Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Opini

Perjuangan Wadon Wadas Sebagai Potret Perjuangan Emansipasi Wanita Masa Kini

by Citra Widyastoto
Saturday, 29 May 2021
4 min read
0
Perjuangan Wadon Wadas Sebagai Potret Perjuangan Emansipasi Wanita Masa Kini

Ilustrasi oleh Pradipta Aditya Putri/EKSPRESI

Share on FacebookShare on Twitter

Ekspresionline.com–Menilik konflik yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo menjadi sebuah gambaran nyata bahwa konflik agraria masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan di Indonesia. Tempat yang menjadi sumber penghidupan bagi warga menjadi alasan kuat warga Wadas menyuarakan dan melakukan aksi penolakan terkait rencana penambangan yang merusak alam tersebut. Berbagai jenis pergerakan dan aksi dilakukan warga Wadas guna tetap mempertahankan rumah, alam, tempat tinggal, tempat untuk hidup, dan tempat untuk bernaung agar tetap lestari. Salah satu gerakan yang menarik perhatian khalayak banyak adalah gerakan dari Wadon Wadas.

Sesuai dengan namanya, Wadon Wadas memiliki arti perempuan Wadas, sangat jelas bahwa kelompok ini beranggotakan kaum perempuan yang berasal dari Desa Wadas. Bahkan sebagian besar dari anggotanya adalah ibu rumah tangga. Di sinilah sisi menariknya, di mana ibu-ibu sebagai kaum yang jarang melakukan aksi dan dianggap aneh oleh sebagian orang untuk melakukan pergerakan, secara bersama-sama menyuarakan keluh kesahnya.

Jika berbicara mengenai perjuangan perempuan dalam menyuarakan haknya terutama di Indonesia, pastinya tidak terlepas dari kisah sejarah perjuangan R.A. Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Lalu sampai mana kondisi dari perjuangan emansipasi wanita di Indonesia itu sendiri?

Emansipasi di Era Modern

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, emasipasi adalah pembebasan dari perbudakan atau persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria. Selanjutnya, emansipasi wanita juga berarti proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan maju.

Di era modern seperti saat ini, nampaknya makna emansipasi sendiri jarang dipahami lebih mendalam terutama bagi kaum perempuan. Kebanyakan dari mereka, terutama yang berasal dari wanita berusia dewasa atau lanjut seperti ibu-ibu masih belum paham bagaimana cara untuk menerapkannya di kehidupan sehari-hari.

Padahal, salah satu wujud sederhana dari emansipasi wanita yaitu ketika wanita tidak menggantungkan hidupnya kepada siapapun dan belajar lebih mandiri. Sedangkan di dalam lingkup sehari-hari, emansipasi dapat dilakukan dimulai dari hal-hal yang paling kecil, misalnya dengan menjadi agen perubahan dalam komunitas kecil, seperti di dalam kelompok pertemanan atau di lingkungan rumah.

Peran agen perubahan untuk mempengaruhi orang agar melakukan hal-hal yang baik jauh lebih menantang daripada melakukan kegiatan besar yang kurang diminati. Oleh karena itu, dengan melakukan hal yang sederhana namun membawa kebaikan dan manfaat bagi lingkungan sekitar sudah merupakan suatu bentuk emansipasi.

Semangat Daya Juang

Wujud emansipasi lainnya juga bisa dilakukan dengan berbuat baik kepada orang lain dan menghargai apa yang dimiliki sebagai bentuk rasa syukur kepada anugerah yang diberikan Tuhan. Namun sebaiknya, berbuat baik jangan dilakukan dengan setengah hati, terlebih lagi jika tidak memiliki semangat daya juang tinggi.

Selain kecerdasan emosional, spiritual, dan intelegensi, kecerdasan daya juang (adversity quotient) juga penting untuk dikuasai. Jika seseorang sudah konsisten dalam menjalani suatu hal, tapi tidak ada daya juang dari dalam diri, hal tersebut kemudian akan menjadi sulit. Motivasi sebenarnya ada di dalam diri masing-masing namun tergantung bagaimana individu fokus pada motivasi yang dimiliki.

Keterlibatan Wanita dalam Ruang Publik

Hampir serupa dengan yang dilakukan oleh R.A. Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita terutama keterlibatan wanita dalam ruang publik, perjuangan Wadon Wadas juga demikian. Hal ini disampaikan Raudatul Jannah selaku perwakilan dari LBH Yogyakarta dalam diskusi daring yang dilaksanakan oleh BEM FIP UNY dan HIMA KP UNY (24/04/2021).

Dalam forum tersebut, ia menceritakan awal terbentuknya Wadon Wadas dan bagaimana LBH Yogyakarta dalam mengedukasi para perempuan di Desa Wadas serta langkah perjuangan mereka.

Pada awalnya terdapat GEMPADEWA (Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas) sebagai wadah pergerakan warga Desa Wadas dalam memperjuangkan haknya untuk melindungi alam, lingkungan dan tempat hidupnya. Namun, gerakan tersebut masih minim keterlibatan dari perempuan. Para perempuan seperti ibu-ibu hanya dilibatkan untuk mengatur konsumsi atau domestik saja. Kemudian, ada beberapa dari mereka yang sadar bahwa sebagai perempuan yang mengurus rumah dan pergi ke ladang juga akan turut terkena dampak jika penambangan tersebut benar-benar terjadi.

