Ruang Kelas Kurang, UNY Tunggu Proyek IDB

UNY dicanangkan menjadi universitas pendidikan kelas dunia pada 2025. Namun, pada kenyataannya masih memiliki permasalahan mengenai kekurangan ruang kelas pada beberapa fakultas. Prof. Edi Purwanta, M.Pd., selaku WR II meminta mahasiswa untuk memaklumi hal tersebut.
[dropcap]M[/dropcap]erujuk pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi nomor 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi pasal 32 ayat 2 maka setiap PTN wajib menjamin terselenggaranya proses pembelajaran dengan menetapkan sarana dan prasarana berdasar rasio penggunaannya sesuai dengan karakteristik metode dan bentuk pembelajaran. Namun, penyediaan ruang kelas di UNY masih kurang dan beberapa kelas bahkan belum memenuhi standar. Hal itulah yang diakui oleh Feryanti, mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi (FE), terutama mengenai salah satu kelas yang ditempatinya yang hanya bersekat tripleks.
Menurut Feryanti, keadaan ruang kelas yang seperti itu membuatnya kurang nyaman karena saat pembelajaran berlangsung suara dari kelas lain ikut terdengar. “Sering kali mahasiswa yang melintas mengetuk tripleksnya sehingga mengganggu,” tambahnya lagi, Senin (30/5).
Tidak hanya ruang kelas yang tidak nyaman, FE sebagai fakultas baru bahkan mengalami masalah kekurangan ruang. Hal tersebut dibenarkan oleh Drs. Nurhadi, M.M., selaku Wakil Dekan (WD) II FE. “Karena kekurangan ruang, maka diterapkan kuliah hingga malam hari,” jelas Nurhadi, Rabu (25/5). Nurhadi menjelaskan lebih lanjut bahwa sering kali mahasiswa dan dosen mengatakan lebih senang apabila perkuliahan selesai sesuai jam kerja.
Sebagai solusi mengenai kekurangan ruang kelas, FE meminjam dua ruang di Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LPPMP) untuk melangsungkan perkuliahan. “Prodi apa pun jika kekurangan ruang memang langsung dialihkan ke LPPMP dan sudah diatur pada jadwal,” terang Nurhadi.
Prof. Edi Purwanta, M.Pd., selaku WR II menjelaskan fasilitas harus dijaga bersama. Foto oleh Umi/EXPEDISI
Hal serupa juga dialami oleh mahasiswi Prodi Bimbingan Konseling (BK) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP). Mereka harus ke kampus wilayah jika di kampus pusat FIP kekurangan ruang kelas. Vindri, salah satu mahasiswa Prodi BK FIP juga menjelaskan bahwa selain ke kampus wilayah, kelasnya juga dioper ke fakultas lain setiap kali kampus pusat FIP kekurangan ruang kelas. “Untuk mata kuliah Bahasa Inggris bahkan selalu dilangsungkan di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS),” ujarnya, Senin (30/5).
Saat ditemui pada Selasa (24/5) di Dekanat FIP, Dr. Cepi Safruddin A. J., M.Pd., WD II FIP, tidak membantah dengan apa yang terjadi di FIP memang demikian. Ia membenarkan bahwa mahasiswa kampus pusat FIP melangsungkan perkuliahan di kampus wilayah bahkan menumpang di fakultas lain karena kekurangan kelas. Dengan tegas ia mengatakan, “Jangankan ruang kelas yang memenuhi standar, ruang kelas di UNY saja masih kekurangan.”
Menurut Cepi, hal lain yang menyebabkan terjadinya kekurangan ruang kelas ialah mengenai sebaran mata kuliah di semester ganjil dan genap. “Misalnya di semester genap mahasiswa mengambil sistem kredit semester (SKS) lebih banyak, sedangkan di semester ganjil dikurangi,” jelas Cepi lebih rinci. Namun, hal tersebut adalah kebijakan dari masing-masing jurusan tambahnya.
Tidak berbeda dengan kondisi FIP dan FE, salah satu program studi di Fakultas Ilmu Sosial (FIS) yaitu Ilmu Komunikasi juga meresahkan mengenai ruang kelas yang kurang. Ani Very Hepy selaku Sekretaris II Himpunan Mahasiswa (Hima) Ilmu Komunikasi menyatakan kegelisahannya mengingat penerimaan mahasiswa baru semakin dekat dan Ilmu Komunikasi hanya memiliki 2 ruang kelas.
”Mahasiswa baru tahun ajaran 2016 kemungkinan juga sama jumlahnya seperti tahun-tahun sebelumnya dan akan membutuhkan 2 ruang kelas. Nah, apakah nantinya kami akan melangsungkan kuliah sampai malam karena jumlah ruang kelas tetap dan mahasiswa bertambah?” ujar mahasiswa yang akrab disapa Evi itu, Senin (30/5).
Selain mengeluhkan kekurangan ruang kelas, hal lain yang dikeluhkan Evi ialah mengenai sarana pendukung pembelajaran yang ada di kelas seperti AC, LCD/proyektor, dan pengeras suara. “LCD dan pengeras suara susah menyambung ke laptop jadi membuang waktu karena kami harus mencocokkan ke laptop mana yang pas dan bisa tersambung,” jelas Evi. Menurutnya, hal tersebut menjadi tidak efektif saat pembelajaran dilangsungkan.
