjang dengan dasar argumen yang kuat, Lou “menguasai” pemimpin redaksi KWLA News, Nina Romina (Rene Russo). Harga beritaannya meningkat tajam. Semakin lama semakin mahal, dan cukup untuk membekali Lou mobil sport, perlengkapan liputan baru, serta menyewa seorang rekan kerja. Rick (Riz Ahmed) namanya. Seorang pengangguran yang juga frustasi sebab tak kunjung mendapat pekerjaan. Ia bertugas sebagai navigator selama Lou berburu waktu ke TKP.

Sadar jika persaingan menjadi jurnalis independen itu ketat, lambat laun Lou berani untuk mengubah cara kerjanya menjadi lebih liar. Lou memacu kendaraannya lebih dari 100 km/jam, menerobos lampu lalu lintas, membahayaan pengendara jalanan LA yang lain, hanya untuk menjadi yang pertama di TKP.

Namun yang terparah dan kemudian menunjukkan bakat psikopat Lou adalah ketika ia tega merusak mobil seorang jurnalis independen saingannya. Si jurnalis mengalami kecelakaan parah ketika sedang mencari berita. Sedangkan Lou enak saja menjadikan peristiwa nahas tersebut sebagai bahan berita.

Lou semakin menjadi-jadi. Kesuksesan karier membutakannya. Jika ia sampai ke TKP sebelum siapapun, termasuk pihak kepolisian, Lou tega memanipulasi TKP, terutama korban-korban di dalamnya, agar kualitas liputannya semakin dramatis. Ia melawan prinsip-prinsip jurnalisme agar nilai jual beritanya bertambah.

Lou berani untuk membuat cerita kriminalnya sendiri. Ia membohongi pihak kepolisian ketika dimintai keterangan atas sebuah kasus pembantaian di sebuah rumah dimana waktu itu Lou menjadi orang pertama di TKP, dan merekam kondisi dalam rumah dengan amat mendetail. Ia tak menceritakan soal pelaku yang kabur dan sempat terekam olehnya. Mengapa? Sebab Lou memanfaatkan identitas kendaraan si pelaku untuk kemudian memburunya sendiri, menelpon kepolisian untuk menggrebek si pelaku, dan menjadikan proses penangkapan tersebut sebagai beritanya!

Aksi kejar-kejaran, tembak-menembak, direkam semua  oleh Lou. Hingga pada satu momen, ia kembali menjadi psikopat yang tega berbohong kepada Rick, sampai-sampai di akhir Rick sendiri lah yang menjadi korban. Konsisten dengan raut wajah dinginnya, Lou tak peduli. Sebab lagi-lagi Lou hanya peduli pada dua hal: nilai berita, dan tentu saja, kariernya.

American Dream

Antagonisme Jake Gylenhall di film ini memang dipoles dengan begitu memukau. Tapi yang menarik adalah kemungkinan-kemungkinan bahwa segala tindak melawan hukum yang dilakukan Lou justru berasal dari motivasi Nina Romina sendiri. Ia pernah menyemangati Lou, bahwa nilai berita akan semakin baik jika apa yang disajikan memuat banyak “darah”.

Perkataan Nina bisa diartikan bahwa rating akan naik sebab penonton tertarik dengan liputan berita kriminal atau kecelakaan yang menampilan banyak unsur sadisme. Semakin sadis dan berdarah, Nina akan semakin gembira dan semakin mudah menaikkan harga beritanya.

Lou tak jauh berbeda dengan warga Amerika lain yang ingin sukses. Apalagi setelah lama menganggur dan bosan menjadi pencuri amatir. Ia hanya memandang bahwa kesempatan yang ada di depannya, karier yang ternyata selaras dengan minatnya, tak akan dibuang sia-sia. Ia tak mau jatuh ke jurang ekonomi yang sama untuk kedua kalinya.

Melanggar kode etik jurnalistik, atau mencelakakan pesaingnya, hanya dianggap Lou sebagai salah satu perjuangan hidup untuk bisa survive di LA. Ia mengamini doktrin American Dream yang berdengung sejak negara Paman Sam bergerak maju melampaui negara-negara dunia lainya: bahwa Amerika adalah tempat bagi mereka yang mau bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya.

Jake Gylenhall mampu menjadi sosok pengejar American Dream yang baik di film ini. Banyak pengamat yang menilai Jake berhasil menunjukkan performa terbaiknya, dan bahkan dianggap pantas untuk dinominasikan di perhelatan Oscar.

Serupa dengan kebanyakan film dengan genre yang sama, Nightcrawler mengakhiri kisahnya dengan kecenderungan yang menggantung. Si Antagonis menang, dan mampu merekrut 3 pekerja pengganti Rick. Di satu sisi, ending seperti itu membuat penonton, termasuk saya, merasa anti klimaks. Walaupun  di sisi lain juga exited sebab membuka kemungkinan untuk dibuatkan sekuelnya. Atau, dengan tidak mematikan si tokoh utama, penonton diberi bekal untuk berimajinasi dengan liar; bahwa seorang jurnalis psikopat masih hidup dan berkeliaran di sekitar kota. Kasus apa lagi yang akan dia pelintir? Siapa lagi yang akan jadi korban?

Kekurangan film yang masih mengganjal adalah porsi pengantar film yang kurang, terutama untuk menarasikan kehidupan Lou yang (seharusnya lebih) kelam dan nelangsa. Kondisi “seadanya” tanpa disuguhkan alasan-alasan yang masuk akal atas kenekadan Lou dalam meliput akan membuat penonton gegabah menyimpulkan bahwa ada yang tak beres pada kondisi psikologis Lou. Padahal Lou hanya lah contoh korban doktrin American Dream plus kondisi sosial-ekonomi Amerika yang membuat orang mudah bertindak kriminal. Atau keduanya—struktural pun  psikologis—memang berkaitan?

Untung saja kekurangan tersebut ditambal oleh akting brilian Jake Gylenhall. IMDd mengganjar skor 8, 2. Metacritic 76%. Sedangkan Rotten Tomatoes memberi rating 95%. Bermodal tatapan matanya yang awas dan creepy, seperti tatapan seorang pembunuh berdarah dingin, peforma Jake memuaskan Dan Gilroy sebagai sutradara sekaligus penulis naskah film. Hasilnya penonton juga cukup puas mendapat suguhan action-thriller untuk menutup tahun 2014.

Akhmad Muawal Hasan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *