Ekspresionline.com
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Jogja
    • Lingkup Nasional
  • Sentra
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Jogja
    • Lingkup Nasional
  • Opini
  • Resensi
  • Foto
  • Ruang
  • Infografik
No Result
View All Result
  • Berita
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Jogja
    • Lingkup Nasional
  • Sentra
    • Lingkup Kampus
    • Lingkup Jogja
    • Lingkup Nasional
  • Opini
  • Resensi
  • Foto
  • Ruang
  • Infografik
No Result
View All Result
Ekspresionline.com
No Result
View All Result
Home Berita

Golong Gilig Sawit: Biennale Merangkul Masyarakat

by Ilham Fahmi
Saturday, 31 August 2024
3 min read
0

Para seniman, kurator, dan pencatat perkembangan yang terlibat dalam pameran "Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi". Foto oleh Ilham/EKSPRESI.

Share on FacebookShare on Twitter

Ekspresionline.com–Biennale Jogja melalui program Asana Bina Seni menyelenggarakan pembukaan pameran bertajuk “Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi” pada Selasa (21/8/2024). Berlokasi di Padukuhan Sawit, Panggungharjo, Sewon, Bantul; pameran ini berlangsung dari tanggal 20 –30 Agustus 2024.

Asana Bina Seni merupakan program yang diselenggarakan oleh Yayasan Biennale Yogyakarta sebagai upaya mengembangkan wacana seni kontemporer lintas ilmu dan lintas disiplin seni. 

Kali ini, Asana Bina Seni mengusung tema seputar seni dan aktivisme yang diwujudkan melalui kolaborasi bersama masyarakat Padukuhan Sawit. Kolaborasi bersama masyarakat dilakukan untuk mempresentasikan karya-karya para seniman. Kolaborasi ini juga merupakan upaya Biennale untuk lebih dekat dengan ruang hidup warga, sehingga menghilangkan kesan eksklusif pameran seni yang kerap diselenggarakan di galeri seni. 

“Kita mau keluar dari ruang-ruang eksklusif. Sekarang kan banyak pameran yang nggak bayar, banyak juga pameran yang ruangnya lebih kecil terus kolektif, yang tujuannya memang untuk merangkul lebih banyak orang,” jelas Sekar Atikah Nurul Aini, atau biasa dipanggil Atikah, selaku project manager. 

Atikah mengatakan bahwa seni bukan hanya sesuatu yang ditampilkan dalam ruang-ruang pameran, tetapi juga aktivitas yang tumbuh dan diyakini oleh masyarakat. Bagaimana pola pikir dan kegiatan sehari-hari juga bisa dilihat dari perspektif kesenian. 

Keresahan mengenai seni yang terasa jauh dari masyarakat menjadi salah satu alasan di balik pemilihan ruang alternatif seperti Padukuhan Sawit, guna menghilangkan batas eksklusivitas pameran seni. Biennale mencoba menempatkan praktik kesenian menjadi lebih merakyat, mengolah pesan-pesan seniman dengan cara berbeda. Bisa dibaca oleh para akademisi, tetapi juga mudah dipahami oleh warga.

“Obrolan kesenian itu terasa terlalu sundul langit. Seniman-seniman sama kurator yang diomongin tinggi-tinggi banget. Ngomongin warga, tapi bahasanya susah. Warganya nggak ngerti, itu ngomongin apa,” ujar Atikah. 

Karya-karya yang ditampilkan di pameran ini sebagian besar merupakan instalasi yang interaktif dan ditempatkan pada ruang-ruang kehidupan warga, seperti pos ronda, pendopo, dan posyandu. Penempatan karya ini memungkinkan pengunjung dan warga sekitar berinteraksi dengan karya, tidak sekedar menonton saja. 

“Jadi kalau kaya gini kan, orang lewat juga tetap bisa menikmati tanpa harus ini-itu. Tanpa harus parkir, atau apa bayar gitu-gitu sih. Terus bapak-bapak tongkrongan di pos ronda juga bisa membaca arsip-arsip yang dikumpulin sama Arungkala,” jelas Atikah. 

