Maling di UNY: Indikasi Sindikat yang Terorganisir dan Pengamat yang Jeli

Ilustrasi oleh Najwa/EKSPRESI

“Bumi menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia, namun tidak cukup untuk memenuhi keserakahan manusia”. – Mahatma Gandhi

Ekspresionline.com–Apa yang pernah dikatakan Mahatma Gandhi memang benar adanya. Ya, itulah manusia. Ia sudah diberi cukup, tetapi tidak pernah merasa cukup. Seperti kasus-kasus yang pernah terjadi di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Kasus yang saya sorot adalah banyaknya kasus maling yang ada di UNY.

Adanya kasus kemalingan telah menggambarkan keserakahan manusia itu sendiri, karena mengambil hak yang seharusnya bukan miliknya. Tentunya kejadian tersebut bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari keamanan yang kurang, regulasi yang masih lemah, keahlian si maling, kecerobohan warga kampus, dan berbagai kemungkinan lainnya.

Namun, dari banyaknya kemungkinan, kita bisa menciptakan suatu hipotesis. Dengan hipotesis atau dugaan sementara tersebut, kemungkinan bisa saja benar atau salah. Dengan himpunan fakta yang ada, hipotesis yang diciptakan sangat bisa menjadi kebenaran.

Fakta yang saya ambil dalam tulisan ini tentang kemalingan yang terjadi pada bulan Mei—Juni 2024 di Sekretariat (Sekre) LPM Ekspresi dan Sekre Organisasi Mahasiswa (Ormawa) X (nama Ormawa sengaja dianonimkan untuk menjaga kerahasiaan). Melalui riset dan fakta yang ada, saya akan menjabarkan beberapa hipotesis yang berpotensi menjadi kebenaran.

 Himpunan fakta melalui logika mistika dan logika sains

Pada tanggal 15/16 Mei 2024, Sekre LPM Ekspresi yang berlokasi di lantai 2 Gedung Student Center (SC), kehilangan satu buah kamera Sony a6000. Kemudian para anggota LPM Ekspresi mencarinya dengan menghubungi pengelola SC dan mencari fakta melalui cctv.

Karena cctv rusak pada waktu kejadian, bukti untuk mencarinya mengalami hambatan. Akhirnya digunakanlah cara lain, yaitu melalui salah satu anggota LPM Ekspresi bernama Amar. Ia mencoba mencari tahu pelaku melalui keahlian supranaturalnya. Ia menemukan bahwa pencuri kamera tersebut memiliki ciri sebagai pria yang berkumis dan menggunakan kendaraan berwarna putih.

Memang hal ini agak sulit dipercaya sebagai fakta. Namun, mari belajar dari Tan Malaka melalui buku berjudul Madilog. Tan Malaka memang menyinggung masyarakat Indonesia yang pada waktu itu (tahun 1940-an) masih dilanda logika mistika dan diajak untuk mengandalkan logika sains melalui dialektika dan materialisme. Meskipun Tan Malaka mengajak pada logika sains, tapi Tan Malaka juga tidak menyalahkan logika mistika. Maksudnya, walaupun terdapat pemikiran logika mistika, ada juga logika sains yang benar. Sehingga, adanya suatu kejadian, terdapat kemungkinan-kemungkinan yang bisa menjadi benar, bisa saja logika mistika atau logika sains.

Kembali ke topik, apa yang ditemukan dan dikatakan Amar dapat diperkuat dengan bukti lain yang ada. Pada tanggal 4 Juni 2024, terjadi kemalingan lagi di Sekre LPM Ekspresi pada pukul 08.30 WIB dan Sekre Ormawa X pada pukul 09.44 WIB.

Keduanya sama-sama kehilangan barang Central Processing Unit (CPU). Temuan kedua fakta tersebut didasarkan pada cctv yang ada. LPM Ekspresi menggunakan cctv dari pengelola SC (cctv sudah diperbaiki), sedangkan Ormawa X menggunakan cctv Pos Satpam Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP).

