Ekspresionline.com – Sastrawan sekaligus guru besar FBS UNY Suminto A. Sayuti mengatakan kumpulan cerpen Pisau karya Korrie Layun Rampan menjadi karya yang layak dibaca sebagai awal pengamatan eksistensi cerpenis perempuan angkatan 2000. “Pisau adalah sebuah karya tentatif, langkah awal pengamatan cerpenis perempuan karena nantinya akan ada 3 buku menyusul,” ujar Suminto. Hal tersebut ia sampaikan dalam dialog Susastra yang diadakan Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia FBS UNY, Senin (8/9).
Menurut Suminto cerpenis-cerpenis dalam Pisau mampu menampilkan ciri khas tersendiri, “Perbedaannya dengan perempuan cerpenis sebelum angkatan 2000 adalah soal mendarah daging pada bentuk, kebebasan teman-teman cerpenis dari keterikatan aliran, jadi mereka menempatkan diri untuk kerja kreatif, memunculkan karya.”
Lebih lanjut, Suminto mengungkapkan buku ini memberi napas baru dalam dunia cerpen modern Indonesia. Buku ini memperlihatkan bagaimana para penulis membebaskan diri dari elemen formal, setting cerita yang menjadi netral atau spiritual, serta romantisme-romantisme baru yang dibangun. “Buku ini mewakili sebuah jagat kemungkinan dalam cerpen, bahwa kini cerpen tidak harus begini-begini, tidak dibaca sekali duduk,” kata Suminto.
Korrie Layun Rampan beralasan terpilihnya 27 perempuan cerpenis dalam kumpulan Pisau dimulai dari sebuah pembacaan nama baru dan unik baginya. Ia mengakui bahwa ia memang tidak bertolak dari adanya tema tertentu atau gaya penulisan tertentu, namun berdasarkan bagaimana karya tersebut mampu membawa nilai kemanusiaan.
Korrie dalam buku ini memuji beberapa cerpenis yang begitu cerdas dalam mengombinasikan dan menggabungkan pikiran-pikiran modern dan tradisional, misalnya tentang korupsi dan etika. Selain itu, menurut Korrie sastra adalah membahas kemanusiaan. Ia mengatakan, ”Bukan berarti sastra itu harus bertenden, menyatakan kita harus sembahyang setiap hari misalnya, sastra tidak begitu. Namun, sastra menyampaikan sesuatu yang indah dan menyenangkan, tapi bisa membangun kemanusiaan kita di masa depan.”
Yang luput diperhatikan dalam kumpulan cerpen ini adalah bagaimana hampir keseluruhan cerita berpusat pada perempuan. Menurut Suminto, cerpenis-cerpenis perempuan tidak mampu lepas dari keperempuaannya. Hal tersebut ia simpulkan dari tokoh-tokoh sentral yang ada dalam cerpen-cerpen yang termuat dalam Pisau.
Hesti Pratiwi Ambarwati