Melalui “Golong Gilig Sawit: Gayeng Ngrumat Bumi”, Biennale mengajak para seniman dan kurator bersama masyarakat Sawit untuk tidak hanya menghasilkan karya seni, tetapi juga bersenang-senang lewat kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif warga. Kegiatan tersebut di antaranya seperti, pameran seni, jalan sehat, pentas seni, workshop, screening film, bazaar, dan tur kuratorial. 

“Golong Gilig Sawit” memiliki makna kebersamaan yang terjalin antara masyarakat Sawit dengan Biennale untuk “Gayeng Ngrumat Bumi” atau bersenang-senang merawat bumi. Bumi di sini dimaknai sebagai Padukuhan Sawit itu sendiri sebagai tempat berlangsungnya pameran. Harapannya, kegiatan ini bisa memantik warga Sawit untuk mengadakan mini festival semacam ini di tahun-tahun selanjutnya untuk merawat dan merayakan Sawit. 

Program Asana Bina Seni tahun ini menantang para seniman untuk menemukan metode presentasi yang berbeda, karena berkolaborasi bersama warga. Maka dari itu, perlu pendekatan tersendiri untuk membuat karya karena perlu menyesuaikan dengan situasi dan berkompromi dengan keinginan warga. 

Karya yang dihasilkan oleh para seniman diharapkan tidak berhenti di sini saja, tetapi bisa diproduksi kembali dan dikembangkan dengan perspektif yang lebih luas, narasi yang lebih kuat, atau pendekatan yang berbeda. 

Sebab, sebuah proses berkarya tidak berhenti begitu telah dipamerkan. Karya adalah hasil pemikiran. Apabila pemikiran dari seniman berkembang, maka karya yang dihasilkan oleh seniman akan ikut berkembang. 

“Kalau seniman udah nggak berpikir, berarti mau ngapain?” pungkas Atikah.

Ilham Fahmi

Editor: Rosmitha Juanitasari

Previous Post

Pakaian dan Dendam Atas Kuasa Tubuh

Next Post

Tantangan PKKMB FISHIPOL 2024 Bagi Panitia dan Mahasiswa Mandiri

Related Posts

Pengunjung ARTJOG tengah menikmati camilan dan seduhan teh buatan Jundi dalam instalasi seni “Tanah Air Beta” oleh Murakabi Movement. Jumat (25/07/2025). Foto oleh Lula/LPM Ekspresi.

ARTJOG: “Tanah Air Beta” Seni Kehidupan Murakabi Movement dalam Berinteraksi dengan Pengunjung

Sunday, 31 August 2025
Himpunan Mahasiswa Desain Produk ISI Yogyakarta Gelar DEKRETY #3: “Eccentric Euphoria: Fun Meets Function”

Himpunan Mahasiswa Desain Produk ISI Yogyakarta Gelar DEKRETY #3: “Eccentric Euphoria: Fun Meets Function”

Thursday, 13 February 2025
UKM Serufo Gelar Pameran Bertajuk “Re-Kreasi”

UKM Serufo Gelar Pameran Bertajuk “Re-Kreasi”

Monday, 4 November 2024
Pameran Memetri: Jaga Iklim, Jaga Masa Depan

Pameran Memetri: Jaga Iklim, Jaga Masa Depan

Sunday, 20 October 2024
Pameran DAM UNY 2024: Menghubungkan Kembali Ekosistem Seni Rupa di UNY

Pameran DAM UNY 2024: Menghubungkan Kembali Ekosistem Seni Rupa di UNY

Thursday, 30 May 2024
Instalasi seni Biennale Jogja yang berada di jalan masuk Balai Budaya Karangkitri. Foto oleh Aldino Jalu Seto/EKSPRESI.

Pameran Anak Saba Sawah: Mendekatkan Kembali Kearifan Lokal

Monday, 23 October 2023
Next Post
Tantangan PKKMB FISHIPOL 2024 Bagi Panitia dan Mahasiswa Mandiri

Tantangan PKKMB FISHIPOL 2024 Bagi Panitia dan Mahasiswa Mandiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresionline.com

© 2022 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY

Navigate Site

  • KONTRIBUSI
  • IKLAN
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • TENTANG KAMI
  • HUBUNGI KAMI

Follow Us

No Result
View All Result

© 2022 Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI UNY