Andai waktu dapat berputar kembali,seirama jalur jam yang selalu berputar.
Aku ingin kembali ke jalan yang gelap dan sunyi, di kiri-kanannya jalan berjajar pohon nan indah yang selalu melindungi aku dari terik matahari.
Cahayanya dapat menembus perasaanku dan aku dapat merasakannya, entah itu siang atau malam aku dapat merasakanya.
Andai hari-hari itu dapat kembali dan aku masih bisa merasakan kasih seorang ibu yang pelukannya memberi kehangatan padaku. Sentuhanya, suaranya, serta ciumanya yang selalu memanjakan aku yang masih mungil, polos, yang hanya merasakan adanya ketenangan dan kedamaian yang selalu bersamaku.
Aku ingin kembali ke jalan itu untuk menemukan bayanganya. Bayangan yang samar bagiku. Bayangan yang abstrak bagiku. Aku ingin kembli ke jalan itu. Jalan untuk menemukan sosok ibu bagiku, karena aku ingin bersama ibuku selamanya. Sosok yang aku rindukan hingga usiaku saat ini 18 tahun.
Namun apakah aku bisa? Apakah aku mampu,untuk menemukanya? Entahlah ini hanya ilusi atau rasa rindu yang melandaku. Sebagai gadis yang menginjak masa remaja, aku membutuhkan kehadiran ibu sebagaimana teman-teman sebayaku. Aku iri, aku marah pada Tuhan. Aku ingin berteriak bahwa hidup ini tidak adil bagiku. Aku ingin Tuhan memangil aku agar aku bisa bertemu ibu di dunia lain, aku ingin bersamanya.
Seakan aku ingin menyalahkan dunia fana ini yang begitu kejam telah merenggut ibu dariku.
Mengapa harus semua ini terjadi padaku, Tuhan? Mengapa harus aku, Tuhan?
Yang menangung semua ini sebagai anak yatim tanpa sosok ibu di sampingku. Sosok yang bisa memberi perlindungan bagiku, sosok yang selalu merawatku, sosok yang selalu menasehatiku ketika aku salah melangkah. Karena aku adalah gadis yang sedang menginjak usia remaja, ibu sangat penting bagiku. Sebagai pelindungku.
Oh, Tuhan. Apakah dosa dan salahku sebagai gadis yang polos harus kehilangan ibu di kala aku belum mengenalnya?
Lebih baik aku tidak mengenal dunia ini. Sekalipun aku mengenal dunia ini, aku terasa asing.
Tuhan, ambillah nyawaku agar aku dapat bersama dan bertemu ibuku di surga.
Tetapi semuanya mustahil, ibuku tak akan kembali. Aku tak dapat bertemu dengannya walaupun Tuhan memangil aku. Dia telah memiliki tempatnya sendiri yang telah Tuhan sediakan baginya.
Semua ini seperti mimpi, di kala rindu melandaku, di kala aku mengalami kebingunan dalam melangkah di dunia ini, di kala aku mengalami goncangan perasaan sebagai gadis yang terkadang siklus mengikuti setiap bulannya.
Aku hanya dapat menggoreskannya melalui lembaran-lembaran ini!
Hari-hari di mana malam menjadi temanku, rembulan sahabatku, dan kertas adalah tempat curahanku.
Doa sebagai obat penguat bagiku, dan doa juga sebagai jembatan untuk mempertemukan aku dengan ibu walau hanya dalam mimpi.
Oh, ibu. Betapa penting dirimu bagiku.
Ibu, taukah kamu betapa bahagianya diriku?
Karena ada sosok penganti ibu bagiku.
Yaitu ayah.
Ibu, walau engkau telah pergi ada yang mengantikan engkau yaitu ayah, ayah adalah seorang lelaki dan seorang ayah yang sangat hebat dan luar biasa bagi kami ketiga putrimu. Dia mengasihi kami, merawat kami dari kecil sampai menginjak usia remaja.
Ibu, semenjak ibu tidak bersama kami lagi, ayah adalah seorang ibu yang mengasuh dan merawat kami dari bayi.
Ayah tak pernah mengeluh bila capek. Ayah hanya bisa memberi sebuah senyuman bahagia kepada kami anakmu, anaknya.
Kami sangat beruntung memilikimu, ayah..
Walau sering kami menyakiti hatimu,dengan perkataan, tindakan, namun ayah tetap tersenyum kepada kami dengan tindakan kasih dan cinta yang ayah beri kepada kami.
Ayah adalah kebanggan kami. Ibu, taukah bahwa di balik senyum manisnya ayah banyak menyimpan ratusan, ribuan, bahkan jutaan kesakitan, derita, hanya untuk memikirkan bagimana cara menghidupi kami.
Mengapa ayah?
Mengapa?
Ayah selalu mempertaruhkan nyawa demi kebahagian kami.
Setiap pagi ayah harus bangun, menyiapakan makanan bagi kami, mengurus dan mengatur kami untuk sekolah.
Ayah lalu keluar mencari pekerjaan,entah pekerjaan apa yang penting halal dan layak untuk kelangsungan hidup kami, ibu. Untuk dapat makan dan biaya sekolah itu sudah cukup bagi kami, ibu.
Ayah orang terhebat dalam hidup kami, ibu.
Selalu mengorbankan segalanya demi kami.
Ayah tak memikirkan kesehatannya sendiri. Ayah selalu menyembunyikan kesakitanya di depan kami seakan semua tampak baik-baik saja, ibu.
Ibu, ayah menggantikan engkau sebagai ibu bagi kami.
Ia selalu menyempatkan waktu untuk kami.
Cerita tentang masa depan, sekolah yang baik, jaga diri baik-baik karena kalian adalah perempuan. Ia juga menasehati kami untuk selalu dekat dengan Tuhan, syukuri apa yang ada karena itulah yang kita punya, jangan putus asa, jangan menyalahkan ayah karena tak mampu untuk memenuhi semua hal yang kalian inginkan karena ayah hanya seorang buruh kasar.
Ayah pernah berkata, “Ingat, kalian itu siapa. Kita hanya orang tak punya, yang kita punya hanya cinta dan kasih sayang. Jadi harus berusaha sekuat tenaga. Fokus kuliah yang baik karena ayah hanya orang kecil yang tak punya apa-apa, makan saja kita kadang ada, kadang tidak ada.
Kuliah dan kuliah demi kebahagian kalian, itu sudah cukup bagi ayah. Ketika melihat kalian semua berhasil dan sukses untuk kehidupan kalian, ayah tak minta apa-apa, yang ayah inginkan hanya melihat kalian semua berhasil, itu saja.”
Ibu, begitu besar kesalahan yang telah kami lakukan kepada ayah, yang telah menyingung perasaan dan hatinya ibu,
Maafkan kami, ayah, yang selalu menyusahkan dan merepotkan engkau.
Tuhan, maafkan kami yang tidak tau berterima kasih.
Atas semua yang telah ayah lakukan dan berikan kepada kami.
Dari kecil hingga dewasa ini.
Namun kini hanya tingal kenangan karena ayah telah menyusul ibu ke alam lain, alam yang kita yakini sebagai tempat peristirahatan kekal.
Hanya kenangan yang ada selalu bersama aku dan kedua kakak perempuanku.
Kita telah berpisah, tetapi aku selalu yakin kita selalu bersama.
Dalam hembusan angin yang sedang aku hirup saat ini, detik ini.
Aku merasakan kehadiran kalian walaupun sekejap. Namun, aku bersyukur kalian berdua telah datang, ayah dan ibu, aku rindu. Angin, tolong sampaikan rasa rinduku ini pada mereka di alam lain yang akan engkau kunjungi.
Aku kaget ketika Gerry menyentuhku. Mataku terbuka, aku terbangun dari 20 menit menikmati kesunyian bersama angin di kaki Gunung Merapi.
Karya Zhanti (Mahasiswa jurusan Ekonomi Universitas Janabadra)