Sudah 2 minggu kita tak berjumpa, aku merindukanmu, aku memimpikan engkau. Ada rindu untukmu.
Aku mencoba menghubungi HP-mu tapi tak ada jawaban, sedang di luar jangkauan. Aku takut kalau rasa rinduku ini engkau kesampingkan. Aku ingin menyampaikan kegelisahan hati ini, namun engkau tak ada di sampingku.
Oh, rinduku. Oh, sayangku.
Engkau membuat aku terasa seperti seribu tahun berpisah dengan engkau.
Aroma tubuhmu, selalu menghiasi alam bawah sadarku, menyebakku pada perasaan terdalam yang sulit untuk mengalirkan aliran ini keluar. Engkau membuat aku terpendam dalam genangan kematian.
Oh, rinduku. Oh, sayangku.
Di manakah engkau berada? Engkau menjebakku pada kejatuhan cinta yang aku sendiri tak mampu untuk membendungnya. Engkau menjebab aku pada tatapanmu, pada ceritamu, pada aroma tubuhmu, pada pesan SMS-mu yang selalu engkau bumbui sentuhan seorang pecinta sejati Khalil Gibran.
Oh, rinduku. Oh, sayangku.
Mengapa engkau menjebak aku pada kejatuhan ini?
Oh, rinduku. Oh, sayangku.
Perasaan ini selalu terbawa ketika aku berjalan melihat tempat kita nongkrong, tempat kita jalan di kala malam, tempat kita makan ketika engkau mengajakaku pertama kali di pagi itu. Tempat di mana ketika pertama kali aku bertemu engkau di sebuah lesehan pada 2 hari kedatangku dari daerah ke Yogyakarta.
Aku tengelam dalam fantasi yang aku sendiri sulit untuk menjelaskan. Aku seperti orang gila, aku seperti orang kesesatan, aku seperti terkena hipnotis. Aku sungguh jatuh tak berdaya, seakan daun jatuh tanpa membertanda, tanpa membunyikan tanah, tergeletak ketika sudah berada di tanah. Aku seperti daun tersebut. Mati tapi bernafas.
Apakah aku jatuh cinta? Tidak mungkin! Oh, Tuhan.
Karena aku milik orang lain, aku sudah bertunangan.
Aku takut, oh, Tuhan.
Berdosakah aku Tuhan apabila aku jatuh cinta kepada dia andaikan dia juga mencintaiku?
Kalau itu dosa aku ingin berteriak,” Mengapa Engkau mencitpakan cinta di antara kami?”
Mungkinkah karena cinta adalah enigma, suatu teka-teki yang begitu pelik untukku. Aku tidak salah, Tuhan.
Aku jatuh cinta. Aku berjanji, Tuhan, kalau aku Engkau beri kesempatan,”ini adalah cinta pertama dan terahir bagiku. Seperti Engkau mencintai aku tanpa pamrih, tanpa menuntut pengorbanan, begitu juga aku,” dan akan kulakukan untuk seseorang yang aku merindukanya, aku mencintainya, aku memimpikanya, aku ingin melanjutkan sisa-sisa hidup ini dengannya dengan tulus.
Oh, sayanku.
Oh, rinduku.
Di manakah engkau berada? Apakah engkau yang ada di sisiku saat ini? Di hadapanku saat ini?
Ataukah itu hanya mimpi? Oh, Tuhan. Semoga ini kenyataan. Aku menginginkan engkau di sampingku detik ini, menit ini, jam ini, hari ini. Aku ingin menyampaikan sesuatu.
Tanpa kamu, aku bukan siapa-siapa. Sampaikan kamu mencintaiku.
Cinta kamu akan mengisi kekosongan jiwaku, rasa hampaku yang memilukan.
Aku juga yakin bahwa engkau juga mencintaiku. Dari pandanganmu, dari gayamu, dari hal-hal yang engkau ungkapkan. Aku yakin bahwa engkau juga inggin mengisi kekosongan jiwamu, mengisi kehampaanmu yang selalu aku ganggu. Aku selalu percaya engkau juga mencintaiku.
Aku yakin engkau takut mengungapkannya.
Engkau takut mengambil resiko.
Engkau pengecut kalau selalu berdiam diri.
Mengapa engkau harus begitu padaku? Engkau sudah membawa virus cinta kedalam diri ini.