Kedua kejadian tersebut di waktu dan tempat yang berbeda. Berdasarkan pantauan cctv ditemukan seorang pria berjaket hitam mengendarai motor vario 125 berwarna putih membawa barang curian. Hal ini dapat mendukung logika mistika Amar.

 Indikasi sindikat maling yang terorganisir

Sindikat yang dimaksud adalah sebuah jaringan kelompok, ada peran pelaku utama dan pelaku pembantu. Maksudnya, sebelum pelaku utama melakukan aksi, ada peran pembantu yang menjadi pihak informan tentang barang yang akan dicuri.

Tidak hanya itu, sindikat juga mengacu pada pencurian yang dikerjakan secara terorganisir oleh sebuah kelompok dan disebar ke beberapa tempat. Di balik banyaknya pelaku, ada pengadah untuk menerima barang-barang yang sudah dicuri. Nantinya barang-barang itu dijual atau digunakan dengan berbagai cara agar tidak ketahuan bahwa itu adalah barang curian.

Pada kejadian 4 Juni di Sekre LPM Ekspresi, pelaku datang pada pagi hari, di mana waktu kejadian keadaan dan situasi SC sedang sepi mahasiswa yang berlalu-lalang. Bisa jadi ada pelaku pembantu (mahasiswa ataupun bukan) sebagai informan yang mengecek dulu dan tahu situasi pagi itu. Kemudian pelaku utama melakukan aksinya.

Cctv menunjukkan bahwa pelaku menggunakan kunci bandrek-an (kunci buatan) untuk membuka pintu. Percobaan pem-bandrek-an tidak mudah, hingga pada percobaan keempat pelaku baru bisa masuk. Teknik pem­-bandrek-an ini tentunya dilakukan oleh seorang ahli kunci, bisa jadi keahlian itu hasil belajar otodidak atau bersama sindikatnya.

Setelah bisa masuk, pelaku mengambil CPU dibalut tas yang ada di Sekre LPM Ekspresi. Kemudian pelaku pergi dengan menutup pintu dan menguncinya kembali. Selang satu jam, pelaku kembali melakukan aksi di Ormawa X.

Di Ormawa X, pelaku beraksi pukul 09.44. Pelaku mengetahui letak kunci yang biasa ditaruh anggota Ormawa X tersebut. Pelaku masuk dan mengambil CPU dengan dibalut tas yang berbeda dari sebelumnya. Lalu pelaku pergi dengan mengendarai motor Vario 125 berwarna putih.  

Janggal bukan? Pelaku tahu kalau pagi itu gedung-gedung sedang sepi dan pelaku tahu letak kunci Ormawa X.

Hal ini mengindikasi seperti ada informan sebagai pelaku pembantu. Dengan pelaku pembantu tersebut, pelaku utama mudah mengakses jalan dan tahu kondisi gedung untuk melakukan aksinya. Seperti kejahatan yang terorganisir, yaitu sindikat maling.

 Indikasi sang pengamat yang jeli mengumpulkan informasi

Kasus maling ini tentunya tidak hanya terindikasi sebagai sindikat, tetapi juga sebagai pengamat yang jeli. Saking jelinya, ia tak pernah gagal melakukan aksinya. Pelaku tahu kapan situasi sepi di kedua gedung serta pelaku tahu letak kunci di Ormawa X.

Tentunya informasi itu perlu kejelian dalam mengolahnya. Jika itu bukan dari sindikat, kemungkinan pelaku berasal dari mahasiswa UNY itu sendiri. Ia bergabung dalam salah satu ormawa ataupun bukan. Berbekal statusnya sebagai mahasiswa, ia kerap berlalu-lalang di sekitar gedung sembari mengamati dan mencari informasi. Selain itu, ia juga mencari celah kondisi, situasi, dan waktu yang tepat untuk melakukan aksinya.

