Ekspresionline.com–Tomlinson (2000) menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap siswa. Selain itu ia juga menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi dapat dimaknai sebagai pembelajaran yang mampu mengakomodir, melayani, dan mengakui keberagaman siswa dalam belajar sesuai dengan kesiapan, minat, dan preferensi belajar siswa. Hal yang perlu disadari adalah setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Dengan demikian, tiap siswa juga memiliki cara belajar yang beragam pula. Dengan mengetahui keragaman karakteristik siswa dalam pembelajaran, guru akan lebih mampu mengarahkan siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru dituntut untuk memiliki penguasaan akan beragam pendekatan, model, dan strategi pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar guru mampu dengan cepat mampu merespons diagnosis kebutuhan pembelajaran yang ada dalam diri tiap siswa. Dengan beragam pengetahuan tersebut, diharapkan guru mampu menjadi fasilitator yang efektif bagi pertumbuhan dan perkembangan hasil belajar siswa.
Keragaman Siswa
Berbagai keragaman siswa tersebut dapat didasarkan dalam beberapa teori. Yang pertama adalah teori sistem ekologi. Teori ini menekankan bahwa lingkungan sekitar siswa akan terus menerus memengaruhi segala aspek perkembangan siswa tersebut. Lingkungan ini terdiri dari lingkungan mikrosistem (interaksi dengan orang tua, teman, tetangga, sekolah), mesosistem (hubungan dalam mikrosistem seperti interaksi dalam sistem sekolah antara orang tua dan guru), ekosistem (sistem kondisi yang memengaruhi perkembangan siswa secara tidak langsung, semisal kesejahteraan), makrosistem (ideologi, hukum masyarakat, budaya politik), dan kronosistem (peristiwa hidup individu dan sosial kultral).
Kedua adalah teori multiple intelligence yang menekankan bahwa setiap siswa memiliki kecerdasan yang khas dalam bidang tertentu. Misalnya kecerdasan verbal linguistik (kemampuan berbahasa), logis matematis (mengolah angka), spasial visual (ruang dan gambar), kinestetik jasmani (kemampuan mengoordinasikan anggota tubuh), musikal (pemahaman dan kemampuan bermusik), intrapersonal (memahami diri sendiri), interpersonal (bermasyarakat), dan naturalis (kemampuan mengenal dan minat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan alam).
Ketiga teori zone of proximal development, yang menekankan pada pembelajaran mandiri dan terbimbing. Terdapat dua tingkat perkembangan siswa dalam teori ini, yakni tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan tugas secara mendiri. Sementara itu, tingkat perkembangan potensial adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas pembelajaran secara optimal apabila terdapat bantuan oleh fasilitator atau orang lain dalam hal ini adalah guru.
Keempat teori learning modalities, yang pada intinya menekankan pada keberagaman gaya belajar. Gaya belajar ini menekankan pada tiga hal, yakni visual, auditori, dan kinestetik. Gaya belajar visual adalah gaya belajar siswa yang lebih mudah menerima informasi visual, seperti gambar dan foto, dibandingkan harus mengingat apa yang dikatakan atau dtituliskan oleh guru. Gaya belajar auditori adalah gaya belajar siswa yang lebih mudah menerima pembelajaran dengan indra pendengarannya, bisa jadi gaya belajar ini lebih lamban untuk menangkap informasi dengan cara membaca. Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar siswa yang lebih menyukai pembelajaran yang bersifat fisik, seperti belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).
Dengan ragam keempat teori yang mendasari pembelajaran berdiferensiasi tersebut, semakin jelas apabila tiap siswa memiliki keistimewaan masing-masing. Dengan demikian, tiap siswa memerlukan perhatian yang berbeda-beda pula. Dengan pemahaman yang baik akan latar belakang siswa, kecerdasan yang tampak ia miliki, kemampuan memahami pembelajaran tiap individu, dan gaya belajar tiap siswa, guru sebagai fasilitator akan dapat membawa siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center learning) adalah kunci dalam pembelajaran berdiferensisasi.