Anti virusku tidak mampu untuk menolak virusmu. Aku terjangkit virus cintamu.Virus yang menjerumuskan aku dalam ke dangkalan akal sehatku.
Aku terjatuh ke dalam medan perasaan yang dalam.
Medan yang akan membunuhku, membunuh perasaanku, membunuh pohon pinus yang masih muda.
Kekar di musim semi. Mengapa aku begitu mengharapkanmu? Mengapa ketika engkau tak di sampingku terasa seperti bunga yang malu untuk mekar? Mengapa harus engkau, bukan yang lain? Yang mungkin lebih mudah mengerti perasaan jiwaku, perasaan hatiku, dan mengerti aku. Yang bersama aku dalam situasi apapun. Bukan kamu yang tidak bertanggung jawab untuk merawat cinta yang engkau ciptakan untuk aku sayang.
Oh, cintaku.
Oh, sayangku.
Rindu ini sudah tak bisa aku bendung. Mengalir bersama tubuhku, mengalir bersama darahku, mengalir bersama nafasku, dan terasa begitu kencang seperti kereta api dalam mengejar stasiun. Tak terbantahkan lagi, cinta ini begitu kuat untuk dirimu. Begitu kokoh untuk badai yang ingin mengancam cinta ini. Apa yang kau ragukan untuk cintaku sayangku? Apakah karena aku telah menjadi milik orang lain? Apakah karena aku telah bertunangan seperti yang engkau dengar dari orang lain? Engaku harus mendengar penjelasanku, sayangku. Engkau harus mendengar langsung dari aku, sayangku. Bukan dari kabar angin yang tak tentu arahnya.
Hidup ini begitu singkat, sayang. Karena singkat, mari kita ciptakan cerita bersama, cerita tentang masa kecil, cerita tentang sekolah, cerita tentang jatuh cinta pertama, cerita tentang barisan mantan, cerita tentang masa depan, cerita tentang bagaimana merangkai cinta kita, bagaimana memiliki anak yang lucu-lucu, tentang rumah impian, tentang menu favorit ketika ultah hari jadi kita, tentang tour yang akan kita kunjungi ketika liburan. Sayangaku, aku inggin memiliki semua cerita-cerita indah ini bersamamu. Engkau begitu spesial bagiku, sayang. Engkau begitu lugu bagiku, sayangku. Tipe cowok yang ideal dalam angan-angganku selama ini.
Aku inginkan engkau, aku inginkan engkau, sayangku.
Datanglah!
Mendekatlah! Aku inginkan engkau, sayangku. Aku inginkan engku, sayangku.
Merapatlah! Aku tak bisa hidup tanpa cintamu. Aku tak bisa bernafas tanpa nafasmu.
Apa yang engkau tunggu, sayangku? Katakanlah kalau engaku mencintaiku, aku pasti akan menjawab.
Aku juga mencintaimu
Aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri
Sayangku.rinduku,dimanakah engkau berada
Bila engkau tak hadir, aku akan menunggu engkau.
Menunggu engkau walau seribu tahun lagi.
Aku akan lahir kembali dan mencari cintaku yang belum sempat terhubung dan belum sempat ketemu.
Aku akan menunggu engkau walau seribu tahun lagi.
Ini cerita hidupku, cerita cintaku yang sempat aku sampaikan kepada dirinya walau setiap saat ia ada bersamaaku.
Aku ragu, aku takut, aku pengecut. Aku pendam semua perasaanku ini sampai seribu tahun lagi.
Aku akan menunggu engkau lahir kembali.
Untukmu, sayangku. Untukmu orang yang memberi arti bagi hidupku. Walau hanya beberapa saat bersama engkau, namun memberi arti bagiku.
Arti yang belum menemukan jawabannya.
Aku akan menungu engkau bersama ceritaku ini.
Ini hanya coretan yang tak bermakna ketika ia menyentuh aku dan bertanya “Engkau menulis apa?”
Aku tak menjawab, aku diam, lalu ia mengajak mari kita pergi.
Hujan telah reda, kita keluar dari area Gemberi zoo, lalu melaju keluar dengan sepeda motor.
Ini hanya milikku seorang coretan tak bermakna, karena hidup ada cerita.
Isak (Mahasiswa Ekonomi Universitas Janabadra)