Ekspresionline.com–Yayasan Biennale Yogyakarta menggelar pameran Asana Bina Seni pada Jum’at (09/06/2023). Ini merupakan keempat kalinya penyelenggaran pameran sejak program Asana Bina Seni berjalan pada 2019. Dibuka untuk umum tanpa biaya masuk, pameran digelar dari tanggal 9-19 Juni 2023. Tema yang diangkat adalah “(Se)Tempat”, yang diartikan sebagai respon para seniman terhadap isu-isu yang terjadi di daerah asal mereka.
Pameran ini ditujukan sebagai presentasi dari program pembelajaran yang diadakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta. Dalam prosesnya, terjaring 22 seniman yang terdiri dari 7 kolektif, 15 individu, dan 9 kurator.
Program ini memberikan ruang bagi para seniman untuk belajar dan mengekspresikan gagasan melalui kelas reguler dan inkubasi yang diadakan selama bulan Februari hingga April 2023. Materi yang diberikan beragam, seperti gender dan ekologi dengan tujuan agar para seniman dapat memvisualkan isu-isu di sekitar melalui karya seni.
Tema ‘(Se)Tempat’ diambil berdasarkan hasil diskusi para seniman dan kurator. Tema ini dimaknai sebagai cara seniman menyoroti dan merunut arsip-arsip di daerah sendiri, dan juga proses melacak pendirian sebagai manusia.
Program ini diadakan sebagai upaya memunculkan isu lokalitas dalam karya seni. Terdapat keberagaman daerah, etnisitas serta persoalannya masing-masing yang ditampilkan dalam pameran ini. Seniman melihat apa yang dekat dengan dunianya sendiri dan masyarakat di mana dia hidup sebagai sumber untuk mengekspresikan kegelisahannya.
“Jadi, (Se)Tempat menunjuk pada keberagaman lokalitas dan isu-isu yang muncul dari tempat-tempat yang mereka [seniman] hidupi,” terang Alia Swastika selaku Direktur Yayasan Biennale Yogyakarta (09/06/2023).
Relevansi isu lokalitas dapat dilihat melalui karya-karya yang ditampilkan, misalnya The Unseen Self karya Nisa Ramadani yang menggunakan eksperimen performatif tubuh sebagai cara menceritakan pengalaman mendapat kritik karena bentuk tubuh yang dianggap tidak ideal. Lalu, ada juga seniman kolektif dari Sudut Kalisat dengan karya Gur-gur’e Gumok. Karya tersebut menyoroti penambangan pasir yang ada di daerah Jember.
Selain itu, terdapat karya yang menggunakan media tembakau gagal yang dibentuk menjadi huruf arab pegon. Karya tersebut berjudul “Tafsir Kuasa Agraria: Sebuah Titik Balik” oleh Shodiq tersebut memaknai isu ekologi di Kabupaten Probolinggo dengan tradisi nyabis sebagai sarana penyebaran agama islam.
Pihak penyelenggara berharap pameran ini menjadi ruang bagi para seniman muda untuk berkembang dan memiliki jaringan yang luas.
“Aku pikir, ruang ini menjadi ruang yang menarik ya, khususnya untuk teman-teman [seniman dan kurator] muda. Pada akhirnya, kami berharap yang terjaring itu, dia bisa memperluas cakrawalanya, memperluas jejaringnya,” ujar Karen selaku Manager Project Pameran Bina Seni (09/06/2023).
Annaila Azzahra
Editor: Rosmitha Juanitasari