Di selasar masjid, ubin-ubin retak menjerit bersahutan
Pada tapak kaki sang peronta yang basah bersimbah darah
Sumpah serapah bilik kacaukan gemuruh tikar
Juga rak-rak yang ikut gaduh padahal yang punya mengaduh
Malam kian sunyi, yang menjerit berganti sepi
Yang gemuruh makin meresapi, menelusup cahaya temaram palung hati
Tunduk kepala carikan maafnya tak kalah ruah samudera
Maka bergetar arasy terima perintah menaungi, tembus galaksi
Sakit pada sukma terobati demi untuk kembali
Pada malam ia kembali, tergeletaklah di simpang jalan
Jiwa-jiwa yang mengaku suci, bedebah sendiri mengelakkan
Maka sang peronta punya tempat kembali, pada hutan pengasingan
Yang tahu geram pada abdi bumi
Yang tak ingat jiwanya pula akan kembali
Yogyakarta, 2016
Sri Endang Maulani (Mahaiswa UNY)