Wujud Diferensiasi dalam Pembelajaran
Selain pemahaman akan teori yang mendasarai keragaman siswa, pendidik juga harus mengetahui wujud diferensiasi yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Diferensiasi dalam pembelajaran ini memuat empat aspek, yakni (1) diferensiasi konten, (2) diferensiasi proses, (3) diferensiasi produk, dan (4) lingkungan belajar. Keempat aspek tersebut dapat berjalan simultan atau dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
Pertama, diferensiasi konten. Hal tersebut berkaitan dengan materi ajar yang akan disampaikan kepada siswa. Hal yang perlu dipersiapkan dalam menyusun materi ajar yang berdiferensiasi adalah dengan memerhatikan tiga hal, yakni kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa. Dengan pertimbangan ketiga hal tersebut, pembelajaran akan mampu berorientasi pada kebutuhan siswa. Sebagai contoh, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada teks laporan hasil observasi, siswa diminta untuk mengobservasi suatu objek berdasarkan kesukaan terhadap objek tersebut. Dengan didasari minat yang tinggi, pembelajaran juga akan berhasil secara optimal.
Kedua, diferensiasi proses. Hal tersebut berkaitan dengan strategi pembelajaran yang dilakukan di kelas. Selain itu, diferensiasi proses juga bisa berkaitan dengan pengaturan penugasan kelas, apakah bersifat individu atau bersifat berkelompok. Seperti halnya diferensiasi konten, diferensiasi produk juga berkaitan dengan analisis kesiapan belajar siswa. Dengan pemahaman yang baik akan kesiapan siswa, guru mampu menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa pada kelas tersebut. Siswa yang memiliki kesiapan belajar yang baik tentu perlakuannya akan berbeda dengan siswa yang belum memiliki kesiapan belajar yang baik.
Ketiga, diferensiasi produk. Hal tersebut berkaitan dengan variasi hasil tugas pembelajaran atau variasi penilaian hasil belajar siswa. Masing-masing siswa memiliki bakat dan minat yang berbeda. Sebagai contoh, dalam menyajikan hasil laporan teks hasil observasi, guru memberikan alternatif beragam produk luaran yang adapat dihasilkan dalam teks tersebut. Misalnya, hasil dari teks laporan hasil observasi tersebut dapat diwujudkan dalam artikel, infografik, rekaman audio atau podcast, bahkan video audio visual. Hak tersebut dimaksudkan agar siswa mampu berproses sesuai dengan bakat dan minat yang mereka miliki. Dengan keragaman luaran hasil pembelajaran tersebut, diharapkan semua potensi siswa mampu terfasilitasi.
Keempat, lingkungan belajar. Hal tersebut secara umum berkaitan dengan tempat belajar siswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Lingkungan belajar siswa perlu didesain sebagaimana mestinya agar memiliki nuansa nyaman, aman, dan mampu berpihak pada ekosistem pembelajaran yang baik. Lingkungan belajar yang nyaman, aman, dan berpihak pada ekosistem pembelajaran yang baik tidak hanya berkutat pada sarana dan prasana. Namun juga iklim sosial antara siswa dengan siswa dan antara siwa dengan guru. Perlu adanya penumbuhkembangan sikap saling menghargai, saling menghormati, dan saling simpati terhadap semua warga belajar di lingkungan belajar tersebut. Dengan lingkungan belajar yang demikian, proses pembelajaran yang berdiferensiasi akan berlangsung dengan optimal.
Salah satu paradigma baru yang tecermin dalam Kurikulum Merdeka adalah bahwa setiap pembelajaran haruslah berpusat pada siswa (student centered). Artinya, dibutuhkan pemahaman yang lebih yang tidak hanya sebatas jargon. Implementasi pembelajaran yang berbasis siswa perlu diwujudkan. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi tersebut. Melalui penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini, guru diharapkan mampu memiliki pemahaman bahwa setiap siswa memiliki keragaman karakter yang harus difasilitasi guna capaian pembelajaran yang tidak hanya optimal, tetapi juga bermakna bagi kehidupan siswa.
Kontributor: Arda Sedyoko, M.Pd. (Mahasiswa Pendidikan Profesi Guru Universitas Ahmad Dahlan)
Editor: Nugrahani Annisa