Lantas, LBH dimintai menjadi pendamping hukum untuk warga Wadas terkait pemahaman soal hukum dan lain-lain. Pada awal-awal forum, para perempuan Wadas tidak berani bicara. Lama-kelamaan ketika sudah ada sembilan kali pertemuan yang diberi nama “Pendidikan Hukum Kritis”, mereka mulai speak up, mulai membicarakan keresahan mereka di depan publik dan di depan suami mereka bahwa mereka sebagai perempuan juga akan menjadi korban yang terkena dampak masif dari penambangan yang terjadi.

Akhirnya ibu-ibu semakin berani keluar, bahkan sudah diundang kemana-mana untuk membicarakan kasus di Wadas ini. Menarik sekali memang. Sebenarnya nama dari Wadon Wadas ini hanyalah asal sebut saja ketika ada acara jalan sehat mengelilingi Desa Wadas. Saat itu, salah satu wartawan menanyakan nama kelompok wanita tersebut lalu tercetuslah nama “Wadon Wadas” (dalam Bahasa Jawa artinya “Perempuan Wadas”). Ibu-ibu juga suka dengan nama itu dan akhirnya berjalan sampai sekarang.

Perjuangan Wadon Wadas

Advokasi yang dilakukan oleh LBH itu sangat didukung oleh masyarakat, terbukti sampai sekarang masyarakat konsisten menolak rencana penambangan. Jika kita bicara tentang advokasi non litigasi (penyelesaian kasus di luar persidangan), semua keinginan berasal dari warga. Jadi, mereka yang meminta sedangkan LBH hanya sebagai fasilitator dan pendamping.

Hal serupa disampaikan Arofah selaku perwakilan dari Wadon Wadas dalam forum tersebut terkait apa alasan Wadon Wadas berjuang serupa seperti perjuangan yang dilakukan R.A. Kartini.

“Kenapa kami (Wadon Wadas) ikut berjuang? Seperti kita ketahui, perjuangan R.A. Kartini dulu berjuang untuk memperjuangkan hak-hak dan emansipasi perempuan. Serupa dengan Wadon Wadas saat ini juga berjuang memperjuangkan hak-hak untuk mempertahankan ruang hidupnya. Karena kita dalam memperjuangkan hak-hak tersebut tidak bisa diwakilkan oleh siapapun,” ujarnya pada acara diskusi daring yang dilaksanakan oleh BEM FIP UNY dan HIMA KP UNY (24/04/2021).

Perjuangan Wadon Wadas merupakan potret bagi perjuangan emansipasi wanita di Indonesia saat ini. Pentingnya edukasi guna menciptakan budaya kritis dan demokratis terutama dalam menyuarakan hak-hak di muka publik. Emansipasi wanita yang sudah diperjuangkan lama oleh para pahlawan nasional kita sudah seharusnya melekat pada diri wanita Indonesia tanpa mengenal batasan usia, ras, suku, agama, maupun antar golongan lainnya.

Citra Widyastoto

Editor: Aang Nur Hikmah

Previous Post

Gagal Audiensi dengan Mendikbud, Mahasiswa UNY Gelar Aksi di depan Rektorat

Next Post

Rembug Layar: Peta Ekosistem Film di Magelang

Related Posts

Aksi Wadas Menggugat di Purworejo, Massa Aksi Alami Penamparan oleh Aparat TNI

Aksi Wadas Menggugat di Purworejo, Massa Aksi Alami Penamparan oleh Aparat TNI

Friday, 25 March 2022
Potret Aksi Nasional Wadas Menggugat di Tugu Yogyakarta

Potret Aksi Nasional Wadas Menggugat di Tugu Yogyakarta

Friday, 25 March 2022
Peringati IWD, Aliansi Solidaritas untuk Wadas gelar aksi di depan kantor BBWS-SO

Peringati IWD, Aliansi Solidaritas untuk Wadas gelar aksi di depan kantor BBWS-SO

Friday, 11 March 2022
Kunjungan ke Desa Wadas, Alissa Wahid Dengarkan Informasi dari Warga

Kunjungan ke Desa Wadas, Alissa Wahid Dengarkan Informasi dari Warga

Tuesday, 15 February 2022
Respons Pengepungan dan Penangkapan Warga Wadas, Solidaritas untuk Wadas Gelar Aksi di Polda DIY dan Kantor BBWSSO

Penangkapan oleh Aparat, Warga Wadas Alami Trauma Berat

Friday, 11 February 2022
Respons Pengepungan dan Penangkapan Warga Wadas, Solidaritas untuk Wadas Gelar Aksi di Polda DIY dan Kantor BBWSSO

Respons Pengepungan dan Penangkapan Warga Wadas, Solidaritas untuk Wadas Gelar Aksi di Polda DIY dan Kantor BBWSSO

Wednesday, 9 February 2022
Next Post
Rembug Layar: Peta Ekosistem Film di Magelang

Rembug Layar: Peta Ekosistem Film di Magelang

Ekspresionline.com

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • BLOG
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI

Follow Us

No Result
View All Result
  • Sentra
  • Japat
  • Fokus
    • Analisis Utama
    • Laporan Khusus
    • Telusur
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Nasional
    • Lingkup Jogja
  • Perspektif
    • Ruang
    • Opini
    • Resensi
      • Buku
      • Film
      • Musik
  • Wacana
  • Minor
    • Margin
    • Tepi
  • Sosok
  • Foto
  • Infografik

© 2019 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY