ARTJOG: Merefleksikan Kesadaran di Ruang Pameran

Ekspresionline.com–Kendaraan pengunjung keluar masuk gerbang, satpam dan tukang parkir membantu merapikan kendaraan di halaman parkir. Warna putih mendominasi teras depan pintu masuk geleri. Tulisan ARTJOG berdiri jelas di selasar teras. Sekumpulan orang berbaris rapi, mengantre di pintu loket untuk selembar tiket. Selepas tiket terbeli, pengunjung dapat menelisik ruang-ruang galeri Jogja National Museum, di mana pameran ARTJOG MMXXII digelar.
Memasuki ruangan pertama, pengunjung akan disuguhkan dengan karya berukuran tiga meter kubik. Terbuat dari bulu yang bergerak kembang kempis secara perlahan. Karya tersebut merupakan karya instalasi utama ARTJOG MMXXII atau biasa disebut dengan Commisioned Artist. Tahun ini, Commisioned Artist diserahkan kepada Christine Ay Tjoe dengan judul Personal Deminator.
Karya ini mengajak pengunjung untuk melihat kilas balik saat pandemi, di mana masyarakat dengan tabah melewati berbagai permasalahan akibat pandemi hingga berangsur-angsur pulih. Potret masyarakat tersebut digambarkan Christine layaknya hewan tartigrada, spesies mikrokopis yang memiliki kemampuan bertahan hidup dalam lingkungan yang ekstrem.
Personal Denominator karya oleh Christine Ay Tjoe. Foto oleh Ayu Kusnaini/EKSPRESI
Melangkahkan kaki menuju lantai dua, sayup-sayup terdengar audio bercerita dengan kanvas kosong tanpa guratan cat atau gambar, menempel rapi di dinding tangga. Untonk dan Dull mengajak pengunjung untuk melukiskan lanskap secara imajiner dengan karyanya yang diberi nama Panorama. Karya ini merupakan gambaran lanskap imajiner melalui audio dengan gambar kosong yang diibaratkan seperti objek alam Indonesia yang kian hari semakin langka. Hal ini membuat kaki berhenti sejenak, seolah mengajak istirahat dan merenungkan diri sebelum menikmati karya-karya di lantai selanjutnya.
Di lantai dua, ARTJOG menampilkan karya-karya dengan tema yang cukup berani. Satu di antaranya adalah menyinggung tentang keadaan sosial pada masa sekarang. Seperti karya Jay Subyakto yang berjudul No More Babies. Karya ini mencoba menyadarkan tentang ringkihnya bumi yang sudah dipijak lebih kurang tujuh milyar manusia. Karya ini juga turut menyinggung tentang perosalan sosial seperti lemahnya penegakan hukum dan hak asasi manusia.
No More Babies karya oleh Jay Subyakto. Foto oleh Ayu Kusnaini/EKSPRESI
Pada lantai terakhir, pengunjung disuguhkan dengan karya-karya yang pesannya disampaikan secara implisit maupun eksplisit dari sang seniman. Seperti halnya karya dengan judul Tantular yang dibuat oleh Tamarra. Karya ini dimaknai sebagai penggambaran tentang sulitnya pemahaman masyarakat kini tentang kebhinekaan Indonesia. Seperti namanya, Tantular (yang merupakan empu dari semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”) mengingatkan kembali bahwa keragaman adalah realitas yang harus kita hadapi sebagai manusia Indonesia.
Setelah berkeliling dan kembali pada lantai satu, pengujung akan disuguhan karya ciamik dari seorang seniman muda, Bintang Tanatimur. Karyanya berupa kumpulan sampah yang dibingkai sejumlah 22 buah, menempel rapi di dinding yang didominasi warna merah muda. Karyanya lahir dari keresahan akan banyaknya sampah di rumahnya.
Keluar dari pameran, kita di sambut dengan lukisan-lukisan sederhana yang merupakan hasil kerja sama dengan Art Care (gerakan sosial yang diinisiasi komunitas Soboman 219, Yogyakarta) yang diperjual belikan bagi para pengunjung.
ARTJOG merupakan pameran seni yang digelar di Yogyakarta dan biasa berjalan satu hingga dua bulan. Tahun ini, ARTJOG dimulai dari tanggal 7 Juli sampai 4 September 2022. ARTJOG dianggap sebagai acara seni kontemporer terbesar di Indonesia. Selain itu, acara ini didapuk sebagai salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu para penikmat seni.
ARTJOG MMXXI kembali hadir dengan membawakan tema kesadaran, yaitu Art in Common: Expanding Awareness. Tema ini merupakan tema penutup dari serangkaian tema utama yang sudah di gelar dari tahun 2019, yaitu Art in Common. ARTJOG dianggap sebagai ajang silaturahmi bagi para penikmat seni ataupun orang awam yang nantinya akan bercengkrama bersama menikmati karya-karya seniman Indonesia.
Jika ditilik lagi, pengambilan tema Expanding Awareness ini bukan hanya menjadi payung penutup dari serangkaian tema besar Art in Common. Memikirkan lebih jauh, ARTJOG MMXXII ingin menyampaikan keresahan bersama saat ini mengenai masyarakat yang tidak sedikit bersikap apatis terhadap lingkungan sekitar. Hal ini bisa dilihat dengan beberapa pengunjung yang memberikan pendapat tentang ARTJOG MMXXII ini.
Ifham yang merupakan salah satu pengunjung dari Bandung, mengatakan bahwa pesan yang bisa ia pahami yaitu tentang kesadaran. Setiap karya yang dipasang memberi pesan agar manusia lebih peduli dengan sekitar.
“Seperti di lantai satu, ada karya [Bintang Tanatimur] yang tercipta dari keresahannya tentang sampah. Hal tersebut membuat kita sadar akan pentingnya menjaga lingkungan,” jelas Ifham.
“Saat melihat karya tentang bayi tadi menjadi sadar, bahwa sudah banyak bayi yang terlahir di bumi ini dan mengakibatkan jumlah manusia bertambah banyak. Di lantai satu, karya tentang kepunahan, ini juga selalu luput dari kita, padahal berdampak besar,” tambah Rahayu yang merupakan kawan dari Ifham.
Gandhi Narendra, selaku Direktur Program ARTJOG turut serta memberikan pendapatnya.
“Selain karena lanjutan dari tema besar Arts in Common 2019, pengalaman dua tahun kita berperang dengan pandemi membuat kami merefleksikan keadaan yang ada, kemudian pola reflektif ini membawa kami pada turunan aplikasi Expanding Awareness ini menjadi, satu lebih peduli dengan isu-isu aktual, dan yang kedua ingin membuat peristiwa ini jadi lebih inklusif artinya bisa di nikmati dan di akses oleh banyak orang,” jelas Gandhi saat diwawancarai awak Ekspresi pada 6 Agustus 2022.
Rasanya menarik, mengikuti pameran ARTJOG kali ini yang merupakan acara kesayangan para penikmat seni. Dari tahun ini, dengan tema kesadaran yang dibawa, kita diajak untuk mendobrak batas pandangan dalam praktik seni. Artjog menunjukkan, bahwa dengan seni kita bebas menggemakan apa pun tanpa pengecualian. Selain itu, Artjog juga bisa menjadi wadah apresiasi bagi para seniman Indonesia.
Meira Arta Mevia
Editor : Ayu Cellia Firnanda