Melihat kondisi tersebut perlu ditanyakan kembali mengenai perencanaan UNY terkait sarana dan prasarana, khususnya perencanaan ruang kelas untuk prodi baru seperti Psikologi FIP dan Ilmu Komunikasi FIS. Keadaan tersebut membuat Andi Wijayanto salah seorang mahasiswa Pendidikan Sejarah FIS mengecam UNY. “Bisa dikatakan, UNY yang terus mengalami kekurangan ruang kelas, terkesan hanya mengejar kuantitas daripada kualitas dari mahasiswa,” tegas Andi. Ia juga mengatakan bahwa lebih baik UNY mengurangi penerimaan mahasiswa baru jika memang dirasa belum mampu menyediakan sarana dan prasarana dengan baik.
Pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 73 ayat 4 menjelaskan bahwa dalam penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi perlu menjaga keseimbangan antara jumlah maksimum mahasiswa dalam setiap program studi dan kapasitas sarana dan prasarana, dosen, dan tenaga kependidikan serta layanan dan sumber daya kependidikan lainnya.
WD II FIS, Lena Satlita, M.Si., menjelaskan bahwa dalam rangka tahun ajaran baru, FIS akan kembali melakukan penataan ruang agar kebutuhan ruang kelas terpenuhi. “Perencanaan ada yang jangka panjang dan jangka pendek, selama 30 tahun di UNY, saya rasa UNY sudah semakin bagus dalam penyediaan sarana dan prasarana,” jelas Lena menanggapi perencanaan sarana dan prasarana di UNY, Jumat (24/6). Sedangkan Cepi sendiri menerangkan bahwa perencanaan yang dilakukan seharusnya berdasar pertimbangan antara lain jumlah dosen, ruangan kelas yang tersedia, dan kebutuhan masyarakat.
Berbicara terkait permasalahan di beberapa fakultas UNY, sesuai yang dituturkan oleh Wakil Rektor (WR) II, Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd., pengaturan ruang kelas memang diserahkan pada masing-masing fakultas. “Namun, untuk mengatasi kekurangan ruang kelas tampaknya nanti akan ada kebijakan dari WR I,” ujar Edi. Ia menyetujui kebijakan bahwa Mata Kuliah Universitas (MKU) dan Mata Kuliah Dasar Kependidikan (MDK) akan diatur oleh pihak universitas. “Jadi, nanti mahasiswa FIP bisa kuliah di FIS,” jelas Edi.
Ilustrasi oleh Gigih/EXPEDISI
Edi menegaskan bahwa dalam perencanaan sudah dipertimbangkan dengan ruang kelas yang tersedia. “Dibukanya prodi baru juga sudah dipertimbangkan konsekuensinya. Seperti pascasarjana yang langsung membangun gedung baru,” tuturnya, Selasa (24/5). Ia juga menegaskan bahwa selaku WR II, ia akan memprioritaskan fasilitas untuk perkuliahan terlebih untuk ruang kelas.
Hanya saja, untuk masalah ruang kelas ia meminta agar dimaklumi terlebih dahulu karena sedang proses pembangunan. “Saya yakin kekurangan ruang perkuliahan itu hanya periode ini, karena akan dipersiapkan untuk pembangunan,” ungkap Edi. Ia juga mengatakan bahwa kemungkinan pada tahun 2017 akan ada 13 gedung baru yang dibangun bersamaan. “Gedung-gedung sudah mulai banyak yang dikosongkan untuk proyek Islamic Development Bank (IDB) karena proyek IDB tidak akan dijalankan apabila masih ada gedung yang belum diratakan,” terang Edi lebih lanjut.
Untuk saat ini, proses perkuliahan yang dilangsungkan hingga malam, berada di kampus wilayah, atau bahkan dioper ke fakultas lain dianggap oleh Edi sebagai solusi terdekat untuk mengatasi kekurangan ruang kelas. Menurut Edi, hal tersebut adalah suatu pengorbanan untuk mendapatkan kualitas yang baik.
Edi menuturkan bahwa terkait fasilitas kampus, seluruh warga UNY memiliki kewajiban untuk menjaga fasilitas. Cepi juga menegaskan hal serupa, “Setelah kuliah sebaiknya mahasiswa atau dosen mematikan lampu, LCD, dan AC dengan benar.”
Akan tetapi, pendapat berbeda datang dari Evi. Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi itu berharap agar UNY terus berusaha memperbaiki keadaan terlebih dahulu. “Seperti halnya membuka jurusan baru, diharapkan perencanaannya juga lebih baik,” tuturnya. Hal serupa juga dikatakan Andi, “Untuk fakultas, diharapkan pada saat tahap perencanaan penerimaan mahasiswa baru, benar-benar mempertimbangkan ruang kelas yang dimiliki.” Menurut Andi, jika UNY belum mampu dan siap menerima lebih banyak mahasiswa seharusnya tidak memaksakan, karena pada akhirnya juga mahasiswa yang terkena dampaknya.
Redaktur: Umi Zuhriyah
Reporter: Alan, Fahrudin, Hanum, Heni, Meida, Yayan
*Tulisan ini dimuat juga di rubrik Sentra Buletin EXPEDISI Edisi II September 2016 – Nyala Akademik Setelah Petang