Dengan pengamatan yang jeli, pelaku bisa melakukan aksinya sendiri tanpa bantuan peran pembantu. Nantinya barang curian digunakan untuk keuntungan pribadinya tanpa berbagi dengan kelompok, karena hipotesis kedua ini mengacu pada keahlian maling yang melakukan aksinya secara solo.

Saya akui pelaku ini pintar dalam mengamati dan mencari informasi. Akan tetapi, perilakunya seperti binatang yang tak kenal benar dan salah.

 Keamanan dan kehati-hatian warga kampus

Keamanan dan kehati-hatian warga kampus merupakan hal penting agar kasus-kasus seperti ini tidak sering terjadi. Saya akan memulainya dari keamanan. Karena ada yang janggal, saya mencoba mewawancarai pengelola SC dan satpam FIPP.

Di SC terdapat kejanggalan kalau cctv pada saat kejadian pencurian kamera LPM Ekspresi tanggal 15/16 Mei 2024 rusak. Pak Sugono, selaku pengelola menjelaskan bahwa cctv waktu itu rusak terkena sambaran petir dan sudah lapor ke pihak yang menangani cctv. Namun, terkendala waktu untuk pengerjaannya karena pihak cctv mengurus banyak tempat.

“Kalau cctv itu sudah lapor, tapi karena bledek [petir] itu banyak yang kena, pihak cctv-nya mengurus banyak tempat. Masalah sana langsung ditindak lanjuti. Ya, kami nunggu sana,” ungkapnya.

Selain itu, Pak Sugono juga mendukung hipotesis saya bahwa kemungkinan kejadian ini ada sindikatnya. Saran dari Pak Sugono, jika ditemukan maling lagi dan tertangkap, ia harus diinterogasi secara mendalam sebelum diserahkan ke pihak Polisi. Dengan cara itu, sindikat akan mudah ditemukan dan diketahui jaringannya.

Kemudian, saya juga mencoba mencari tahu dan wawancara satpam FIPP. Akan tetapi, satpam enggan diwawancara dan direkam suara, alasannya harus izin dulu ke dekan. Tentu muncul kejanggalan bagi saya. Karena memberikan jawaban fakta dari suatu kejadian yang perlu disuarakan untuk kepentingan publik adalah hak merdeka individu, tanpa harus didikte atasan, dekan, ataupun birokrasi.

Namun, saya tetap tanya-tanya sebentar tanpa direkam. Satpam FIPP menjelaskan bahwa kunci utama gedung ormawa adalah haknya, sedangkan kunci setiap pintu ormawa adalah hak setiap ormawa. Jadi, satpam tidak mengurusi kunci-kunci ormawa tersebut.

Terkait kehati-hatian, seluruh warga kampus UNY harus tetap waspada dengan kejadian semacam ini. Kemalingan ini sudah sering terjadi dan belum ada habisnya. Warga kampus yang saya maksud adalah mahasiswa, satpam, pengelola, tenaga pendidik, dan birokrasi.

Pertama, saya harus menyalahkan maling terlebih dahulu. Kedua, saya tidak menyalahkan korban yang tidak bersalah. Ketiga, saya menyalahkan siapapun warga kampus yang teledor dan tidak taat regulasi. Karena sangat banyak kemungkinan barang-barang yang ditinggalkan secara lalai bisa hilang, entah diambil orang tidak dikenal atau orang terdekat. Keempat, sebagai warga kampus, taatilah regulasi keamanan yang ada. Akan tetapi, perlu digaris bawahi kalau regulasi itu juga harus aman untuk kepentingan bersama. Agar kejadian kemalingan itu tidak terjadi lagi dan para warga kampus tidak terkena dampak buruknya.

Hingga pada akhirnya, melalui tulisan ini, alangkah indahnya jika kita sesama umat manusia bisa saling berbagi dan mengingatkan. Tabik.

Danang Nugroho

Editor: Okta Ardia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *