Saat semua orang merasakan indahnya cinta pertama, hal itu berbanding terbalik dengan Hana. Hana adalah nama gadis itu. Gadis yang sangat pendiam dan biasa saja, yang membuatnya menjadi begitu berbeda adalah pengalamanya cintanya.
Cinta itu aneh untuk pertama kalinya bagi Hana. Ia baru merasakan jatuh cinta saat ia mulai masuk ke sekolah menengah atas (SMA) sebelumnya. Ia telah mengenal lelaki itu, lelaki itu adalah sahabat dari kakak sepupuya. Ia tanpan, cool, dan menarik. Badannya tinggi, mata yang indah, dan senyuman yang membuat setiap gadis yang memandangnya bisa tergoda, seakan terkena hipnotis pada pandangan pertama. Hana pun mengalami hal tersebut sejak perkenalan awal di rumah sepupunya. Perkenalan awal yang menyimpan sejumlah tanda tanya. Tanya yang selalu mengangu pikiran, entah kapan bisa berjumpa lagi dengan si tanpan tersebut. Apakah ia sudah memiliki my girl, atau masih single, Hana mengalami goncangan perasaan yang begitu dalam, seakan ombak menghentak kesunyian tersebut dan mengantarkan pada gejolak perasaan yang ia sendiri bingung, karena baru pertama kali dan terasa beda dengan perasaan biasa seperti sedih, gembira, atau menangis. Namun, yang kini datang sangat menghentak perasaan terdalamnya, mengalir bersama dengan aliran darah secepat laju jantung berdetak. Apakah ini namanya cinta? Atau hanya perasaan saja?
Rasa itu bersemayam bersama Hana yang kala itu masih duduk di bangku salah satu SMP di Sorong.
Rasa itu mulai muncul dan semakin mengila. Rasa ingin merasakan bagaimna rasa cinta pertama. Apakah semanis coklat atau sepahit obat malaria, entahlah. Waktu akan menjawab perasaan tersebut, ”Kalau seindah film India sih, aku mau. Tetapi kalau berakhir seperti film Romeo dan Juliet, romantik tetapi butuh pengorbanan, akhirnya sia-sia saja cinta tersebut,” pikirnya dalam hati.
Setelah menamatkan SMP, Hana masuk dan bersekolah di SMA Negeri 1 Sorong.
Hari pertama MOS, sangatlah melelahkan karena dikerjain oleh senior-senior, Lelah disertai capek karena hampir seharian ditarik ke sana-sini, tetapi rasa itu seakan hilang. Seperti petir yang berteriak, membangungkan mahluk yang sedang tidur saat melihatnya. “Sosok yang pernah ia jumpai, Steven nama lelaki itu. Steven adalah salah satu panitia MOS. Masih seperti yang dulu, tak ada yang berubah, ganteng, cool, is perfect,” kata Hana dalam hati.
Hatinya mulai tenang, baginya melihat lelaki itu dari kejauhan sudah sangat cukup. “Hana, itu dia,” kata sahabatnya. Laki-laki itu berdiri dengan menggunakan pakaian seragam SMA disertai kartu pengenal panitia MOS. Hana menatapnya tanpa henti, hatinya berdebar, jantung berlari tak seperti biasanya, getaran-getaran perasaan ini semakin mengila. Apakah aku benar-benar jatuh cinta pada Si Steven? Atau hanya perasaan saja?
Kegiatan MOS telah berakhir, hari sekolah seperti biasa telah dimulai. Hari berlalu seakan cepat sekali, bulan berganti, tidak terasa sekarang sudah hampir dekat dengan ulangan semester ganjil. Dia melewati Hana tanpa berbalik dan tanpa mengucap sepatah katapun. Bahkan ia pun tidak pernah tersenyum pada Hana. Tetapi, bagi Hana itu tidak apa-apa, tanpa berbalik dan tersenyum. Tetapi, bagi Hana itu tidak apa-apa walaupun sebenarnya Hana sangat berharap banyak padanya agar setidaknya ia dapat berbalik dan tersenyum pada Hana, tetapi hal itu tidak pernah terjadi. “Saya tidak tau, tapi saya sangat menyukainya,” kata Hana kepada temannya, Imel. Temanya terdiam sebentar dan tersenyum sambil berkata balik kepada Hana,”Mungkin belum saatnya untuk dia membalas perasaanmu. Lagian kamu kan belum menyampaikan secara langsung padanya perasaanmu,” kata Mei.
Hana pun berbalik, kepada sahabatnya ia tersenyum kecil, “Aku tak pernah begitu semenyerah ini, mencintai seseorang yang tidak pernah akan menyukaiku. Sedikit penantian dan harapan bahwa suatu saat ia dapat menyukaiku apa adanya,” kata Hana dalam hatinya sambil menghela nafasnya sedalam mungkin sambil menghembuskan nafasnya ke alam bebas seakan anggin dapat mewakili ungkapanya.
Besok adalah hari pertama ulangan semester ganjil. Hana sangat bersemangat. Ia sangat yakin terhadap ulangan hari ini karena tadi malam Hana sudah belajar dengan sangat giat dan yakin bahwa ia bisa mengerjakan semua soal dengan baik. Pagi-pagi sekali ia sudah berada di depan mata jalan rumahnya untuk menunggu bus sekolah. Ia duduk-duduk sambil menunggu bus dating. Ia mengambil buku dari dalam tasnya untuk dibaca, yaitu sebuah novel. Setelah bis dating, dan ia pun naik. Saat ia naik, semua kursi telah penuh. Hanya sisa satu kursi yang kosong dan kursi itu berada tepat di samping lelaki yang disukainya itu. Di dalam hati ia merasa sangat senang. Ia pun akhirnya duduk di samping lelaki itu. Selama perjalanan Hana hanya melirik ke samping lelaki itu sementara lelaki itu hanya menatap kearah buku yang sedang dipeganginya. Hana merasa bahwa hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan baginya karena bisa berdekatan. Walaupun sekejap, tetapi itu sudah cukup bagi Hana karena jarang sekali ada waktu untuk bisa berdekatan dengan si tampan, Steven.
Hana sungguh merasa gugup, tapi waktu berlalu dengan sangat cepat. Tidak terasa mereka pun telah sampai di sekolah. “Aku telah lama menyukainya dan aku yakin bahwa ia telah mengetahui bahwa aku sangat menyukainya. Tetapi mengapa ia belum memberikan jawaban? Apakah ia tidak mempunyai perasan apa-apa kepadaku?” tanya Hana kepada temanya. Imel berbalik dan tersenyum kepada Hana dan berkata kepada Hana, “Cinta memang tak selamanya akan seperti yang kau inginkan, tetapi mungkin saat ini, ia hanya mempermainkan atau melihat perjuanganmu. Seberapa besarkah cinta kamu padanya?” Hana dan Imel pun memutuskan untuk tidak membahas tentang hal itu lagi dan melanjutkan belajar.
Kata Imel, “Sebelum libur dating, coba kamu sampaikan saja perasaamu kepada Steven daripada kamu menyembunyikan perasaanmu. Kalau pintu tak diketuk, mana mungkin kita akan menemukan jawaban,” Hana menghela nafas sedalam-dalam mungkin, entah lagi memikirkan apa.
“Apakah ada keberanian diri untuk menyampaikan? Sedangkan aku ini pemalu,” pikir Hana dalam benaknya, “apakah aku harus memberanikan diri untuk menyampaikannya secara langsung seperti yang Imel sarankan? Atau aku minta tolong pada Imel saja untuk menyampaikan isi hatiku padanya?”
Terjadi kontradiksi dalam diri Hana, “Masa rumput cari kuda, seharusnya kuda yang cari rumput.” Hana memendam perasaanya sedalam dan selama mungkin sampai Si Tampan suatu waktu akan mengungapkan perasaanya pada Hana. Namun, penantian itu sirna ketika Hana mengetahui bahwa pangeran hatinya telah pindah sekolah karena mengikuti orang tuanya yang pindah tugas ke Nabire.
“Mungkin perasaan ini adalah ungkapkan cinta pertamaku. Walau dalam bayangan, tetapi itulah kenyatan yang aku alami dalan diriku, dalam pikiranku, dalam keseluruhan hati dan jiwaku. Ini semua adalah mimpiku yang belum sempat terwujud dalam dunia ini. Mungkin di dunia lain akan terwujud, cinta dan perasaan ini akan ku bawa sampai waktu mempertemukan kita kembali. Akan aku utarakan rasa ini agar kamu tahu kalau aku mencintai engkau pada pandangan pertama dan engkau adalah cinta pertama dalam hidupku ini.”
Ishak Bofra (Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan, Universitas Janabadra)